KUNINGAN (MASS) – 2010 adalah tahun pertama kalinya saya mengenal dunia adat, budaya, dan segala aspek tata krama pesantren dari daerah kelahiran orang tua saya.
Kalo orang ada yang tanya pendidikan terbaik itu apa, lantang saya jawab “PESANTREN!”. Kenapa demikian? Bukan karena kurikulumnya, bukan karena fasilitas mewah tapi semua karena penerapan ilmu yang luar biasa diberikan oleh poro masyaikh.
Di Pesantren saya akhirnya mempelajari konsep antara “mengajar” dan “mendidik”.
Mengajar lebih condong kepada konsep memberi pengetahuan dan pelajaran. Berbeda dengan mengajar, mendidik lebih condok menghantarkan pengetahuan, pelajaran dan juga penerapan dari sebuah ilmu.
Hubungan emosional yang dibangun juga sungguh berbeda, maka disinilah kita pahami bahwa hubungan guru dengan murid itu bukan hanya dalam ruang kelas tapi lebih dari itu.
Dan kita pahami serta amini juga sudah sejak ratusan tahun lalu pesantren mencetak kader yang menjadi pioneer di negara tercinta ini. Maka, sudah waktunya para guru atau pendidik belajar bagaimana para pendidik dengan tampilan sarungnya di pesantren menciptakan kader untuk bangsa.
Namun hari ini seakan-akan pesantren hanya sebuah tempat membuang anak nakal dan juga tempat orang tua yang tidak ada waktu mengurusi anaknya maka solusinya taruh di pesantren.
Padahal dulu para sesepuh kita meyakini bahwa pesantren bukan hanya sekedar itu saja, pesantren menjadi tempat penggemblengan anak muda baik dalam kecerdasan dalam wawasan berpikir maupun wawasan spiritualitas. Pesantren harus bangkit menjadi pusat peradaban dan pembangunan bangsa Indonesia ini.
Penulis: Muhammad Hanif
Status: Dewan Pengurus Pesantren KHAS Ciwedus, Wasekjend DPP IMAKIPSI