KUNINGAN (MASS) – Pemuda adalah pemimpin masa depan bangsa. Adigium tersebut sangat sering terdengar dan terbaca di mana-mana, yang memiliki makna bahwa pemuda merupakan pewaris peradaban bangsa. Selain itu, sejarah mengungkapkan perjuangan pemuda pada masa penjajahan di Nusantara, tercatat sejak abad ke-20 mulai banyak organisasi-organisasi yang didirikan entah itu Boedi Utomo, SDI dan lain-lain. Namun, yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana pemuda-pemuda tersebut mengorganisir mereka sendiri.
Apabila kita melihat kondisi kurun waktu 1910an dan 1920an, masa-masa kolonial yang mulai membudayakan politik etis dalam menggantikan sistem tanam paksa. Zaman telah berkembang, kehidupan saat ini sudah sangat berbeda dengan apa yang menjadi perjuangan di masa lampau. Pemuda sebagai harapan bangsa merupakan aset penentu arah gerak bangsa. Karena jika kita membaca tulisan-tulisan John Ingleson dapat kita raba bahwa seluruh gerakan—entah itu aksi ataupun demonstrasi hingga pemogokan—hari ini sejatinya merupakan gerakan buruh. Karena penindasan terhadap hak-hak sangat komgkrit dirasakan oleh para buruh pada masa lampau, khususnya masa kolonial.
Sekilas tentang masa kolonial
Walaupun seperti diumumkan oleh Ratu Willema pada pidatonya di tahun 1901 yang mengatakan “negeri Belanda memiliki kewajiban untuk mengusahakan kemakmuran penduduk Hindia belanda”. Ungkapan tersebut tidak lain merupakan desakan dari golongan liberal yang ada di parlemen. Pada saat itu, orang-orang berhaluan progresif ini mengajukan tuntutan untuk memperhatikan warga Pribumi Hindia Belanda.
Desakan tersebut timbul dari pemikiran, bahwasanya negeri Belanda telah berhutang banyak kepada Hindia Belanda atas kekayaan yang telah dinikmati. Tiga poin yang menjadi isi pokok politik etis, walaupun mengalami penyimpangan, tapi jika kita teliti lagi dari tahun 1910an sampai dengan 1920an di mana terjadi pengembangan setidaknya sedikit tentang keterampilan membaca—ilmu pengetahuan.
Oleh sebab itu, perubahan sosial yang paling berpengaruh adalah perubahan dalam bidang ekonomi, makanya di sana muncullah organisasi berhaluan ekonomi seperti Sarekat Dagang Islam yang kemudian bertransformasi menjadi Sarekat Islam agar dapat masuk pada semua bidang—tidak hanya di bidang ekonomi saja, hingga timbul partai bernama PKI.
Masalah sosial dan ekonomi memang cenderung melahirkan konflik. Apalagi pada masa kolonial, masa tersebut masih kental yang dinamakan dengan rasisme. Klas-klas sosial yang tercipta bukan hanya proletar dan borjuis, tapi di sisi lain adapula klas sosial yang terbagi diantaranya keturunan Eropa asli, keturunan Arab Cina & peranakan Eropa dan inlander atau pribumi asli. Tapi, yang perlu diperhatikan adalah perkembangan rakyat Hindia Belanda pada saat itu yang memiliki kesadaran dalam memperjuangkan hak-haknya.
Seperti sosok Tirto Adji Suryo yang berjuang dalam bidang jurnalistik. Beliau mendirikan media pertama yang seluruh perkerjanya merupakan pribumi. Namun, subjek perjuangan yang kongkrit pada saat itu adalah kaum buruh, dalam artian aktivitas-aktivitas ekonomi dan perkembangannya menyangkut hubungannya dengan pemenuhan hak terhadap kaitan antara majikan dan buruh. Kesadaran terhadap upah yang relatif kecil, jam kerja yang cukup panjang dan kesejahteraan sosial yang tak terpenuhi. Aksi-aksi mogok tersebut terjadi seperti di pelabuhan-pelabuhan diantaranya pelabuhan Surabaya dan Semarang.
Sejak saat itu, media koran, jurnal dan majalah menjadi ruang publik untuk melakukan kritik terhadap pemerintahan kolonial. Apalagi dengan adanya media medan priyai yang secara frontal melakukan kritik pedas jika terdapat penyimpangan-penyimpangan yang terjadi. Perjuangan-perjuangan pemuda masa lampau cukup jelas, yaitu untuk mewujudkan kemerdekaan bangsa, menghapuskan penindasan dan mencari keadilan baik—sosial ataupun ekonomi.
