KUNINGAN (MASS) – Menjadi seorang perempuan bukanlah pilihan, melainkan kodrat atau takdir yang telah di tetapkan dan di tentukan olah Allah SWT.
Perempuan diciptakan sebagai pasangan laki-laki yang kelak akan memainkan perannya sebagai teman hidup dalam mengarungi bahtera rumah tangga.
Di sisi lain, perempuan juga memiliki peran social yang tidak bisa dipungkiri setara dengan laki-laki dalam hak dan kewajibannya.
Tetapi kenyataannya, peranan perempuan dalam ranah social dinafikan dan termanijalkan oleh kaum laki-laki.
Namun seiring dengan pergantian masa dan perubahan pola fikir yang semakin berkembang, perempuan kini telah bisa menghirup kebebasannya dalam menentukan sikap dan langkah hidup yang harus dipilihnya.
Walaupun kadarnya masih jauh dari apa yang diharapkan dan diperjuangkan.
Kondisi ini tentu tidak saja lepas dari adanya pengaruh-pengaruh perjuangan Perempuan “ Hebat ” masa lalu.
Sebut saja contoh dalam sejarah islam seperti Siti Khadijah. Beliau bukan hanya seorang perempuan yang menjadi istri dan ibu dalam rumah tangga Rasulullah, tetapi beliau juga berfungsi sebagai motivator dakwahnya Rasul sampai mampu menembus wilayah yang begitu luas.
Dalam kisah yang lain, Asma binti Abu Bakar misalnya, ketika bertugas mengantarkan makanan bagi Rasulullah dan ayahandanya yang sedang singgah di gua Tsur.
Beliau dengan penuh keberanian mengambil jalan yang tidak pernah dilalui oleh manusia dengan mengambil rute memutar, melalui tebing-tebing yang terjal.
Kemudian melewati sisi-sisi laut merah untuk menembus penjagaan ketat para pihak Quraisy yang selalu tak kenal lelah dalam pencariannya untuk terus brusaha membunuh musuh agama mereka.
Atau kisah tentang Siti Fatimah, anak perempuan Rasulullah yang tidak pernah mendapatkan hak istimewa dalam proses penegakan hukum sekalipun
Siti Fatimah adalah putrinya sendiri yang bahkan sangat beliau cintai. Rasulullah selalu mengatakan bahwa kalau seandainya Fatimah Binti Muhammad mencuri, pasti akan aku potong tangannya mari penggalan kisah diatas
Kita dapat memetik sebuah fakta bahwa perempuan tidak melulu menjadi pelengkap dari sang suami, melainkan fakta bahwa perempuan berdiri secara setara dalam lokus social.
Hal tersebut menunjukkan juga bentuk-bentuk keberanian, sikap kesatria bahkan merasa memiliki tanggungjawab yang besar dalam mengemban amanah ilahiyah dengan berperan ganda.
Sudah ditunjukan oleh tiga perempuan terpilih tersebut diatas dengan peranan dan kiprahnya masing-masing.
Lantas pertanyaannya, mengapa dewasa ini masih saja ada pandangan dan anggapan bahwa seorang perempuan bukan tempatnya untuk berada diwilayah social?
Lebih jauh lagi, malah ada yang menganggap sosok perempuan merupakan biang masalah? Sungguh bertolak belakang jika kita mengurai sejarah istri nabi dan anaknya sebagaimana telah disebutkan dimyka.
Hal yang berbeda dicatat dalam sejarah perempuan Indonesia yang diperankan oleh RA. Kartini, R. Dewi Sartika atau Cut Nyak Dien untuk memperjuangkan hak-haknya sebagai perempuan seperti untuk dihargai, dicintai, diberi kesamaan dalam menempuh pendidikan.
Kemudian, diberikan kebebasan untuk berkarya dan mampu merambah ranah-ranah yang selama ini menjadi dominasi pihak laki-laki, seperti bekerja di instansi pemerintah, menjadi guru, menjadi politisi, memimpin sebuah perusahaan dan seterusnya.
