KUNINGAN (MASS) – Selama sebulan lamanya umat islam yang sudah tertaklif syariat diwajibkan berpuasa. Puasa sendiri sering diartikan memindahkan jadwal makan dan minum ke dua waktu, sebelum subuh dan sesudah Maghrib. Benarkan demikian ?
Pengajar Pondok Al-Istiqomah Subang Ustadz Supritna S Pd menyebutkan puasa secara harfiah adalah segala bentuk
menahan, apapun jenis dan konteksnya.
“Secara arti kata memang puasa, saum adalah menahan. Menahan apapun, termasuk menahan berdekatan misalnya karena sedang pandemi, itu termasuk puasa secara harfiah,” ujarnya saat berbicang dengan kuninganmass.com Rabu (6/5/2020) sore.
Lebih lanjut, Ustadz yang juga mengajar di sekolah tersebut menjelaskan puasa secara harfiah meliputi banyak hal. Puasa diartikan sebagai menahan segala hal yang membatalkan puasa, serta pahalanya, dari terbit fajar hingga terbenamnya matahari.
“Maka dari itu, para ulama membagi puasa dalam beberapa tingkatan. Ada puasa Awam, puasa Khas, puasa Khawasil Khusus,” imbuhnya.
Adapun puasa awam, diterangkan ustadz muda tersebut, biasa diartikan sebagai menahan diri dari hal-hal dhahir saja, seperti makan dan minum.
“Puasa khas lebih jauh lagi, menahan segala yang membatalkan pahala puasa, menahan ghibah, menahan pandangan, menahan maksiat, tapi mengharap ganjaran, pahala dan balasan dari allah,” terangnya.
Untuk tingkatan yang lebih tinggi, khawasil khusus, diterangkan Ustadz, berpuasanya lahir dan batin. Namun, orang tersebut sudah tidak mengharapkan apapun dari pencipta-Nya, mutlak karena ketaatan.
“Orang yang berpuasa, sudah tidak mengingat ganjaran dan pahala. Semua dia serahkan pada allah. Dia hanya ingin allah ridho dengan mengerjakan perintahnya. Mudah-mudahan kita setidaknya bisa berpuasa secara khas,” harapnya diakhir perbincangan. (eki)