KUNINGAN (MASS) – Desa Bunigeulis Kecamatan Hantara memiliki sejarah panjang. Terutama soal nenek moyang masyarakat yang dikaitkan pada seorang wanita cantik di masa lalu. Wanita cantik yang tiada bandingannya, membuat setiap orang yang melihatnya terpesona. Konon, wanita tersebut memiliki rambut panjang, akibatnya jika menyisir terpaksa harus dibantu galah (gantar).
Cerita yang turun temurun diceritakan secara verbal itupun jadi sebuah spekulasi nama. Termasuk munculnya istilah Bunigeulis pun berasal dari situ.
“Bunigeulis teh bahasa kirata, yaitu si geulis di bunikeun, (wanita cantik yang disembunyikan),” ujar Aef, lelaki asal desa tersebut, Senin (16/12/2019).
Dari keterangan Aef, kuninganmass.com memperoleh teks yang menunjukkan bahwa Desa Bunigeulis pada awalnya hanyalah sebuah kampung dengan nama kampung Karang Sari, yang termasuk pada wilayah desa Tundagan.
“Menjadi desa definitif kurang lebih pada tahun 1823,” tulis Aef.
Sejak menjadi desa definitip, setidaknya sudah ada 15 kuwu secara defitinif, serta 4 kali pejabat sementara.
“Dari Jayadiraksa (1823), Natawijaya dan seterusnya, beberapa belum diketahui namanya,” terang Aef dalam tulisan tersebut.
Adapun kisah wanita cantik, diterangkan Aef lebih lanjut dalam keterangan yang panjang. Dirinya menyebut hal itu merupakan hasil observasinya dengan rekan-rekan, serta bertanya pada sesepuh yang masih ditemui.
Diterangkannya bahwa pada zaman dahulu kampung Karang sari hanya berisikan rumah sebanyak 20 bangunan. Lebih lanjut, Aef menjelaskan bahwa orang yang pertama tinggal menetap dikampung tersebut ada dua orang yaitu Buyut Gedut dan Aki Lasah.
“Pada suatu hari, ke kampung Karang sari datang seorang wanita yang sangat cantik. Kecantikan wanita itu tiada bandingannya, sehingga setiap orang yang melihatnya akan terpesona, selain wajahnya yang sangat cantik wanita tersebut memiliki rambut yang amat panjang, sehingga ketika menyisir rambutnya hars dibantu dengan sebuah galah (gantar) dari bambu untuk menyangganya,” papar Aef dalam tulisannya memulai sejarah Bunigeulis.
Singkat cerita, wanita tersebut langsung menemui Ki Buyut gedut dan Aki Lasah.
Wanita tersebut menjelaskan bahwa ia berkeinginan tinggal dan menetap di kampung Karang sari.
“Wanita tersebut tidak tahu kedua orang tuanya dan tidak menerangkan dimana ia tinggal, ia hanya menjelaskan bahwa namanya Nyai Ratu Sekar Paton atau Nyi Mas Sekar Paton,” ujarnya dalam keterangan tertulis.
Buyut gedut dan Aki Lasah menerima kedatangan Nyai Ratu Sekar Paton. Nyai Ratu Sekar Paton sendiri tinggal di rumah Aki Lasah.
“Alkisah kecantikan Nyai Ratu Sekar Paton terkenal kemana-mana, bahkan sampai ke Keraton Sultan Cirebon dan Keraton Mataram,” jelasnya.
Sultan Cirebon setelah mendengar bahwa dikampung Karang sari ada wanita yang sangat cantik, beliau mengutus kepercayaannya sampai 5 kali untuk meminang wanita tersebut, dan semua utusannya gagal serta memilih tinggal di Bunigeulis.
Orang pertama yang diberi kepercayaan untuk meminang Nyai Ratu Sekar Paton adalah Lebe Leteng. Setelah ditolak dan gagal meminang, dirinya memilih menetap di Bunigeulis dan mengajar mengaji.
Utusan selanjutnya yang bernasib sama adalah Mbah Modin. Selanjutnya menetap dan menjadi imam dilanggar serta menjadi bengkong (Juru sunat) desa Bunigeulis.
Setelah meninggal dunia Mbah Modin dimakamkan di pemakaman Mbah Modin yang sampai saat ini tetap terawat dengan baik.
Selanjutnya adalah Buyut Sangar. Setelah bernasib sama, kemudian tinggal menetap di kampung Karang sari dan memberikan didikan keamanan dan ketertiban kampung.
Utusan keempat adalah Pangeran Sindang Kalangan. Gagal melaksanakan misi, pangeran memilih menetap dan memberikan didikan di bidang pertanian terutama tanaman padi.
Terakhir, utusannya adalah Buyut Rurah. Gagal dan memilih memimpin kampung dan mengajarkan seni bela diri.
Justru di cerita meminang selanjutnya keluar istilah Bunigeulis, yakni ketika Sultan Mataram yang tergugah hatinya untuk melamar dan mempersunting wanita tersebut.
“Pada suatu hari Sultan Mataram memberikan tugas kepada Patihnya, Bayan untuk meminang Nyai Ratu Sekar Paton,” terangnya dalam pesan tertulis.
Singkat cerita, Sultan Mataram pun melalui patihnya menerima penolakan. Patih Bayan merasa tersinggung sampai akhirnya terjadi perkelahian di pekarangan rumah Aki Lasah.
“Pada waktu perkelahian sengit serta di lahan yang sangat sempit, rambut Nyai Ratu Sekar Paton yang sangat panjang terbelit pada dinding rumah dan pagar,” tulisnya.
Skenario selanjutnya ada waktu dimana Nyai meloncat ke udara dinding rumah beserta pagar kandang jaga terangkat karena tersangkut oleh rambut Nyai Ratu Sekar Paton. Ada juga perkelahian di udara dan hampir menyebabkan kekalahan Nyai karena rambutnya yang panjang dan dibebani pagar kandang jaga dan dinding rumah yang berbentuk kepang tanjeur.
“(Setelah pertarungan udara) Nyai Ratu Sekar Paton menginjakan kaki ditanah beliau berkata -Wahai anak cucuku aku berpesan kepada kalian, nama Karang sari agar berganti nama menjadi Bunigeulis dan tidak boleh membuat pagar kandang jaga serta diding rumah dari bilik bambu berbentuk kepang tanjeur-, “terangnya.
Singkat cerita perkelahian dilanjutkan dibawah tanah. Menurut Aef, semua peninggalan sejarah yang disebutkan diatas masih terjaga dengan baik. Baik itu berupa makam, patilasan, guci, serta pohon yang dianggap bersejarah.
Aef menuturkan bahwa masih banyak bagian sejarah yang belum terekspos. “Sayangnya belum bisa terbukukan, mungkin kalo dari pemerintahan bisa berkolaborasi, sejarah-sejarah desa bisa tereksplore dengan baik,” pungkasnya. (eki)