KUNINGAN (MASS) – Lantaran tingkat hunian rumah sakit baik swasta maupun pemerintah sudah penuh, maka dibutuhkan solusi yang mampu menerobos jalan buntu. Salah satunya dengan cara ‘Isolasi Mandiri Berbasis Desa’.
Ketua DPRD Kuningan, Nuzul Rachdy menawarkan solusi tersebut ditengah terus bertambahnya warga yang terkonfirmasi positif, sementara tingkat hunian RS penuh.
“Jadi solusinya, gimana agar masyarakat bisa mengikuti isolasi mandiri tapi secara ketat. Kalau isolasi di rumah, itu kurang menjamin keketatannya sekaligus menjenuhkan,” ujar Zul saat berada di ruang kerjanya, Senin (21/6/2021).
Ia menamakan solusi tersebut ‘Isolasi Mandiri Berbasis Desa’. Ialah sebuah cara agar warga yang terpapar dikumpulkan di sebuah tempat representatif namun masih bisa berinteraksi dengan anggota keluarganya.
“Jadi begini, di tiap desa kan ada tuh sekolah. Misal SD yang kosong, agak jauh dari pemukiman, yang kemudian dipilih untuk tempat isolasi mandiri. Satu desa satu SD,” kata Zul.
Karena terdapat halaman yang cukup luas dengan pembatas pagar serta memiliki toilet yang baik, SD dapat dijadikan tempat isolasi mandiri yang representatif.
Pengawasannya dinilai Zul cukup mudah baik oleh babinkamtibmas atau linmas. Namun anggota keluarga atau kerabat pasien bisa menjenguk atau mengantarkan makanan ke tempat isolasi tersebut.
“Tapi tetap di luar pagar sekolah. Karena fungsi dari isolasi itu kan tidak bersentuhan dengan warga lain. Ada pagar dan ada petugas. Di halaman sekolah, mereka bisa main pingpong atau aktivitas lain. Jadi gak jenuh. Beda dengan di RS,” jelasnya.
Menurut Zul, perlu digerakkan nilai-nilai kegotongroyongan warga di tiap desa dalam mengatasi masalah covid yang trennya sedang menaik ini. Apabila saling bahu-membahu, maka fasilitas tempat tidur atau berbagai kelengkapan yang dibutuhkan dalam isolasi dapat diatasi bersama.
“Kita imbau untuk gotong royong. Misal di sebuah desa ada 5 warga yang terpapar, berarti kebutuhan tempat tidurnya 5 buah. Saya kira dari dana desa atau partisipasi masyarakat juga bisa,” ujarnya.
Saat diisolasi di RS, secara psikologi akan lebih menderita, disamping memang tingkat hunian sekarang penuh. Pasien tidak boleh ditengok. Sedangkan jika di SD, mereka bisa ditengok dan disediakan fasilitas olahraga bahkan bisa berjemur dengan mudah.
“Kan di tiap desa sudah ada kader posyandu. Mereka bisa dilatih,” ucap politisi yang sempat menghebohkan jagat nasional gara-gara diksi limbah yang ia lontarkan 8 bulan kebelakang itu.
Ketika RS sudah penuh, maka warga yang terpapar tidak bisa mendapatkan pelayanan isolasi. Termasuk rumah sakit darurat covid eks RSCI, menurut informasi yang Zul peroleh, juga sudah penuh.
“Sekali lagi ini bisa jadi solusi dengan memanggil nurani gotong royong kalau di desa sendiri. Ini namanya Isolasi berbasis desa. Jangan isolasi berbasis keluarga, karena saya kira meragukan juga apakah berinteraksi atau tidak,” pungkas Zul. (deden)