Per 2019, Kuningan mendapatkan penghargaan Kabupaten layak anak selama 4 kali berturut-turut yang diberikan oleh Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Anak.
Dikatakan, penghargaan tersebut merupakan sebagai bentuk aspirasi atas kerja keras yang dilakukan oleh bupati dan stakeholders dalam upaya memenuhi suatu kebijakan tentang pemenuhan hak anak dan perlindungan khusus anak.
Dalam memperingati Hari Anak Nasional, bagaimana kabar Kuningan yang menjadi Kabupaten layak anak di tahun sekarang dan sebelum-sebelumnya?
Terdapat 24 indikator Kabupaten Layak Anak (KLA), yang dicerminkan pada implementasi atas 5 klaster substantif Konvensi Hak Anak, yang meliputi: Klaster 1, Pemenuhan hak sipil dan kebebasan anak; Klaster 2, Pemenuhan hak anak atas lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif; Klaster 3, Pemenuhan hak anak atas kesehatan dan kesejahteraan; Klaster 4, Pemenuhan hak anak atas pendidikan, pemanfaatan waktu luang dan kegiatan budaya; dan Klaster 5, Perlindungan khusus anak.
Fakta di lapangan banyak terjadinya perkawinan anak, kekerasan terhadap anak. Korban yang mengalami kekerasan seksual juga bisa mengalami kekerasan fisik dan menderitas psikis. Dibutuhkan pendampingan juga ruang aman sebagai bentuk pemerintah peduli dan memberikan perlindungan terhadap korban. Kasus kekerasan pada perempuan dan anak tahun 2020 ada sekitar 49 kasus diantaranya 40 kasus anak dan 9 kasus perempuan. Data dari Dinas Pengendalian Penduduk, KB, PP dan PA (DPPKBP3A) Kabupaten Kuningan per Tahun 2020 ada 49 kasus. Menurut Kepala DPPKBP3A, Trisman Supriatna, M.Pd melalui Kabid PP (Pemberdayaan Perempuan) Any Saptarini SH., M.Si sementara hingga bulan Februari 2021 sudah ada 5 kasus di kabupaten Kuningan yang terlapor. Pihaknya hanya menerima laporan, atau pengaduan, terus mencatat, melakukan analisis kebutuhan, kemudian merujuk kepada ahlinya sesuai kebutuhan kasus.
Namun sampai saat ini belum ada upaya pencegahan tindak kekerasan dan perlindungan terhadap perempuan dan anak yang diatur secara komprehensif.
Anak adalah generasi penerus bangsa yang seharusnya dilindungi dan diasuh dengan baik. Pasal 28 B ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan bahwa : “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh kembang, serta perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”.
Dalam situasi pandemi covid 19 ini pemenuhan Hak pendidikan, kesehatan dan perlindungan anak atas tindakan kekerasan adalah hal utama. Apakah Pemerintah Daerah Kuningan sudah membuat Desain pemenuhan Hak Anak hingga anak anak di Kabupaten Kuningan tetap dapat menikmati proses pendidikan , Kesehatan dan perlindungan dari kekerasan dengan baik?
Pembelajaran daring yang menjadi solusi dari situasi pandemi Covid-19 dikatakan lebih efektif dan efesien untuk dilakukan. Pembelajaran daring memiliki efek yang sangat berbeda dengan pembelajaran tatap muka. Efek besar yang dirasakan adalah terkait sikap seperti kedisiplinan anak untuk belajar, mengerjakan dan mengumpulkan tugas yang diberikan oleh guru sangat rendah. Terlebih, masih banyak anak di daerah terpencil yang tidak bisa melaksanakan pembelajaran daring karena tidak memiliki fasilitas penunjang seperti konektivitas jaringan internet.
Dampak COVID-19 ini sangat dirasakan terutama oleh anak-anak dari keluarga rentan sehingga kehidupan yang dihadapi anak akan semakin sulit. Hasil penelitian terhadap anak remaja menunjukkan bahwa selama masa pandemi COVID-19 anak merasa bosan menjalani kehidupan dan merasa kesepian. Adanya permasalahan yang dihadapi anak-anak di masa pandemi akan memicu rendahnya kesehatan mental anak-anak dan tentunya akan membahayakan kondisi sumberdaya manusia di masa akan datang.
Melihat persoalan di atas, kami heran kenapa kuningan bisa jadi kabupaten layak anak sementara sisi lain stunting kuningan begitu tinggi, berati ada persoalan mendasar yg harus di selesaikan dan jangan di tutup tutupi, yaitu faktor kemiskinan dan kesejahteraan sosial masyarakat kuningan masih jauh dari harapan, kami PMII meminta agar pemwrintah daerah, bupati, legislatif lebih serius menyelesaikan persoalan dasar untuk generasi kami kedepan yg lebih baik.
PMII Kuningan juga meminta dengan tegas kepada setiap stakeholder yang memiliki kebijakan untuk betul-betul menjamim atas pemenuhan hak pendidikan, kesehatan dan perlindungan dari diskriminasi.
Salah satu upaya prevensi yang harus dilakukan adalah membuat kebijakan mengenai hukuman terhadap pelaku
tindak kekerasan terhdaap anak, dengan tegas. Karena saat ini dinilai belum memberikan efek jera kepada pelaku maupun orang-orang yang potensial menjadi pelaku. Hal ini disebabkan, ada kecenderungan
hukuman pidana yang dikenakan terhadap pelaku tindak kekerasan terhadap anak menggunakan referensi KUHP dan belum sepenuhnya menggunakan Undang-Undang
Perlindungan Anak. Juga harus memaksimalkan dalam optimalisasi penyuluhan sosial untuk mencegah terdinya tindak kekerasan terhadap anak.
Penulis adalah
Ketua terpilih PC PMII Kuningan,
Evi Novianti