KUNINGAN (MASS) -Haleuang nganteur nu gandrung
Juru demung keur kaduhung
Wirangrong nandang wiwirang
Maskumambang sedih kingkin
Kinanti kembang prihatin
Magatru keur buntu laku
Alihkeun kempring pamirig
Ini lagu pengantar yang sedang gundah gulana
yang susah dan bingung sedang menyesali kehidupannya
Kelakuannya yang memalukan kini membuatnya sangat malu
yang sedang bersedih hati semakin bersedih hati
yang sedang menunggu ketidak pastian dihiasi keprihatinan
yang bersedih hidup susah pun tak tahu jalan keluar
Pindahkan alunan musik
Begitulah puisi yang ditulis oleh Penyair Sunda Dyah Padmini yang jika kita membacanya secara berulang-ulang, kita akan merasakan bahwa puisi tersebut mengandung imajinasi sebagai suatu keadaan sulit yang sedang dihadapi di dalam kehidupan.
Keseimbangan hidup yang seharusnya dimiliki oleh setiap insan manusia kini mulai hilang. Dalam sebuah peribahasa “sudah jatuh tertimpa tangga”, sudah cukup dibuat pusing oleh pesatnya kemajuan teknologi dan revolusi industri 4.0, sekarang semakin dipersulit dengan adanya covid-19.
Bukan hanya dalam sektor kesehatan dan ekonomi, dunia pendidikan pun dipaksa untuk dapat menghadapi situasi saat ini.
Di akhir baris / padalisan, terselip sebuah kalimat Alihkeun kempring pamirig yang berarti harus merubah bentuk alunan musik, yang dalam makna lain berarti harus merubah suatu cara/ aturan/ kebijakan/ kebiasaan dalam menyelesaikan suatu persoalan.
Namun tentu penyelesaian masalah haruslah dengan cara yang bijak, agar suatu perubahan tidak menimbulkan suatu persoalan lagi.
Pada kenyataannya, dampak covid-19 di dunia pendidikan menjadikan PJJ (pembelajaran jarak jauh) sebagai jalan keluar, meski sekarang PJJ sudah dikolaborasikan dengan tatap muka. Sayangnya blended learning saat ini hanyalah sebuah teori, karena tidak semua sekolah dapat melaksanakannya, dan masih banyak sekali sekolah yang hanya melaksanakan PJJ terikat kebijakan.
Hal tersebut tentu saja menimbulkan masalah, ada siswa yang memiliki kemampuan beradaptasi dengan cepat, enjoy, memiliki sarana prasarana dan dapat menangkap materi dengan sangat baik. Ada pula siswa yang semakin lama ia semakin merasa bosan, hingga semuanya menjadi lelet, mereka merasa cape dan sulit untuk menangkap materi. Bahkan ada banyak siswa yang kurang diperhatikan dan rentan drop out.
PJJ bisa saja menjadi pembelajaran yang menyenangkan dengan sebuah racikan yang dibuat oleh guru menggunakan berbagai media, terutama media audio visual.
Namun hal itu tentu berpengaruh kepada penggunaan kuota, sedangkan kemampuan orantua siswa yang memiliki pendapatan rendah membuat mereka kesulitan untuk menyediakan fasilitas untuk anaknya mengikuti online learning. Jangankan memenuhi kebutuhan kuota, untuk isi perut pun mereka harus mati-matian mengusahakannya.
Adapun bantuan kuota dari pemerintah, belum lagi dapat dirasakan oleh masyarakat pendidikan di tahun 2021. Padahal kuota sangatlah membantu para siswa untuk mengikuti pembelajaran jarak jauh saat ini. Kita tidak pernah tau apa yang akan terjadi di hari yang akan datang. Namun secara ilmiah kita dapat mengetahui apa yang akan terjadi jika 1 liter air dipanaskan selama 6 jam dengan suhu .
Tentu saja saya yakin, kita semua dapat membayangkan apa yang akan terjadi pada air dan pancinya. Sama hal nya dengan kemampuan orangtua yang terbatas, jika dipaksakan untuk rutin membeli kuota mungkin mereka akan terbakar juga, dompetnya.
Kita tidak pernah tau kapan sekolah akan dibuka kembali, namun kita harus memikirkan juga apa yang akan terjadi pada generasi di masa yang akan datang jika sekolah terus-menerus hanya melaksanakan PJJ?.
16 Maret 2020 adalah hari pertama siswa-siswa belajar di rumah. Itu artinya hanya tinggal menghitung hari PJJ terhitung menjadi satu tahun. Lalu dampak apa yang telah terjadi pada generasi penerus setelah dirumahkan setahun lamanya?. Harus diakui bahwa banyak hal yang kita lewatkan dalam memberikan pendidikan kepada siswa-siswa kita.
Sebagai pendidik di masa pandemi ini, selain memberikan ilmu pengetahuan kita harus berusaha memberikan perhatian kepada siswa-siswa kita, paling tidak dengan cara chat grup, atau sesekali menelepon dan video call, lebih baik jika kita intens berkomunikasi dengan orangtua siswa.
Itu adalah cara agar kita mengetahui perkembangan peserta didik secara berkala. Sekarang bukan lagi zamannya guru menekan siswa untuk mau belajar. Guru yang baik adalah guru yang tidak hanya memposisikan dirinya sebagai pengajar, akan tetapi juga sebagai sahabat untuk para siswanya. Dimana kita akan memahami beragam kepribadian dan masalah yang sedang dihadapinya.
Pada akhirnya kita akan menemukan jalan keluar ketika kita mengenal peserta didik kita dengan baik. Mereka akan merasa dihargai dan kembali bersemangat melaksanakan pembelajaran.
Sebuah kutipan yang menarik harus kita maknai dari sastrawan Rabindranath Tagore, “Jangan membatasi anak pada pembelajaranmu sendiri, karena dia dilahirkan dilain waktu”. Hendaknya kita dapat memahami siswa-siswa kita, terutama kepada mereka yang terpaksa lahir di masa pandemi ini.
Jangan sampai kita memaksakan seluruh siswa harus mengikuti PJJ sehingga kita melupakan ada siswa yang tidak memiliki kemampuan mengikuti PJJ. Banyak jalan menuju Roma pun banyak jalan untuk melaksanakan pembelajaran. Hanya kita, sebagai guru yang akan menjadi kunci untuk masa depan siswa-siswa kita. Kita sebagai guru yang mengerti apa yang dibutuhkannya, jadilah guru dan sahabat untuk mereka.***
Adé Gumelar, S.Pd
Alumni STKIP Muhammadiyah Kuningan