KUNINGAN (MASS)- Ketika tulisan ini dibuat , tercatat kasus corona telah menjangkit lebih dari 1.6 juta penduduk dunia. Sementara itu, di Indonesia sudah menembus angka 4.200 kasus, angka ini diprediksi akan terus bertambah dari hari-kehari. Besarnya potensi dan cepatnya penularan menjadi penyebabnya.
Kondisi seperti ini tentu akan berdampak pada tatanan kehidupan sosial masyarakat khususnya bidang perekonomian. Adanya himbauan sosial distacing dan himbauan untuk beraktivitas dari rumah telah berdampak pada perekonomian masyarakat. Mereka yang berpenghasilan harian dan buruh di kota-kota besar menjadi pihak yang paling merasakan dampak ini.
Bagi mereka yang berprofesi sebagai pedagang dan pekerja harian, penghasilan mereka berkurang karena para pelanggan dan konsumen nya tidak ada. Bagi mereka yang menjadi buruh di perusahaan-perusahaan terpaksa terkena PHK.
Hal ini karena perusahaan pun sudah tidak mampu lagi menjalankan produksi karena permintaan produk semkin sedikit. Kondisi ini membuat para perantau yang mencari penghidupan di kota-kota yang telah menjadi daerah persebaran corona memutuskan untuk mudik lebih awal.
Dari data terkahir yang di publikasi tercatat total lebih dari 35.000 pemudik masuk ke kuningan, jumlah itu dinilai lebih besar lagi karena banyak pemudik yang tidak tercatat sebelum pendataan. Data ini tentu akan terus berubah dan bertambah dari hari kehari.
Fenomena arus mudik lebih awal secara besar-besaran dari kota-kota yang telah terpapar corona menjadi suatu indikator bahwa masyarakat menjadikan desa sebagai tempat berlindung. Ditengah segala ketidak pastian yang mereka alami di kota-kota yang terjangkit corona.
Mereka lebih memilih untuk pulang kampung karena masyarakat menilai desa bisa menjadi pelindung mereka entah dari penularan virus maupun krisis pangan dan ekonomi.
Secara geografis, desa memang memiliki tingkat kerapatan pemukiman dan penduduk lebih rendah dibandingkan dengan perkotaan, sehingga potensi dari penyebaran virus akan semakin kecil. Tidak hanya itu, rendahnya mobilitas manusia di pedesaan dibandingkan dengan di perkotaan dapat memlerkecil potensi tramisi virus corona.
Selain itu, tidak dapat dipungkri lagi bahwa peran desa sebagai benteng pangan menjadi alasan bagi para perantau untuk kembali ke kampung halamannya di desa. Di tengan pandemi corona, pangan niscaya akan menjadi sesuatu hal yang langka di kota-kota besar.
Bukan hanya karena kurangnya pasokan di pasar-pasar, namun juga minimnya penghasilan membuat perantau kesulitan untuk memenuhi kebutuhan pangan di perkotaan ditengah pandemi ini.
Di desa mereka bisa sedikit bernafas lebih lega, setidaknya untuk makan malam istilahnya dalam bahasa sunda mereka cukup “ka leweung” atau “ka kebon” atau memancing di sungai untuk mencari lauk pauk dan bahan makanan.
Tak usah mengeluarkan biaya bahkan bisa mereka dapatkan secara cuma-cuma di alam. Atau mengandalkan bantuan sanak saudara dan tetangga, pait-paitnya seperti itu. Berbeda hal nya dengan di perantauan, apapun mereka harus beli, sementara penghasilan mereka berkurang karena adanya himbauan beraktifitas dirumah.
Pemerintah hendaknya melihat hal ini, sebagai sebuah keniscayaan pada masa pandemi ini dan tidak boleh langsung menyalahkan para perantau yang mudik ditengah pandemi. Kebijakan penguncian wilayah/lockdown yang tidak diambil oleh pemerintah karena harus membiayai seluruh kebutuhan masyarakatnya, harus dibayar dengan gelombang arus mudik dari kota-besar.
Pemerintah harus siap siaga menghadapi para pemudik yang datang, karena tak menutup kemungkinan gelombang pemudik yang datang berpotensi membawa transmisi virus corona dari kota perantauan mereka.
Juga pemerintah harus siap siaga menjaga kestabilan ekonomi daerah, pasalnya krisis pangan siap menjadi ancaman pada masa pandemi ini. Maka kebijakan yang bertumpu pada penguatan sektor pedesaan patut menjadi perhitungan pemerintah kabupaten kuningan.***
Penulis Haerul Jamal
Asal Kecamatan Darma
Mahasiswa IAIN Syekh Nurjati Cirebon