KUNINGAN (MASS) – Permasalahan RS Umum Daerah Kabupaten Kuningan (RSUD 45) dari tahun ke tahun periode ke periode kepemimpinan direktur nampaknya tidak ada perubahan.
Masalah yang selalu muncul ialah masalah pelayanan yang selalu kurang responsif terhadap pasien maupun keluarga pasien. Bukan rahasia umum lagi hal-hal kurang menyenangkan kerap terjadi.
Demikian yang diutarakan Genie, seorang ayah yang baru-baru ini merasakan kejadian tidak mengenakan ketika membawa anak sulungnya berobat ke RSUD 45.
Diceritakan, Senin (14/6/2021) kemarin Genie membawa anak sulungnya untuk berobat ke poli anak karena sudah 4 hari mengalami batuk, pilek, demam serta sesak nafas.
“Kenapa saya bawa anak saya berobat ke RSUD 45 itu karena tidak jauh dari tempat kerja saya. Jadi kalaupun nanti harus dirawat ketika jam istirahat saya bisa melihat kondisi anak saya. Kebetulan saya bekerja di Jalan Ir H Juanda,” tuturnya.
Ketika mendaftarkan sang anak, Genie menggunakan jalur umum, tidak menggunakan BPJS. Untuk pemeriksaan ia membayar biaya pendaftaran sebesar enam puluh ribu rupiah.
Setelah melakukan pendaftaran Genie diarahkan untuk langsung ke poli anak dan secara kebetulan tidak mengantri. Tidak berselang lama dilakukan pemeriksaan oleh dokter dan disarankan untuk dirawat di rumah sakit.
Genie dan istri menyetujui untuk dilakukan perawatan dikarenakan kondisi anak sulungnya yang mengkhawatirkan. Setelah dilakukan proses administrasi di poli anak serta telah mendapatkan kamar untuk perawatan Genie pun diminta untuk melakukan beberapa penyelesaian proses lainnya.
“Setelah dari poli anak dan mendapatkan kamar saya diminta untuk ke apotek rawat inap untuk mengambil obat selanjutnya ke admisi lalu ke laboratorium untuk diambil sampel darah dan rapid kemudian ke bagian radiologi untuk di lakukan foto rontgen,” ceritanya.
Namun mekanisme yang dilakukan pria 30 tahun ini ternyata dianggap salah oleh bagian administrasi. Setelah dari apotek rawat inap Genie harus ke laboratorium dahulu. Permintaan staf administrasipun dituruti olehnya.
“Saya langsung ke lab dong untuk melakukan pengecekan dan membayar 195.000 rupiah. Setelah selesai oleh staf lab saya disarankan untuk ke admisi lagi sambil menunggu hasil lab keluar,” tutur mantan aktivis HMI tersebut.
Setelah dari lab, dirinya ke bagian radiologi untuk dirontgen. Di situ Genie mendapat pertanyaan yang menurutnya konyol.
“Staf radiologi memeriksa berkas saya dan menganggap anak saya rawat jalan. Saya menjelaskan bahwa anak saya itu rawat inap dan sudah dapat kamar. Staf radiologi pun bertanya, kenapa rawat inap saya harus membayar jasa radiologi duluan, padahal biasanya di akhir ketika pasien pulang, semua di kalkulasi, tapi menurut dia sama saja, dan saya tidak mempermasalahkan, saya pun melakukan pembayaran sebesar 51.000 rupiah di kasir, setelah menunjukan bukti pembayaran barulah anak saya dilakukan rontgen,” bebernya.
Sama seperti di lab sambil menunggu hasil keluar Genie disarankan untuk ke admisi. Dia pun melakukan apa yang disarankan. “Tetapi lagi lagi anak saya lagi-lagi ditolak oleh admisi untuk masuk ruangan dengan alasan menunggu hasil dari lab yang menurut admisi sekitar 30 menit,” keluhnya.
Karena melihat dan menganggap anaknya dalam kondisi yang mengkhawatirkan mengalami sesak nafas serta dehidrasi Genie kemudian berinisiatif untuk menanyakan hasil lab secara langsung. Dia kaget ketika mendapatkan jawaban bahwa hasil pemeriksaan lab anaknya keluar 2 jam kedepan.
“Ini yang jadi masalah, mengapa pasien harus menunggu administrasi selesai baru mendapatkan penanganan. Padahal pasien sudah mendapatkan kamar. Karena khawatir terhadap kondisi anak saya terpaksa membatalkan rawat inap di RSUD 45 dan memilih membawa ke RS Sekarkamulyan,” rungutnya sambil geleng-geleng kepala.
Menurut ayah 2 anak ini, managemen RSUD 45 dari tahun ke tahun, dari kepemimpinan sebelum sebelumnya tidak ada perubahan dalam hal layanan terhadap masyarakat.
Untuk itu ia berharap kepada Bupati, Wakil Bupati, serta anggota legislatif di komisi pendidikan dan kesehatan bisa menanggapi permasalahan RSUD 45 ini secara serius. Sebab RSUD 45 merupakan rumah sakit milik pemerintah daerah, yang kebanyakan anggarannya disokong oleh pemerintah daerah yang diharapkan bisa melayani masyarakat secara maksimal.
“Tidak luput pula peran sekda yang harus bisa memberikan bimbingan kepada ASN yang bertugas di RSUD 45 agar ramah, senyum serta memberikan rasa nyaman kepada pasien maupun keluarga pasien,” pinta mantan pengurus KNPI itu.
Ketika dikonfirmasikan, Direktur RSUD 45 Kuningan, dr Deki Saifullah belum merespon. (deden)
yoga
12 Agustus 2023 at 07:11
Emang paraaaaahhhh