KUNINGAN (MASS) – Dunia pendidikan termasuk didalamnya pendekatan pembelajaran terus mengalami perkembangan seiring dengan perubahan kebutuhan dan karakteristik suatu generasi. Dalam hal ini generasi yang dimaksud adalah Generasi Z yang lahir antara tahun 1997-2012 dan Generasi Alpha yang lahir setelah tahun 2012 (Asfiani, A., & Rapi, M., 2024). Menurut Hayati, E. N. M. (2024) bahwa Generasi ini tumbuh dan berkembang dalam lingkungan digital.
Mereka terlahir langsung akrab dengan penggunaan dan pemanfaatan teknologi, serta memiliki akses tanpa batas atas informasi yang tersedia. Generasi Z dan Alpha juga dianggap memiliki kemampuan yang multitasking. Sehingga karakteristik yang mereka miliki harus diimbangi dengan pendekatan yang relevan. Pendekatan yang relevan yang dimaksud adalah pendekatan pembelajaran yang lebih fleksibel, simpel dan mandiri yang kemudian disebut pendekatan heutagogi.
Apa Itu Pendekatan Heutagogi?
Menurut Muhid, A. (2021) Heutagogi, atau self-determined learning, adalah pendekatan pedagogi yang menempatkan pembelajar sebagai pusat dari proses pembelajaran (student center learning). Marie dalam Putri, N. A., & Wiyono, B. B. (2023) menjelaskan bahwa pendekatan heutagogi dalam pembelajaran dianggap sebagai solusi untuk memberikan pengalaman pembelajaran yang dapat meningkatkan kepribadian, kemandirian, dan kedewasaan belajar.
Berbeda dengan pedagogi tradisional yang sering kali bersifat instruksional, heutagogi memberikan kebebasan kepada pembelajar untuk menentukan tujuan pembelajaran, mengidentifikasi sumber daya, dan mengelola proses belajar mereka sendiri. Dalam konteks ini, guru berperan sebagai fasilitator yang membantu peserta didik mengembangkan keterampilan untuk belajar secara mandiri.
Mengapa Heutagogi Relevan bagi Generasi Z dan Alpha?
1. Karakteristik Digital-Native
Generasi Z dan Alpha tumbuh dan berkembang bersama dengan teknologi digital sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari mereka. Generasi ini terbiasa mencari dan menemukan informasi secara mandiri melalui internet dan terbiasa dengan konsep pembelajaran dalam jaringan (daring) atau online (Oktavia, S., 2019). Pendekatan heutagogi dianggap cocok dengan gaya belajar ini karena memberikan fleksibilitas kepada mereka untuk memilih metode dan materi pembelajaran yang paling sesuai dengan minat, bakat dan kebutuhan mereka.
2. Bentuk Kemandirian
Generasi ini memiliki hak otonomi dalam menentukan keterlibatan yang aktif dalam proses pembelajaran mereka. Pendekatan heutagogi mendukung perkembangan kemandirian ini dengan mendorong peserta didik untuk mengambil tanggung jawab atas pembelajaran mereka sendiri, mulai dari menetapkan tujuan hingga mengevaluasi hasil. Kemandirian yang dihasilkan pendekatan heutagogi diharapkan dampat mendukung Pendidikan karakter. Hal ini ditujukan sebagai bentuk upaya menunjang pembangunan sumber daya manusia (Saepudin, 2018).
3. Kemampuan Beradaptasi
Di zaman yang mengalami perubahan begitu cepat, kemampuan untuk belajar secara mandiri dan terus-menerus merupakan keniscayaan dan membutuhkan keterampilan khusus. Heutagogi mengajarkan keterampilan ini dengan memfokuskan pada proses pembelajaran yang tidak hanya tentang memperoleh pengetahuan, tetapi juga tentang bagaimana belajar itu sendiri. Ini memungkinkan Generasi Z dan Alpha untuk tetap relevan dan adaptif dalam meningkatkan pembelajaran terhadap perubahan di masa depan (Dzikri, D., 2023).
