PENDAHULUAN
Bangsa Indonesia terkenal dengan suku dan budayanya, yang dimana beraneka ragam dan multikulturalnya. penting bagi Indonesia, namun konflik internal sulit menjaganya. Pendidikan patriotisme dan multikultural membantu individu memahami nilai-nilai kebangsaan dan membangun rasa cinta Indonesia. Sekolah dan keluarga berperan penting mengembangkan pendidikan patriotisme dan kesadaran nasional. Memperkuat integrasi nasional melalui pendidikan akan membangun negara Indonesia yang kuat dan maju.
Pendidikan sangat penting untuk membangun rasa cinta dan kesadaran sebagai bagian dari negara Indonesia. Dengan pendidikan, kita bisa memahami nilai-nilai dasar Indonesia, memperkuat rasa memiliki terhadap negara, dan meningkatkan kesadaran untuk menjaga kesatuan dan persatuan. Pendidikan juga tidak hanya memberikan pengetahuan dan keterampilan, tetapi membentuk karakter dan sikap positif.
Dalam menghadapi globalisasi dan perubahan yang cepat masyarakat Indonesia menghadapi berbagai macam ujian dan tantangan diantaranya terjadi konflik dimana-mana, baik konflik antar desa, konflik antara masyarakat dengan aparat pemerintah. Konflik antara buruh dengan pemilik modal yang didukung pemerintah mengenai UU Tenaga Kerja, konflik petani yang menolak beras import dan kelangkaan pupuk, konflik Lurah desa yang memperjuangkan nasibnya, konflik pro dan kontra Undang-undang Pornografi dan porno aksi. Konflik yang berbau suku, golongan, ras dan agama (SARA) merebak di berbagai daerah dan jika dibiarkan tidak diatasi dengan arif oleh pemerintah maka akan terjadi kekacauan masif.
Secara khusus konflik yang berbau SARA berakar pada ketidakmampuan bangsa Indonesia untuk mengatur konflik dalam menejemen konflik dan mengemasnya menuju masyarakat yang lebih progresif. Terlebih-lebih bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai macam suku, bahasa, dan berbagai macam agama serta kepercayaan memiliki tuntutan dan kepentingan yang berbeda-beda. Oleh karena itu jika pemerintah tidak hati-hati dalam mengelola kehidupan berbangsa dalam masyarakat majemuk dengan arif maka sudah dapat diprediksi akan terjadi Balkanisasi, Libanonisasi atau disintegrasi bangsa pasti akan terjadi.
Perkembangan sejarah Indonesia, serat diwarnai dengan konflik-konfllik sosial dan disertai dengan tindak kekerasan sehingga mengancam kesatuan – persatuan bangsa dan negara. Pengalaman masa lalu sering timbul peperangan antar kerajaan dan setelah kemerdekaan serta berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) juga sering timbul konflik yang membawa fanatisme kedaerahan. Konflik sosial sering bertendensi politik dan ujung-ujungnya ingin melepaskan diri dari NKRI seperti yang terjadi saat ini di Papua. Oleh karena itu dengan diberikannya pendidikan multikultural di tingkat SD diharapkan konflik sosial yang distruktif dapat diredam atau diatasi sehingga disintegrasi bangsa diharapkan tidak terjadi.
Tinjauan Historis
Istilah multikultural secara marak digunakan sekitar tahun 1950 di Kanada. Menurut Longer Oxford Dictonary, istilah multikultural diambil dari surat kabar yang terbit di Kanada yang menggabarkan sebuah masyarakat Montreal Kanada sebagai masyarakat yang multikultural dan multi bahasa. Sedangkan Istilah pendidikan multikultural secara sederhana adalah pendidikan tentang keragaman kebudayaan dalam merespon perubahan demografis dan kultural lingkungan bahkan dunia secara keseluruhan. Hal ini sejalan pendapat Paulo Freire yang dikutip oleh Endah Setiorini: “bahwa pendidikan bukan merupakan menara gading, yang menjauhi realitas sosial-budaya melainkan harus mampu menciptakan tatanan masyarakat yang berpendidikan, berbudaya dan mengedepankan nilai-nilai eqalitarian, demokrasi, kebebasan dan persaudaraan.” (Endah Setiarini, 2006: 2).
