KUNINGAN (MASS) – Indonesia merupakan salah satu dari negara berkembang yang menghadapi peningkatan permintaan listrik sebanyak 10% setiap tahunnya. Untuk mengatasi krisis listrik dan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil yang mahal dan cadangannya yang terus menipis, pemerintah berupaya meningkatkan peran energi terbarukan dari panas bumi (geotermal) sebagai penghasil listrik. Selain berkarakter bersih dan ramah lingkungan, geotermal juga diklaim tidak dapat diekspor, tidak membutuhkan lahan yang luas, bebas kenaikan harga bahan bakar fosil dan tidak bergantung pada cuaca.
Proyek ini terus diupayakan, mengingat wilayah kita memiliki potensi energi geotermal terbesar di dunia yang tersebar lebih dari 300 titik dari Sabang sampai Merauke. Namun sayang, hingga saat ini pemanfaatannya belum maksimal.
Namun, rencana pembangunan geotermal di wilayah gunung Ciremai, kabupaten Kuningan Jawa Barat, meskipun potensinya cukup besar, yang ada di desa Sangkanhurip cadangan terduga 25 MW, di Ciniru 75 MW, dan di Pajambon 135 MW, sejak digulirkan pada tahun 2011 telah menuai reaksi penolakan dari sejumlah elemen. (Kuninganmass.com, 15/6/2021)
Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Barat, Meiki W. Paendong mengkhawatirkan dampak buruk yang akan ditimbulkan, baik dampak sosial maupun lingkungan. Padahal untuk ketersediaan energi listrik di Jawa Bali sudah surplus 3000 Mega Watt. Ia juga meminta kepada pemerintah provinsi Jawa Barat dan pemerintah kabupaten Kuningan agar tidak meremehkan efek proyek ini. (suaracirebon.com, 21/6/2021)
Polemik atau kekhawatiran warga wajar terjadi mengingat melihat fakta pada proyek-proyek yang sudah berlangsung di beberapa daerah yang menimbulkan banyak kerusakan alam, seperti yang sudah terjadi di Pengalengan Kamojang, gunung Papandayan, dan Wayang Windu. Diantaranya berubahnya tata guna lahan, terganggunya kelimpahan dan keanekaragaman biota di sekitar wilayah PLTP akibat dari perambahan hutan dan perburuan liar.
Pencemaran air akibat pegeprasan bukit menyisakan sedimen tanah yang terkooptasi zat-zat, baik yang berbahaya maupun yang tidak berbahaya, yang akhirnya hanyut ke mata air dan sungai. Juga berakibat mengeringnya sumber mata air, sehingga aktivitas warga mulai terganggu, termasuk sektor pengairan pertanian. Sebagai contoh pencemaran di PLTP Baturraden di Banyumas Jawa Tengah, PLTP Ngebel di Ponorogo Jawa Timur, PLTP Labendong di Tomohon Sulawesi Utara, dan PLTP Jaboi Sabang di Aceh.
Karena proyek ini biasanya berada di wilayah hutan lindung gunung, maka pada pembukaan hutan mengakibatkan tanah menjadi rentan dan mudah longsor. Dengan berkurangnya pepohonan hutan ini pun menyebabkan cuaca semakin panas. (Trianto W.M dan Sulistyono, “Sumber Limbah dan Potensi Pencemaran Penggunaan Sumber Daya Alam (Geothermal) Pada Industri Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP), Swara Patra, Vol. 9, No. 2, h. 54)
Pengambilan air secara besar-besaran saat injeksi pada proyek ini, juga dapat memicu gempa bumi lokal. (cnnindonesia. com, 10/9/2019)
Senyatanya proyek-proyek yang menyisakan persoalan banyak terjadi Karena pengelolaan sumber daya alam – sumber daya alam di negeri ini diserahkan pada swasta.
Itulah wajah kapitalis terbukti gagal mengatur kehidupan. Bukannya menjaga lingkungan, justru malah merusaknya. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) hanya prasyarat di atas kertas, tanpa realisasi. Ibarat habis manis sepah dibuang. Setelah puas mengeruk kekayaan alam, rakyat menderita karena harus tertimpa dampaknya.
Hanya Islam yang memiliki konsep yang jelas dalam pembangunan demi kemaslahatan dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan.
Islam hadir sebagai rahmat bagi seluruh alam. Islam mengajarkan pentingnya menjaga keseimbangan alam. Solusi yang ditawarkan Islam meliputi hulu hingga hilir, integral, dan komprehensif, dengan menempatkan manusia sebagai pusat keseimbangan alam.
