KUNINGAN (MASS) – Pemungutan Suara Ulang diatur dalam Undang-undang No. 1 Tahun 2015 Tentang Pemilihan Gubernur Bupati dan Wali Kota dalam
Pasal 112 ayat (2) huruf c jo Peraturan KPU No. 17 Tahun 2024 Tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara Pasal 50 ayat (3) huruf c, yang isi bunyinya : “Petugas KPPS merusak lebih dari satu Surat Suara yang digunakan oleh pemilih sehingga surat suara tersebut menjadi tidak sah”.
Yang jadi persoalan merusak surat surat suara tersebut apakah bersifat kasuistis hanya di beberapa Tempat Pemungunan Suara saja atau bersifat masif artinya pelanggaran yang dilakukan secara besar-besaran di seluruh tempat pemungutan suara.
Jika persoalan tersebut diajukan permohonan ke Mahkamah Konstitusi Peserta pemilihan yang mengajukan permohonan ke Mahkamah Konstitusi dibebani beban pembuktian untuk membuktikan adanya perusakan surat suara sehingga surat suara tersebut tidak sah.
Menurut ketentuan pasal 49 Peraturan KPU no 17 tahun 2024 tentang pemungutan dan pengitungan suara, yang isi bunyinya “pemungutan suara ulang dan penghitungan suara ulang dapat terjadi karena :
a. bencana alam dan/atau kerusuhan atau keadaan tertentu;
b. rekomendasi Panwaslu Kecamatan, bawaslu kabupaten/Kota, atau Bawaslu Provinsi dan/atau
c. putusan Mahkamah Konstitusi.
Peserta Pemilihan (Pasangan Calon) yang keberatan atas penetapan suara hasil pemilihan oleh KPU Kabupaten dapat mengajukan permohonan bukan gugatan pembatalan penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU Kabupaten/Kota kepada Mahkamah Konstitusi (Pasal 157 ayat (4) UU No.10 Tahun 2016 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota).
Peserta Pemilihan mengajukan permohonan kepada Mahkamah Konstitusi sebagai dimaksud pada Ayat (4) paling lambat 3 (tiga) hari kerja tergitung diumumkannya penetapan perolehan suara hasil pemilihan oleh KPU Provinsi dan/atau KPU Kabupaten/Kota (pasal 157 Ayat (5) UU No 10 tahun 2016 Tentang pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.
Perlu kami beritahukan bahwa Mahkamah Konstitusi memeriksa dan mengadili perselisihan hasil pemilihan (PHP) tidak memeriksa dan mengadili kecurangan di antaranya politik uang. Dalam pemberitaan, Tim Pemenangan O2 melalui Tim hukumnya mempertimbangkan mengadukan KPU Kuningan dan Bawaslu Kuningan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dengan dasar apakah ada permulaan yang cukup adanya pelanggaran kode etik, dan jika benar ada upaya mengadukan ke DKPP Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati merupakan sivic edukatif dan ada kemajuan politik dalam proses politik pemilihan Bupati dan Wakil Bupati dengan harapan Pemilu Anggota DPR, DPD Presiden dan Wakil Presiden, DPD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota serta pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota di laksanakan secara Demokratis.
Penulis :
Hamid S.H.M.H.
Advokat dan Mantan Divisi Hukum KPU Kabupaten Kuningan