KUNINGAN (MASS) – Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) DPRD Kabupaten Kuningan menyoroti keras kondisi Jalan Lingkar Timur Selatan (JLTS) yang kini dinilai terlantar dan berubah menjadi aset tanah terbengkalai. Proyek strategis yang semula diharapkan membuka akses ekonomi wilayah selatan itu justru disebut menjadi salah satu penyebab gagal bayar keuangan daerah.
“Pemerintah jangan diam. JLTS jangan dibiarkan menjadi beban mati yang terus menggerus keuangan daerah. Harus ada langkah konkret tahun 2026 nanti,” tegas Ketua Fraksi PKB DPRD Kuningan, Drs. H. Moch Ghozali, M.Si, dalam pandangan umum Fraksi PKB terhadap RAPBD 2026, Selasa (7/10/2025).
Menurut Ghozali, pengelolaan aset daerah selama ini masih jauh dari optimal. Ia menilai, banyak aset strategis yang seharusnya bisa menghasilkan nilai tambah justru terbengkalai tanpa arah yang jelas.
“Termasuk tanah untuk JLTS itu. Kita minta rencana aksi yang jelas. Kalau memang mau digarap, garaplah dengan perencanaan matang. Kalau tidak, jangan biarkan jadi simbol gagalnya manajemen aset daerah,” ungkapnya.
Pada RAPBD 2026, Fraksi PKB juga menyoroti penurunan belanja modal yang signifikan dari Rp189,33 miliar di 2025 menjadi Rp146,05 miliar di 2026. PKB mendesak agar alokasi belanja modal diarahkan pada proyek-proyek publik yang berorientasi pemberdayaan ekonomi rakyat dan pemerataan pembangunan.
“Ini menunjukkan semakin kecilnya porsi anggaran yang langsung dirasakan masyarakat,” ujarnya.
Fraksi PKB mengingatkan agar tragedi gagal bayar yang sempat menjerat keuangan daerah tidak terulang di tahun 2026.
“Kita harus berhenti dengan kebijakan yang hanya tampak ambisius di atas kertas. APBD harus berpihak pada rakyat, bukan pada angka-angka semu,” tegas Ghozali.
Selain menyoroti JLTS, Fraksi PKB juga mempertanyakan target Pendapatan Asli Daerah (PAD) tahun 2026 yang ditetapkan sebesar Rp475,04 miliar, naik 10,19% dari tahun sebelumnya. Kenaikan drastis pada sektor retribusi dari Rp21,66 miliar menjadi Rp219,24 miliar, disebut fantastis dan berisiko mengulang tragedi gagal bayar.
“Kami khawatir target pendapatan yang terlalu tinggi justru akan menjerumuskan kita pada lubang yang sama seperti sebelumnya. Pemerintah harus realistis dan berbasis data,” tambah Sekretaris Fraksi PKB, Hj. Neneng Hermawati, S.E., M.A.
Selain masalah fiskal dan aset, Fraksi PKB juga menyoroti minimnya perhatian terhadap sektor pendidikan keagamaan, pondok pesantren, dan insentif guru ngaji. Fraksi PKB juga meminta pemerataan akses layanan kesehatan hingga ke wilayah pinggiran serta mendorong agar program pemberdayaan UMKM dan koperasi mendapat porsi lebih besar di APBD 2026.
“Perda Nomor 1 Tahun 2023 tentang Fasilitasi Pesantren jangan hanya jadi dokumen pajangan. Harus ada anggaran nyata untuk para kiai dan guru ngaji,” pungkas Neneng. (argi)