Tak dapat disangkal, kiprah para perempuan kini menjadi semakin jelas dan terbuka lebar dalam ranah public sehingga keberadaan mereka tidak hanya terukur dalam wilayah domestic yang sempit dan terbatas yaitu hanya di sekitar sumur, dapur dan kasur saja, tetapi sudah jauh melampaui batas ruang dan waktu yang selama ini mengungkungnya.
Seiring dengan perkembangan jaman yang semakin kuat, kompetitif dan terbuka, selain peluang yang terbuka lebar, tantangan yang dihadapi perempuan juga bukanlah yang ringan.
Sebagai seorang istri, perempuan dituntut perannya agar terlihat cantik dan menarik bagi suaminya, maupun memberikan pelayanan yang maksimal dan sekuat tenaga untuk memberikan rasa aman dan nyaman dalam kehidupan keluarganya.
Ketika harus berada di sisi pasangannya dalam situasi suka maupun duka, hal tersebut sejalan dengan Hadits “ Khairun Nisa ‘Imroatun in nadzarta illaihi sarratka wa amrata ath ‘ath’ atka, wa in ghibta ‘anha hafizatka fi malika wa nafsiha”.
Artinya sebaik-baiknya perempuan ialah istri yang jika kamu pandang menyenangkan, jika kamu perintah selalu taat dan jika kamu pergi dijaganya hartamu dan kehormatannya.
Juga diperkuat dengan ungkapan perempuan adalah kesatuan yang indah dari tiga peran penting kehidupan laki-lakinya.
Pertama, sebagai kekasih. Kedua, sebagai sahabat dan ketiga sebagai seorang ibu. Seorang laki-laki tidak memerlukan perempuan petengkar dalam rumahnya.
Dia ingin manja dan menyerah kepada perempuan yang memelihara dan membangunnya menjadi pemimpin kehidupan, laki-laki bermasa depan besar selalu manja kepada perempuannya. ( Mario Teguh, Golden Way).
Apabila ayah lazim disebut kepala keluarga, maka menurut Abrohim Arroisi, ibu adalah lebih dari itu, karena ia merupakan jiwa atau ruhnya.
Dengan segala kualitas keibuannya, perempuan paling menentukan dalam menghitamputihkan suasana kehidupan keluarga.
Perempuan bertanggungjawab mengasuh, mendidik dan mengarahkan anak, agar menjadi mausia yang saleh dan salehah.
Pendapat yang lain dari Ahmad Syauki, seorang penyair Mesir, ibu itu laksana sekolah, apabila ibu mendidik dengan baik berarti telah mendidik suatu bangsa dengan baik.
Pendek kata, alangkah signifikannya peran dari seorang perempuan untuk memberikan warna, baik di keluarga maupun dalam skala yang lebih luas yakni public.
Perempuan seperti itulah yang berhak menyimpan syurga dibawah telapak kaki ibu sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW: “ Al jannatu aqdamu ummahat”. Artinya: Syurga di telapak kaki ibu.
Sebagai seorang ibu, Allah telah memberikan kelebihan yang tidak dimiliki oleh laki-laki. Bahkan derajatnya kemudian menjadi tiga tingkat lebih tinggi disbanding ayah karena potensi yang dimiliki perempuan melebihi laki-laki.
Potensi yang dimaksud adalah potensi mengandung, melahirkan dan menyusui.
Kelebihan kodrati pada seorang perempuan ini tidak bisa diciptakan dengan kemajuan teknologi modern sekalipun.
Ketika seorang perempaun menyusui anaknya, maka air susunya itu akan memberikan rasa dingin pada saat si anak merasa kepanasan karena cuaca sedang panas dan mampu memberikan kehangatan pada saat si anak merasakan kedinginan ketika cuaca sedang dingin.
