KUNINGAN (MASS) – Kebijakan jam malam pelajar yang mulai diberlakukan di berbagai wilayah Jawa Barat, termasuk Kabupaten Kuningan, menuai berbagai tanggapan. Meski secara prinsip dinilai sebagai langkah preventif yang baik, implementasinya dinilai masih jauh dari harapan.
Regulasi tersebut bermaksud untuk mencegah pelajar terlibat dalam aktivitas berisiko di malam hari, seperti pergaulan bebas, penyalahgunaan narkoba, tawuran, dan bentuk kenakalan remaja lainnya. Namun, efektivitas program itu dipertanyakan karena lemahnya pelaksanaan di lapangan.
“Saat sebuah kebijakan baik tidak dijalankan dengan cermat, ia akan kehilangan maknanya,” ujar Firgy Ferdansyah, Pengurus Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Kuningan, Jumat (13/6/2025).
Menurutnya, masih banyak sekolah yang belum memahami aturan secara menyeluruh, dan sosialisasi kepada orang tua pun dinilai minim. Kondisi sosial yang kompleks, seperti pelajar yang bekerja malam demi ekonomi keluarga atau remaja yang tidak memiliki rumah aman, tidak diakomodasi dalam kebijakan tersebut.
Firgy menekankan Pemerintah Daerah harus memastikan kebijakan, memiliki kerangka pelaksanaan yang menyeluruh, bukan sekadar aturan administratif. Ia mengusulkan agar disediakan alternatif kegiatan malam yang positif, seperti program belajar malam di balai desa, pelatihan keterampilan, serta kegiatan keagamaan dan seni.
Selain itu, ia juga meminta Dinas Pendidikan untuk tidak tinggal diam. Peran aktif lembaga dibutuhkan dalam mengedukasi, memperkuat karakter pelajar, serta memantau aktivitasnya.
“Jangan sampai regulasi ini hanya menjadi tanggung jawab aparat keamanan,” ucapnya.
Firgy juga menyoroti peran Polres Kuningan sebagai garda terdepan dalam pengawasan. Menurutnya penting melakukan pendekatan humanis dan edukatif dalam penegakan aturan.
“Pelajar bukan kriminal. Menertibkan tidak harus selalu dengan patroli dan razia. Dibutuhkan kerjasama yang erat dengan tokoh masyarakat dan organisasi pemud,” tegasnya.
“Jam malam pelajar bukan program yang buruk. Ini langkah preventif yang bijak jika dijalankan dengan niat melindungi, bukan menghukum,” ujar Firgy.
Ia menegaskan, tanpa eksekusi yang tepat dan komitmen serius dari seluruh pemangku kepentingan, program tersebut hanya akan menjadi simbol tanpa dampak nyata.
“Program ini harus dikawal dengan baik, dievaluasi, dan dilibatkan masyarakat serta pelajarnya sendiri. Jika tidak, maka kita hanya akan menyaksikan kebijakan bagus yang gagal berdampak karena dijalankan tanpa komitmen.” pungkasnya. (didin)