KUNINGAN (MASS) – Ikatan Pemuda Pelajar dan Mahasiswa Kuningan (IPPMK) menghadiri diskusi film dokumenter berjudul Belenggu: Demokrasi Kriminal pada Kamis (21/12/2023) kemarin. Dalam film tersebut dibahas dan dipersoalkan terkait implikasi Presidential Threshold (PT) 20% terhadap kesehatan demokrasi Indonesia.
Gelaran diskusi dan produksi film dokumenter tersebut merupakan hasil inisiasi Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) dengan Taiwan Foundation for Democracy. Bukan hanya IPPMK, LP3ES mengundang berbagai elemen untuk mendiskusikannya bersama NGO, peneliti, serta mahasiswa dari berbagai universitas.
“PT 20% merupakan anomali demokrasi. PT 20% sama sekali tidak sesuai dengan prinsip demokrasi, khususnya electoral justice, namun tetap saja dipertahankan. Boleh jadi ini merupakan kepentingan partai besar agar kekuasaannya terjaga, atau oligarki agar dapat mempertahankan posisinya sebagai cukong bagi sebagian politisi. Jika saja PT 20% tidak ada, peran masyarakat jauh lebih besar dalam menentukan capres/cawapres. Maka sikap kami adalah terus kritis dan melawan, itulah karakter pemuda intelektual IPPMK Kuningan,” ujar Ketua Umum IPPMK Alfath Hidayatullah dalam forum diskusi.
Substansi dari film Belenggu: Demokrasi Kriminal berisikan pandangan para ahli, politisi, dan pemerhati demokrasi di Indonesia terhadap PT 20%. PT 20% sendiri merupakan syarat minimum perolehan suara sebanyak 20% agar partai politik dapat mencalonkan seseorang sebagai calon presiden dan wakil presiden.
Mayoritas ahli berpendapat bahwa adanya PT 20% tidak sehat untuk demokrasi Indonesia. Hal tersebut dikarenakan adanya PT 20% menghambat para kandidat potensial untuk mencalonkan diri sebagai capres/cawapres. Dampaknya, masyarakat Indonesia memiliki opsi pemimpin yang terbatas.
PT 20%, dianggap telah mendegradasi nilai dari demokrasi itu sendiri. Putra dan putri bangsa potensial yang seharusnya dapat menghibahkan diri untuk kepentingan rakyat, harus berhadapan dengan kongkalikong politik antar partai yang memiliki persentase suara sebanyak 20%.
Jegal-menjegal dari elite partai politik yang berkepentingan dalam Pemilu dapat dengan mudah menggagalkan potensi kandidat capres/cawapres. Bila pun seseorang dapat mencalonkan dirinya, dapat dipastikan ia telah terlibat lobbying politik dengan partai dan hal tersebut berimplikasi terhadap tersanderanya jabatan publik oleh partai terkait.
“Jika saja PT 20% tidak ada, masyarakat dapat memiliki opsi pemimpin yang lebih banyak, putra-putri terbaik bangsa dapat berkontestasi dengan mudah, dan jabatan publik tidak tersandera kepentingan partai,” kata Alfath. (eki)