Pentingnya persentuhan fisik antara anak dan ibu mampu memberikan kehangatan, kedamaian dan rasa tentram, yang tidak bisa digantikan oleh seorang ayah sekalipun.
Peran selanjutnya, perempuan adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya melalui sentuhan fisiknya pada saat menyusui maupun ketika merawat, mengasuh dan membesarkan anak-anaknya tersebut dengan disertai kasih saying yang penuh.
Sehingga sesibuk apapun dia diluar rumah, kasih saying dan perhatiannya itu harus tetap dia berikan sesuai porsi yang dibutuhkan oleh anak-anaknya, tanpa terkecuali.
Peran kodrati yang lainnya adalah memberikan motivasi dan mengarahkan kehidupan anak-anaknya untuk terus tumbuh dan berkembang sesuai bakat dan keinginannya masing-masing.
Kitapun patut bersyukur, di negara kita persoalan hak-hak perempuan wilayah publik relatif lebih baik jika dibandingkan dengan negara lain.
Perempuan tidak boleh membaca Al-Quran dengn keras dengan alasan suara perempuan adalah aurat, diharamkan berpergian sendirian tanpa ditemani muhrimnya.
Jangan lupa, perempuan menyetir mobil sendiripun masih diharamkan dan diperdebatkan. Lebih dari itu, seorang perempuan tidak diperbolehkan keluar rumah untuk mencoblos dalam pemilihan legislatif maupun eksekutif. Sungguh ironis.
Sebagai pekerja publik dan sebagai bentuk aktualisasi diri, seorang perempuan dituntut memiliki profesionalisme dalam bekerja.
Dia harus selalu tampil segar dalam segala suasana, memiliki rasa percaya diri yang tinggi, memiliki kemampuan dan tanggungjawab penuh terhadap tugas dan kewajibannya dalam pekerjaannya.
Dan mampu selalu menjaga kehormatan dirinya, menjaga nama baik suami dalam pergaulannya dan untuk tidak terjebak ke dalam kehidupan dunia bebas, tanpa batas.
Sesungguhnya, peranan-peranan perempuan dalam gambaran diatas bukanlah hal yang mudah dilakukan semudah seseorang membalikan telapak tangannya.
Perlu usaha dan upaya maksimal dalam pencapainannya dan tentu saja dubutuhkan pemahaman dan pengorbanan yang tidak terbatas baik dari diri perempuan itu sendiri maupun dari pihak-pihak yang ada disekitarnya.
Karena adanya dukungan dari suami, anak-anaknya maupun lingkungan masyarakat akan lebih mempertegas peran multi fungsi seorang perempuan dan pada gilirannya akan membuatnya menjadi perempuan yang sukses.
Dalam islam, banyak sekali penghargaan-penghargaan yang diberikan terhadap seseorang yang selalu melakukan upaya-upaya positif dalam hidupanya yang dilakukan dengan segala kekuatan yang dimilikinya.
Apalagi terhadap perempuan yang dalam hidupnya dalam setiap hari yang dilaluinya, selalu sarat dengan tuhgas dan kewajiban yang tidak terbatas.
Bahkan ada istilah bahwa tugas perempaun dimulai dari terbitnya matahari sampai dengan terpejamnya mata suaminya.
Tetesan keringatnya kaum perempuan yang bekerja diluar rumah untuk keluarganya akan mendapatkan bayaran mahal dari Allah, bahkan sebelum keringatnya itu menjadi kering.
Dan akan disegerakan dalam pengampunan dosanya ketika kelelahan menghmpiri raganya pada sore harinya, seusai seharian dia bekerja.
Bahkan predikat terbaik akan diterimanya dalam bentuk pujian dari Allah yaitu sebagai seorang mukminah yang kuat yang akan selalu ada dalam cinta-Nya. Wallau A’lam Bi Sawab. ***
Penulis : ATIK ROSANTI, M.Pd
Dosen Universitas Islam Al-Ihya Kabupaten Kuningan