Dalam mengelola sumber daya alam termasuk geotermal, Islam tidak akan mengabaikan pelestariannya walaupun dieksplorasi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Eksplorasi panas bumi akan dilakukan dengan berpijak pada beberapa hukum syara’ berikut :
Pertama, Islam mengatur kepemilikan harta, yaitu kepemilikan individu, kepemilikan umum, dan kepemilikan negara. Kekayaan alam berupa geotermal dalam Islam dikategorikan sebagai kepemilikan umum. Kepemilikan ini wajib dikelola oleh negara. Sedangkan hasilnya diserahkan untuk kesejahteraan masyarakat umum secara cuma-cuma atau dengan harga yang terjangkau . Sebaliknya, haram hukumnya menyerahkan pengelolaannya kepada induvidu, swasta, apalagi asing. Oleh karena itu eksplorasi yang dilakukan tidak boleh serampangan. Meskipun milik umum, namun masyarakat hanya boleh mengambil manfaat sebatas untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, bukan untuk dieksploitasi semaunya sendiri.
Negara juga tidak boleh menjual aset-aset milik umum atau melakukan privatisasi, karena itu bukan miliknya. Sabda Rasulullah Saw :” Kaum muslim berserikat (memiliki hak yang sama) dalam tiga hal: air, padang rumput, dan api” ( HR. Ibnu Majah)
Rasulullah Saw juga bersabda: ” Tiga hal yang tidak boleh dimonopoli: air, rumput, dan api.” (HR. Ibnu Majah)
Kedua, Islam mengenal konsep perlindungan lingkungan hidup yang disebut dengan hima, kata ini berasal dari bahasa Arab yang artinya perlindungan. Hima secara umum bermakna kawasan tertentu yang di dalamnya ada sejumlah larangan berburu dan mengeksploitasi tanaman.
Nabi Muhammad Saw pernah menetapkan sejumlah kawasan di sekitar Madinah sebagai hima. Diantarnya Hima an-Naqi yang diberlakukan di dalamnya larangan berburu dalam radius 4 mil dan larangan merusak tanaman dalam radius 12 mil.
Pada masa Khalifah Umar bin Khatab, di wilayah lain Madinah pernah ditetapkan sebagai Hima Ar-Rabadhah, yaitu kawasan yang lebih mirip tanaman industri, karena berupa tanaman palem dan beberapa tanaman yang dikonsumsi. Adapun orang yang berhak memanfaatkannya hanyalah orang-orang yang membutuhkan.
Ketiga, Islam mengajarkan mencintai alam dan lingkungan. Ketika hendak mengirim pasukan ke Syam, Abu Bakar ra berpesan:”…. Janganlah kalian menenggelamkan pohon kurma atau membakarnya. Janganlah kalian memotong binatang ternak atau menebang pohon yang berbuah. Janganlah kalian meruntuhkan tempat ibadah, janganlah kalian membunuh anak-anak, orang tua, dan wanita.” (HR. Ahmad)
Hadits ini mengisyaratkan bahwa Islam sangat memperhatikan alam dan lingkungan. Dalam kondisi perang saja kita dilarang merusak tanaman, apalagi dalam keadaan damai.
Keempat, Islam mendorong aktivasi tanah mati, dengan cara menanaminya. Rasulullah saw bersabda :”Siapa saja yang menghidupkan tanah mati, maka tanah itu miliknya dan orang yang memagarinya tidak memiliki hak setelah tiga tahun.” (HR. Abu Yusuf)
Kelima, negara akan memetakan wilayah mana yang tepat untuk dieksploitasi baik tambang, pertanian, maupun perkebunan, tanpa mengabaikan Amdal di dalamnya, mengkajinya dengan serius dan menyesuaikan pembangunan infrastruktur dengan topografi dan karakter alam di wilayah tersebut.
Keenam, negara akan melaksanakan penghijauan dan reboisasi agar fungsi hutan atau pepohonan tidak akan hilang.
Demikianlah, untuk menyelesaikan polemik pengelolaan kekayaan alam, termasuk pengelolaan geotermal, mau tidak mau kita harus kembali pada ketentuan syariah Islam. Selama pengelolaannya didasarkan pada aturan sekuler kapitalis, maka hanya akan memberikan keuntungan bagi perusahaan pengelola saja dan tidak banyak memberikan manfaat bagi seluruh masyarakat. Pastinya, berlimpahnya sumber daya alam kita, tidak akan melahirkan keberkahan.
Sebagaimana firman Allah Swt di dalam surat Al-A’raf ayat 96: “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan keberkahan dari langit dan bumi. Tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan. “
Wallaahu a’lamu bishshawaab.
Siti Rosyidah, S.H.I
(Penggiat Literasi)