KUNINGAN (MASS) – Jika saat ini Rata-rata Lama Sekolah (RLS) masyarakat Kabupaten Kuningan adalah 7,89 tahun atau tidak tamat kelas 2 SLTP, maka dalam 5 tahun kedepan diprediksi bisa naik ke 8,3 tahunan.
Hal itu yang diungkap peneliti Jamparing Research Topic Offirstson, M Si M Pd ke Kuningan Mass pada Kamis (17/7/2025) sore tadi. Tidak sembarangan, Topic memprediksi dengan data dan simulasi angka yang jelas.
Prediksi kenaikan RLS sendiri, mulanya dipresentasikan Topic dalam diskusi akademis dan ilmiah Jamparing Research sehari sebelumnya. Diskusi sendiri digelar sekretariat Jamparing Jalan Kasturi Gerba No.6 Desa Kasturi, Kuningan.
Dikatakan Topic, prediksi RLS naik ke 8,3 tahunan dalam 5 tahun kedepan (sesuai masa jabatan pasangan Bupati-Wakil Bupati Dian-Tuti), jika BPS menghitung RLS masyarakat Kabupaten Kuningan mulai dari penduduk usia 25 tahun ke atas.
“Tentu masih jauh dari target Wajar Dikdas (Wajib Belajar Pendidikan Dasar) 9 tahun atau bahkan 12 tahun,” kata Topic, mengawali paparan.
Secara detil, peneliti Jamparing itu memprediksi angka tersebut dengan melakukan metode parsial pada angka RLS saat ini sebesar 7,89 dengan prediksi RLS penduduk yang akan berusia 25 tahun, pada 5 tahun yang akan datang.
“Dengan interpolasi ini maka dapat diprediksi bahwa rata-rata lama sekolah Kabupaten Kuningan baru akan berada di angka 8,3 an pada tahun 2029/2030,” kata Topic.
“Tentu ini dengan asumsi bahwa rata-rata lama sekolah saat ini dihitung dari usia 25 tahun ke atas,” imbuhnya.
Ia mengungkap fenomena lambatnya kenaikan rata-rata lama sekolah ini disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya oleh angka harapan hidup di Kabupaten Kuningan yang tinggi.
“Angka ini sangat baik untuk indek kesehatan, sementara disisi lain menjadi penghambat pada angka rata-rata lama sekolah,” tuturnya.
Penyebab lainnya, kata Topic, adalah rendahnya masyarakat Kabupaten Kuningan yang melanjutkan pendidikan pasca sarjana. Padahal, lanjutnya, data ini sangat berpengaruh pada peningkatan rata-rata lama sekolah Kabupaten Kuningan.
Selain itu, faktor lainnya yang mempengaruhi lambatnya kenaikan RLS adalah kurang optimalnya peran pendidikan non formal kesetaraan paket A, B, dan C.
“Jika saja ada kebijakan fasilitasi pendidikan non formal ini bagi masyarakat usia di atas 25 tahun tentu ini akan sangat membantu secara signifikan untuk akselerasi peningkatan rata-rata lama sekolah,” jelas Topic.
Sebenarnya, pada kondisi saat ini, ujar Topic, masyarakat Kabupaten Kuningan sudah sangat baik terhadap pendidikan, dimana anak-anak usia sekolah hampir semuanya sekolah dan melanjutkan hingga tingkat SLTA.
“Maka dipandang perlu Pemerintah Daerah mencoba memiliki data rata-rata lama sekolah usia 15 hingga 25 tahun sebagai data pemantauan perkembangan rata-rata lama sekolah agar dapat memprediksi seberapa besar kemajuan pendidikan di Kabupaten Kuningan,” ungkapnya berpendapat.
Sebagai alternatif solusi untuk akselerasi peningkatan rata-rata lama sekolah di Kabupaten Kuningan, Topic menyarankan beberapa program diantaranya sebagai berikut:
1. Himbauan kepada aparatur pemerintah dan masyarakat pada umumnya agar melanjutkan studi ke tingkat yang lebih tinggi, S1, S2, S3. Jika dimungkinkan Pemda juga memfasilitasi beasiswanya.
2. Bagi masyarakat yang masih produktif namun bukan usia sekolah, dapat didorong untuk menaikan jenjang pendidikannya melalui program pendidikan kesetaraan paket A, B, C.
Hal ini perlu dukungan regulasi dari Pemerintah Daerah, misalnya bagi perangkat Desa, Karangtaruna, dan masyarakat produktif lainnya yang pendidikan dasarnya belum ditempuh.
3. Menjaga jangan sampai ada anak putus sekolah, minimal hingga tamat SLTA
4. Memfasilitasi pendidikan kesetaraan bagi santri pondok-pondok pesantren yang santrinya hanya mesantren dan tidak sekolah. Tentu dalam hal ini Pemda harus memiliki data pondok pesantren yang ada dan melakukan suvervisi lapangan untuk mendata secara baik sesuai fakta lapangan.
5. Tekan biaya pendidikan agar benar-benar terjangkau oleh masyarakat, hal ini walaupun sudah ada dana bos, tapi di beberapa lembaga pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat maupun pemerintah masih ada beban biaya yang harus dipenuhi, tentu sepanjang logis dan tidak menyalahi regulasi memang sah-sah saja, namun sekiranya bisa diminimalisir maka ini akan jauh lebih baik lagi.
(eki)