Implementasi Heutagogi di Kelas
Menerapkan heutagogi dalam pendidikan formal khususnya pada generasi z dan alpha memerlukan perubahan paradigma baik dari sisi pendidik maupun peserta didik. Berikut adalah beberapa cara untuk menerapkan pendekatan ini:
1. Pembelajaran Berbasis Proyek (Project-Based Learning)
Dalam pendekatan ini, peserta didik diberikan kebebasan untuk memilih topik proyek yang sesuai dengan minat mereka, menetapkan tujuan pembelajaran, dan mengelola proses penyelesaian proyek secara mandiri. Guru dalam hal ini hanya berfungsi sebagai fasilitator, mediator atau pembimbing yang memberikan dukungan sesuai dengan kebutuhan peserta didiknya.
2. Penggunaan Teknologi
Teknologi memainkan peran penting dalam penerapan pendekatan heutagogi. Platform pembelajaran online, alat kolaborasi digital, dan sumber daya pendidikan terbuka dapat digunakan untuk memberikan akses ke berbagai materi belajar. Peserta didik dapat menggunakan teknologi ini untuk mengeksplorasi topik yang mereka minati dan mengembangkan pemahaman mereka secara mandiri.
3. Evaluasi Berbasis Refleksi
Pendekatan heutagogi menekankan pada evaluasi berbasis refleksi di mana peserta didik diminta untuk menilai pencapaian mereka sendiri dan proses yang mereka lalui. Ini membantu peserta didik dalam memahami kekuatan dan kelemahan mereka, serta mengembangkan keterampilan untuk pembelajaran sepanjang hayat.
Tantangan dan Solusi
Pendekatan heutagogi sudah menawarkan banyak manfaat bagi pendidik dan peserta didik dalam penerapannya namun disamping itu pendekatan ini juga menghadapi beberapa tantangan yang harus segera dituntaskan dengan solusi yang tepat.
1. Kurangnya kesiapan peserta didik dalam belajar mandiri
Tantangan: Tidak semua peserta didik memiliki kemampuan dan keterampilan belajar mandiri yang baik dalam pendekatan heutagogi. Beberapa peserta didik mungkin terbiasa dengan instruksi langsung dan kurang percaya diri dalam mengelola pembelajaran mereka sendiri.
Solusi: Implementasikan program pelatihan yang fokus pada pengembangan keterampilan belajar mandiri, seperti manajemen waktu, penetapan tujuan, dan evaluasi diri. Guru dapat memulai dengan pendekatan scaffolding, di mana mereka memberikan lebih banyak bimbingan pada awalnya dan secara bertahap mengurangi dukungan seiring dengan meningkatnya kemandirian peserta didik.
2. Keterbatasan dalam menyusun tujuan pembelajaran
Tantangan: Peserta didik mungkin kesulitan dalam menetapkan tujuan pembelajaran yang jelas dan realistis tanpa panduan yang cukup. Ini bisa menyebabkan kebingungan dan kurangnya arah dalam proses belajar.
Solusi: Guru dapat membantu peserta didik dalam proses penetapan tujuan dengan memberikan kerangka kerja atau contoh-contoh spesifik. Selain itu, diskusi kelompok atau sesi konsultasi individual dapat digunakan untuk memastikan bahwa tujuan yang ditetapkan peserta didik sesuai dengan kemampuan mereka dan relevan dengan materi yang dipelajari.
3. Kendala teknologi
Tantangan: Tidak semua peserta didik memiliki akses yang sama terhadap teknologi yang dibutuhkan untuk belajar secara mandiri, seperti perangkat komputer atau koneksi internet yang stabil.
Solusi: Sekolah dapat menyediakan akses ke teknologi yang diperlukan melalui program pinjaman perangkat atau akses ke laboratorium komputer. Selain itu, materi pembelajaran harus tersedia dalam berbagai format (online dan offline) untuk memastikan inklusivitas dan aksesibilitas bagi semua peserta didik.
4. Kesulitan dalam evaluasi pembelajaran
Tantangan: Pendekatan heutagogi yang berpusat pada pembelajar sering kali sulit untuk dievaluasi dengan metode tradisional. Guru mungkin kesulitan dalam menilai kemajuan peserta didik yang mengikuti jalur pembelajaran yang sangat individual.