Pendidikan multikultural merupakan respon dari keragaman populasi sekolah, sebagaimana tuntutan persamaan hak bagi setiap kelompok etnis. Pendidikan multikultural merupakan pengembangan kurikulum dan aktivitas pendidikan untuk memasuki berbagai pandangan. Sedangkan secara luas pendidikan multicultural mencakup seluruh siswa tanpa membedakan kelompok, baik gender, etnis, ras, budaya, strata sosial dan agama.
Di Indonesia pendidikan multikultural relatif baru, pendekatan pendidikan multikultural dianggap lebih sesuai bagi masyarakat Indonesia yang heterogen dan multi etnis. Apalagi pada masa era otonomi daerah dimana konsep sentralisasi bergeser ke desentralisasi dalam kebijakan-kebijakan tertentu. Pendidikan multikultural yang dikembangkan di Indonesia sejalan dengan perkembagan demokrasi yang sedang dijalankan sekaligus sebagai penyeimbang terhadap kebijaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah. Apabila kebijakan pendidikan multi kultural dilaksanakan dengan sembrono dan tidak hati-hati justru akan menyebabkan kedalam perpecahan nasional dan disintegrasi bangsa (Aprellina Setyawati, 2005: 12).
Pentingnya Peran Pendidikan dalam merawat relasi etnis untuk mencapai integrasi bangsa
Pendidikan multikultural memainkan peran kunci dalam membangun integrasi nasional yang kuat dan sehat. Pendidikan multikultural mengajarkan toleransi, saling menghormati, dan memahami perbedaan sebagai sumber kekayaan budaya. Dalam konteks Indonesia, pendidikan multikultural sangat penting mengingat keragaman budaya, etnis, dan agama yang ada di Indonesia. Dengan pendidikan multikultural, individu dapat memahami keragaman ini sebagai sesuatu yang memperkaya, bukan sebagai sumber konflik.
Pendidikan multikultural sangat penting di Sekolah Dasar (SD) khususnya dalam pengajaran ilmu pengetahuan sosial. Pendidikan multikultural adalah proses penanaman cara hidup untuk menghormati secara tulus, dan toleran dalam keberagaman budaya yang hidup di tengah-tengah masyarakat majemuk. Dengan diberikannya pendidikan multikultural diharapkan adanya kelenturan mental bangsa dalam menghadapi konflik-konflik yang berbau suku antar golongan ras dan agama (SARA), sehingga persatuan bangsa tidak mudah retak dan terjadi disintegrasi bangsa.
Peran Guru dalam Mengajarkan Pendidikan Multikultural
Guru memiliki peran sentral dalam mengajarkan pendidikan multikultural di sekolah. Guru dapat menjadi fasilitator yang membantu siswa memahami dan menghargai perbedaan. Para Guru dapat menciptakan lingkungan belajar yang aman dan inklusif di mana siswa merasa nyaman untuk berbicara tentang perbedaan mereka. Guru juga dapat menggunakan metode pengajaran yang sesuai untuk memfasilitasi diskusi dan pemahaman yang lebih mendalam tentang perbedaan.
DAFTAR PUSTAKA
Aprelliana Setyowati, 2005. Pendidikan Multikultural, Yogyakarta: FIP UNY
Daniel Nuhamera, dkk., 2004. Makalah Mata Kuliah Pembentuk Kepribadian Pendidikan Agama Kristen, Jakarta: Depdiknas Dirjen Pendidikan Tinggi Proyek Peningkatan Tenaga Akademik.
Endah Setyorini, 2005. Pendidikan Multikultural, Yogyakarta: FIP UNY.
Penulis : M. Miftahul Rizqi