KUNINGAN (MASS) – Pelanggaran pemilihan berasal dari temuan pelanggaran pemilihan, dan atas laporan pelanggaran pemilihan langsung WNI yang mempunyai hak pilih. Temuan pelanggaran pemilihan merupakan hasil aktif Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten, Panwaslu Kecamatan dan Kelurahan/Desa, dan Pengawas TPS setiap tahapan penyelenggaraan. Dan pelanggaran pidana pemilihan dengan cara tertangkap tangan atau bawaslu melihat seseorang sedang melakukan perbuatan pelanggaran pidana pemilihan (Op heterdadbetrapt), dan berdasarkan bukti permulaan yang cukup terhadap seseorang yang diduga keras melakukan tindak pidana (Pasal 17 KUHAP), bawaslu menindak lanjut, dan meneruskan ke pihak Kepolisian Negara Repuplik Indonesia sebagai unsur Gakumdu besama Kejaksaan guna kepentingan dilakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan hingga berkas perkaranya dilimpahkan ke Pengadilan sampai ada putusan pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap (incraht van gewijsde).
Sejalan dengan Indonesia Negara Hukum (Pasal 1 ayat (3) UUD Negara RI Tahun 1945), dan Indonesia adalah Negara Hukum/Rechtsstaat bukan Negara Kekuasaan/machtsstaat (Sesuai dengan penjelasan UUD Tahun 1845 sebelum diamandemen) serta hukum sebagai panglima (supremai of law) dan perlakukan sama dihadapan hukum/equality before the law/persamaan dalam hukum (Pasal 27 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945), siapapun dia termasuk tokoh politik tertentu meskipun berbeda keyakinan, idiologi, agama atau suku, baik pejabat Negara, Pejabat Daerah, Aparatur Sipil Negara (UU No. 20 Tahun 2023 tentang ASN Pasal 5), Pegawai Aparatur Sipil Negara terdiri dari :
a. Pegawai Negeri Sipil, dan;
b. PPPK
Berdasarkan UU No. 10 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Uu No. 1 Tahun 2015 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Wali Kota Pasal 71 Ayat (1) berbunyi :
“ PEJABAT NEGARA, PEJABAT DAERAH, PEJABAT APARATUR SIPIL NEGARA, ANGGOTA TNI/POLRI, DAN KEPALA DESA ATAU SEBUTAN LAIN/LURAH dilarang mebuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon.”
Yang dimaksud Pejabat Negara sebagaimana diatur dalam Pasal 58 UU No. 20 Tahun 2023 Tentang Aparatur Sipil Negara , yang isi bunyinya :
Pejabat negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57, yaitu :
- Presiden dan Wakil Presiden;
- Ketua, wakil ketua, dan anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat;
- Ketua, wakil ketua, dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat;
- Ketua, wakil ketua, dan anggota Dewan Perwakilan Daerah;
- Ketua, wakil ketua, ketua muda, dan hakim agung pada Mahkamah Agung serta ketua, wakil ketua, dan hakim pada semua badan peradilan kecuali hakim ad hoc;
- Ketua, wakil ketua, dan anggota Mahkamah Konstitusi;
- Ketua, wakil ketua, dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan;
- Ketua, wakil ketua,, dan anggota Komisi Yudisial;
- Ketua dan wakil ketua Komisi Pemberantasan Korupsi;
- Menteri dan jabatan setingkat menteri;
- Kepala perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang berkedudukan sebagai duta besar luar biasa dan berkuasa penuh;
- Gubernur dan wakil gubernur;
- Bupsti/walikota dan wakil bupati/wakil walikota; dan
- Pejabat negara lainnya yang ditentukan oleh Undang – Undang.
Yang dimaksud pejabat daerah Pasal 148 ayat (2) UU No. 23 Tentang Pemerintahan Daerah, yang berbunyi:
“Anggota DPRD kabupaten/kota adalah pejabat daerah kabupaten/kota.”
UU No. 10 Tahun 2016 Pasal 188 Tentang Perubahan Kedua Atas Uu No. 1 Tahun 2015 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Wali Kota, yang berbunyi :
“Setiap pejabat negara, pejabat Aparatur Sipil Negara, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah).”
Unsur Pasal :
- Setiap pejabat negara, pejabat Aparatur Sipil Negara, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah
- Dengan sengaja
- melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71
Sanksi :
- pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan
- denda paling sedikit Rp600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah).
Pkpu Ri No. 13 Tahun 2024 Tentang Kampanye Pasal 53 Ayat (1) berbunyi :
- Gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, walikota dan wakil walikota, pejabat negara lainnya, serta pejabat daerah dapat ikut dalam Kampanye dengan mengajukan izin Kampanye sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan memenuhi ketentuan: termasuk harus
- Tidak menggunakan fasilitas dalam jabatannya, kecuali fasilitas pengamanan bagi pejabat negara sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
- Menjalani cuti di luar tanggungan negara.
CLTN (Cuti di Luar Tanggungan Negara)
- Izin Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh:
- Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri atas nama Presiden, bagi gubernur dan wakil gubernur;
- Gubernur atas nama menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri, bagi bupati dan wakil bupati, serta walikota dan wakil walikota; dan
- Pejabat yang berwenang bagi pejabat negara lainnya dan pejabat daerah sesuai dengan ketentuanPeraturan perundang-undangan.
(3) Surat izin Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
Disampaikan kepada:
- KPU Provinsi untuk pemilihan gubernur dan wakil gubernur; dan
- b. KPU Kabupaten/Kota untuk pemilihan bupati dan Wakil bupati serta walikota dan wakil walikota, paling lambat 3 (tiga) Hari sebelum pelaksanaan Kampanye.
(4) Penyampaian surat izin Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditembuskan kepada:
- Bawaslu Provinsi untuk pemilihan gubernur dan wakil gubernur; dan
- Bawaslu Kabupaten/Kota untuk pemilihan bupati dan wakil bupati serta walikota dan wakil walikota.
Penulis :
Hamid, S.H., M.H. Advokat Praktisi Hukum dan Mantan Divisi Hukum KPU Kuningan
Didin Sayudin, S.H. Advokat Praktisi Hukum
Nopan Eptara, S.H. Advokat Praktisi Hukum
Irma Widayanti, S.H., M.H Advokat Praktisi Hukum