Perkembangan yang tak terduga, memaksa untuk beradaptasi
Setelah kita mencoba melihat masa lampau. Sekarang mari kita coba melihat problem akhir-akhir ini. Dalam UU no 40 tahun 2009 yang berbunyi “Pemuda adalah warga negara Indonesia yang memasuki periode penting pertumbuhan dan perkembangan yang berusia 16 (enam belas) sampai 30 (tiga puluh) tahun”.
Jadi, harus seperti apa pemuda saat ini? Yaitu pemuda yang berkarakter, berkapasitas, kreatif dan memiliki komitmen tinggi untuk terlibat dalam perubahan (think outside the box). Karena, jika pemuda dewasa ini tetap stagnan mau tidak mau akan tergilas oleh dampak Industri 4.0, di mana dampak itu timbul diakibatkan oleh adanya Artificial intelligence (kecerdasan buatan) IoT (Internet of Things/ internet segalanya) dan Big data.
Sehingga yang akan terjadi di masa-masa perkembangan industri 4.0 ini yakni kendaraan tanpa pengemudi, robot yang menggantikan pekerjaan manufaktur, AI yang menggantikan beberapa pekerjaan seperti teller bank, wartawan dan lain-lain, begitupun dengan arus informasi yang besar yang kemudian menggantikan jasa konsultasi berbasis analisi data.
Tantangan-tantangan tersebut haruslah bisa ditangani oleh bangsa kita khususnya oleh pemuda itu sendiri, dengan cara yang cukup sederhana yaitu setidaknya menjadi kriteria yang telah disebutkan di atas. Apalagi sejak adanya SDGs/Sustainable Development Goals yang menggantikan MDGs/Millenial Sustainable Development Goals. SDGs itu sendiri adalah tujuan pembangunan berkelanjutan yang harus dicapai pada tahun 2030. Di mana pembangunan tersebut memiliki fokus pada tiga wilayah, diantaranya Ekonomi, Sosial dan Lingkungan Hidup. Selain tiga fokus tersebut, SDGs memilik 17 tujuan dan 169 capaian lebih lengkapnya bisa dicek pada https://www.sdg2030indonesia.org/page/1-tujuan-sdg .
Setidaknya pemuda di era sekarang harus bisa memiliki daya cipta yang dapat membangun bangsa. Memang penting untuk menjadi seorang yang memiliki wawasan yang luas dan ilmu pengetahuan yang mumpuni (human capital). Namun, untuk menjadi seorang yang bisa melakukan perubahan, yang diperlukan adalah kemampuan dalam mewujudkan membangun serangkaian nilai dan norma yang dimiliki bersama oleh tiap anggota dari masyarakat tersebut agar terjalinnya sebuah kerjasama diantara mereka, itu lah yang disebut sebagai Social Capital (Fukuyama: 1999).
Penutup
Perjuangan pemuda sudah terjadi sejak dahulu. Yang jadi problem adalah kita perlu memaknai sejarah yang terjadi dengan kondisi yang terjadi pada saat itu. Cukup penting untuk mengetahui sejarah, khususnya sejarah bangsa kita sendiri terkait kepentingan untuk mencoba memprediksi apa yang harus dilakukan sekarang dan apa yang akan terjadi di masa yang akan datang.
Oleh sebab itu, pemuda yang merupakan aset bangsa harus memiliki kesadaran terhadap tanggung jawab yang harus dilakukan, mengingat apa yang sekirannya dibutuhkan bangsa saat ini. Pemerintah adalah susunan masyarakan yang terkuat dan berpengaruh maka dari itu pemerintah berkewajiban untuk memnegakan keadilan dan bertanggungjawab untuk mewujudkan kemakmuran bagi masyarakat nya sendiri. Karena pemerintah dibentuk atas dasar musyawarah secara demokratis, dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat.
Penulis adalah seorang Mahasiswa semester lima IAIN Syekh Nurjati Cirebon, jurusan Hukum Keluarga, Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam. Selain itu penulis juga banyak belajar dalam malam rabu bersama buku aksi dua jam membaca tanpa gadget atau gawai bisa dicek dalam Instagram: @mrbb_cirebon.
Penulis: Inggil Abdul Kafi (Mahasiswa IAIN asal Manis Kidul)