KUNINGAN (MASS) – Pemimpin itu ibarat hati dalam tubuh. Artinya, kebaikan dan keburukan seorang pemimpin itu berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat yang dipimpinnya. Jika hati (pemimpin) baik, maka baiklah anggota badan yang lain (masyarakat). Jika hati (pemimpin) rusak, maka rusak pula yang lainnya (masyarakatnya).
Dari An Nu’man bin Basyir RA, Nabi SAW bersabda, “Ingatlah bahwa di dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baik pula seluruh jasad. Jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah bahwa ia adalah hati (jantung).” (H.R. Bukhari dan Muslim).
Ibnul Qoyyim dalam muqoddimah kitabnya Ighatsatul Lahfan Min Masha’id Asy-Syaihtan, mengatakan, “Karena hati bagi segenap anggota tubuh laksana raja (pemimpin) yang mengatur bala tentaranya. Semua perbuatan berasal darinya dan atas perintahnya. Dia bebas menggunakannya sesuai keinginannya, sehingga semuanya berada di bawah kekuasaan dan perintahnya. Dialah yang menyebabkan keistikamahan dan kesesatan. Kekuatan kayakinan dan kelemahan tekad akan mengikutinya”.
Dalam konteks kepemimpinan, hadis di atas menegaskan bahwa kebaikan (kesalehan) dan keburukan seorang pemimpin akan memberikan pengaruh (dampak) dalam kehidupan masyarakat yang dipimpinnya, bahkan berpengaruh pula terhadap kehidupan makhluk hidup lainnya, selain manusia.
Hasan Al-Qashab menyebutkan, kesalehan Khalifah Umar bin Abdul Aziz sebagai seorang pemimpin telah memancarkan rahmat, tidak hanya kepada rakyatnya melainkan juga kepada binatang. Diriwayatkan selama kepemimpinan Khalifah Umar bin Abdul Aziz, serigala dan domba dapat hidup berdampingan dalam satu padang penggembalaan. Ketika ditanya bagaimana mungkin serigala itu tidak menyerang domba, sang penggembala menjawab, “Bila kepala baik, maka seluruh badan juga akan baik.”
Pun, kehancuran dan kegagalan suatu bangsa juga dipengaruhi oleh pemimpinnya, termasuk dipengaruhi oleh orang yang memiliki pengaruh, dan orang kaya di negeri tersebut. Maka, waspadalah, dan waspadalah!
Dalam hal ini Al-Quran menegaskan, “Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah), tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.” (QS al-Isra [17]: 16).
Dalam ayat tersebut ditegaskan, jika Allah berkehendak menghancurkan suatu negeri akibat dosa dari penduduknya, Allah perintahkan orang kaya, orang yang memiliki pengaruh, dan pemimpin di negeri itu untuk taat kepada-Nya. Ketika mereka menolak untuk taat, maka orang lain (rakyat) di negeri itu pun mengikuti mereka dalam menolak ketaatan, sehingga turunlah siksa Allah kepada semuanya. Dan, negeri itu menjadi binasa dan hancur dengan sehancur-hancurnya, meskipun secara fisik negeri itu masih ada.
Semoga Allah membimbing para pemimpin dan orang-orang yang memiliki pengaruh di negeri ini agar selalu taat kepada-Nya, sehingga mendatangkan kebaikan dan kemaslahatan untuk negeri ini, dan terhindar dari kegagalan. Amin ya Rabbal alamin.***
H. Imam Nur Suharno, M.Pd.I.
Kepala Divisi HRD dan Personalia Pesantren Husnul Khotimah, Kuningan, Jawa Barat