KUNINGAN MASS – Nilai tukar Rupiah kembali mengalami tekanan terhadap Dolar Amerika Serikat pada perdagangan Jumat pagi, 9 Mei 2025. Rupiah dibuka pada level (bid) Rp16.530 per dolar AS, melemah dibandingkan posisi penutupan Kamis (8/5) yang berada di level Rp16.490 per dolar AS.
Sementara itu, yield Surat Berharga Negara (SBN) tenor 10 tahun tercatat naik tipis menjadi 6,85% pada Jumat pagi, setelah sebelumnya turun ke 6,84% pada akhir perdagangan Kamis.
Bank Indonesia juga mencatat penguatan indeks dolar (DXY) ke level 100,64, serta naiknya yield US Treasury Note 10 tahun ke posisi 4,379%. Penguatan dolar dan yield UST yang meningkat turut menjadi faktor tekanan terhadap mata uang emerging market, termasuk Rupiah.
Dari sisi arus modal asing, premi Credit Default Swap (CDS) Indonesia 5 tahun tercatat sebesar 89,65 basis poin (bps) per 8 Mei 2025. Angka ini menunjukkan penurunan dibandingkan posisi 2 Mei 2025 yang berada di level 94,63 bps, menandakan persepsi risiko terhadap Indonesia yang membaik.
Bank Indonesia melaporkan, pada periode 5–8 Mei 2025, investor nonresiden mencatatkan beli neto sebesar Rp0,12 triliun. Angka ini terdiri dari jual neto Rp2,70 triliun di pasar saham dan Rp4,07 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), serta beli neto Rp6,88 triliun di pasar SBN.
Secara kumulatif, sepanjang tahun 2025 hingga 8 Mei, nonresiden tercatat telah melakukan jual neto sebesar Rp49,38 triliun di pasar saham, Rp15,80 triliun di SRBI, dan beli neto Rp30,18 triliun di pasar SBN. (argi)