KUNINGAN (MASS) – Hari-hari paska pendaftaran Calon Bupati/Wakil Bupati Kuningan, media massa ramai memberitakan statement salah satu pasangan terkait perlunya “sapu bersih untuk membersihkan lantai yang kotor”. Pro dan kontra atas statement itu menghiasi pemberitaan media massa di kota Kuningan.
Pernyataan ini dilontarkan Inisiator Gerakan KITA, Ikhsan Marzuki, Senin (9/9/2024). Ia menilai, sebagai sebuah statement setiap orang bebas memberikan penafsirannya. Ada yang menafsirkan kepada sebuah sosok, ada juga yang menafsirkan lebih kepada semangat. Masyarakat punya kebebasan penuh untuk menafsirkannya. Mau memahaminya secara semiotika politik maupun hermeneutika politik.
Mantan anggota dewan yang baru saja demisioner tersebut menjelaskan, secara semiotika politik, orang akan mengkaji statement sebagai tanda-tanda dan simbol-simbol dalam konteks politik, serta bagaimana pesan, makna, dan ideologi disampaikan.
“Kajian melalui pendekatan semiotika politik ini akan menghasilkan pemahaman yang lebih dalam, tentang bagaimana narasi politik dibangun dan dipertahankan, serta bagaimana ideologi tertentu dapat disebarluaskan melalui berbagai bentuk komunikasi,” paparnya.
Sedangkan secara hermeneutika politik, Ikhsan mengungkapkan, orang akan melakukan metode penafsiran kritis atas statement yang disampaikan. Hal ini untuk memahami makna yang tersembunyi dibalik tindakan, wacana, ataupun simbol-simbol politik.
“Kajian ini menganalisis bagaimana teks, pidato, atau kebijakan politik dipahami dan diinterpretasikan oleh berbagai kelompok masyarakat sesuai dengan konteks sosial dan budayanya,” jelas Ikhsan.
Terkait frasa Sapu Bersih ia menjelaskan, sebagai sebuah simbolisasi sebenarnya tidak ada yang salah dengan statement itu. Sapu Bersih dalam konteks percakapan pilkada Kuningan bisa dimaknai paling tidak dari dua perspektif.
Pertama, lanjut Ikhsan, Sapu Bersih bisa dimaknai sebagai simbol sosok, aktor, pemain yang akan berkontestasi untuk memenangkan Pilkada. Dalam konteks pemaknaan ini, tentu yang dimaksud adalah sosok yang dianggap tidak punya beban dengan masa lalu. Bisa juga dimaknai sebagai sosok yang tidak punya konflik kepentingan dengan masalah yang terjadi saat ini.
“Kedua, Sapu Bersih bisa dimaknai pula sebagai niat, semangat, motivasi. Menurut Ikhsan, makna ini lebih kepada aspek subyektif. Ini menyangkut standar moral yang dibutuhkan dari seorang calon pemimpin,” terangnya.
Dalam kontek ini, kata Ikhsan, semua calon berhak mengklaim dirinya sebagai Sapu Bersih. Berhak mencitrakan dirinya sebagai pemimpin yang akan memimpin dengan cara baru, semangat baru.
Disini, imbuhnya, ada semacam pengakuan untuk memperbaiki capaian-capaian yang sudah ditorehkan sebelumnya yang belum tercapai melalui cara baru, semangat baru dan program baru.
Terlepas dari aspek manapun dalam melihat pemaknaan Sapu Bersih, Ikhsan menegaskan, satu hal yang hampir semua pihak setuju adalah bagaimana pentingnya masyarakat memilih pemimpin berdasarkan rekam jejaknya.
“Sebagai sosok atau aktor yang akan memimpin sebuah organisasi, lembaga atau pemerintahan tentu rakyat memerlukan pemimpin yang punya rekam jejak yang baik. Rekam jejak adalah capaian-capaian yang pernah ditorehkan pada masa lalu oleh seseorang,” tandasnya.
Ikhsan memaparkan, bahwa rekam jejak ini bicara tentang kiprah seseorang ditengah-tengah lingkungan sosialnya. Ini juga tentang seberapa baik (bukan seberapa buruk) dalam melakukan pekerjaan, mengatasi masalah, berinteraksi, dan menyajikan solusi.
“Jadi, rekam jejak dalam kontek memilih pemimpin itu dimensinya sisi positif, bukan negatif. Disinilah pentingnya rakyat memilih pemimpin berdasarkan rekam jejaknya, baik rekam karyanya, idenya, gagasannya, maupun solusinya dalam mengatasi masalah,” ungkap Ikhsan.
Kenapa hal ini menjadi penting? Ikhsan beralasan, karena di tangan pemimpin lah nantinya hak-hak rakyat dipertaruhkan. “Pemimpin terpilihlah yang nantinya akan menjadi pusat lahirnya berbagai kebijakan publik yang di dalamnya mengatur semua aspek kehidupan rakyatnya,” ujar Ikhsan.
Pihaknya berharap, Pilkada Kuningan kali ini sudah bukan saatnya lagi memilih pemimpin berdasarkan popularitas semata, jangan pula memilih pemimpin berdasarkan janji-janji semata, apalagi memilih pemimpin karena iming-iming bantuan sosial atau pemberian uang.
Ikhsan juga mengingatkan, publik perlu mengetahui rekam jejak sosok yang akan menjadi pemimpinnya. Apakah selama ini sikap, perilaku, ide, gagasannya bisa mendukung program-program yang akan dilaksanakannya kelak.
Di sisi lain, Ikhsan juga meminta agar para calon pemimpin sendiri mau merubah sikap dan meninggalkan cara-cara yang tidak mendidik dalam meraih dukungan rakyat.
“Iming-iming bantuan, janji-janji pemberian keuangan, dan janji-janji politik lainnya, yang mengarah pada urusan uang seharusnya ditinggalkan,” paparnya.
Menurut Ikhsan, para calon sendiri pasti mengetahui, bahwa janji-janji politik apalagi yang berbentuk bansos atau uang tunai, semua itu akan dimasukkan ke dalam anggaran. Yang sebenarnya sumbernya berasal dari uang rakyat itu sendiri, melalui segala jenis pajak yang dipungut dari rakyat juga.
“Melalui rekam jejak seorang calon pemimpin, masyarakat minimal tahu apa yang sudah dilakukannya, apa yang sedang dilakukannya dan apa yang akan dilakukannya untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang membelit Kabupaten Kuningan ini,” pungkasnya. (deden)