Solusi: Gunakan evaluasi berbasis portofolio dan refleksi diri, di mana peserta didik mengumpulkan bukti pembelajaran mereka dan merefleksikan pencapaian mereka. Guru dapat memberikan umpan balik yang bersifat formatif dan mendorong peserta didik untuk melakukan evaluasi diri secara berkala. Ini memungkinkan penilaian yang lebih holistik dan sesuai dengan karakter heutagogi.
5. Resistensi dari pendidik dan peserta didik
Tantangan: Perubahan pendekatan pembelajaran dari model tradisional ke heutagogi dapat menghadapi resistensi baik dari pendidik yang mungkin kurang familiar dengan pendekatan ini, maupun dari peserta didik yang merasa nyaman dengan metode instruksional konvensional.
Solusi: Melakukan pelatihan dan pengembangan profesional bagi pendidik untuk membekali mereka dengan pemahaman dan keterampilan yang diperlukan dalam heutagogi. Selain itu, proses transisi dapat dilakukan secara bertahap, dengan memperkenalkan unsur-unsur heutagogi secara perlahan sambil tetap mempertahankan beberapa elemen instruksional tradisional yang familiar bagi peserta didik.
Kesimpulan
Heutagogi adalah pendekatan pembelajaran yang sangat relevan untuk Generasi Z dan Alpha yang tumbuh di era digital. Dengan menekankan kemandirian, fleksibilitas, dan adaptasi, heutagogi tidak hanya membantu mereka dalam memperoleh pengetahuan tetapi juga mengembangkan keterampilan penting untuk sukses di masa depan.
Pendekatan ini menuntut perubahan dalam cara kita memandang pendidikan, namun hasilnya dapat menghasilkan pembelajar yang lebih mandiri, inovatif, dan siap menghadapi tantangan di dunia yang terus berubah. Pendidik dalam menghadapi Generasi Z dan Alpha yang sekaligus menjadi peserta didik di sekolah harus sudah mempersiapkan diri agar mampu beradaptasi dengan diterapkannya pendekatan ini.
Referensi:
- Andini, F., & Adenan, A. (2024). Hedonisme dan implikasinya pada gen-z: telaah QS. Al-Hadid ayat 20.
- Asfiani, A., & Rapi, M. (2024). Pengaruh Penggunaan Bahan Ajar Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti Berbasis Aplikasi Quizizz Terhadap Motivasi Peserta Didik di UPT SMP Negeri 1 Pangkajene Sidrap. ISEDU: Islamic Education Journal, 2(1), 32-40.
- Dzikri, D. (2023). IMPLEMENTASI MEDIA PEMBELAJARAN DALAM RANGKA MEMENUHI KEBUTUHAN BELAJAR GENERASI Z. Jurnal Tahsinia, 4(2), 401-414.
- Hayati, E. N. M. (2024). Karakteristik Belajar Generasi Z Dan Implikasinya Terhadap Desain Pembelajaran Ips. Jurnal Pembelajaran, Bimbingan, dan Pengelolaan Pendidikan, 4(8), 8-8.
- Muhid, A. (2021). Heutagogi: memerdekakan mahapeserta didik belajar di era revolusi digital.
- Oktavia, S. (2019). Peran perpustakaan dan pustakawan dalam menghadapi generasi digital native. Bibliotika: Jurnal Kajian Perpustakaan dan Informasi, 3(1), 81-89.
- Putri, N. A., & Wiyono, B. B. (2023). Hubungan Pendekatan Heutagogi, Fasilitas Pembelajaran Dan Teacher Digital Competence (Tdc) Dengan Kreativitas Guru Di Smp Negeri Kabupaten Blitar. Else (Elementary School Education Journal): Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Sekolah Dasar, 7(2).
- Saepudin, A. (2018). Konsep Pendidikan Karakter dalam Perspektif Psikologi dan Islam. Syntax Literate; Jurnal Ilmiah Indonesia, 3(1), 11-20.
Penulis: Dr. Aep Saepudin, M.Pd.I
Dosen Universitas Islam Al-Ihya Kuningan