Salah satu manfaat internet adalah membuka jendela pengetahuan sebesar-besarnya tanpa batas, semua informasi apapun ada dan bisa kita cari tahu dalam sekali “klik” pada gawai tergenggam.
Namun, bagaikan dua sisi mata uang, internet dan semua turunannya (tak terkecuali medsos) adalah sebuah entitas yang memiliki kecenderungannya sendiri. meski ia tidak absen dari norma, namun fungsi kontrolnya amatlah lemah. ia akan menampilkan apapun yang dicari meski minim terhadap filter “benar” ataupun “layak”.
Ketika tidak memiliki dasar ilmu yang kokoh dan keyakinan yang kuat serta pemahaman akan fakta yang utuh, arus informasi dunia maya berimplikasi pada diterimanya informasi secara mentah dan bulat tanpa timbangan kredibilitas dan kebenaran yang faktual.
Hoax merajalela, syak wa sangka bertebaran, ujaran kebencian tumpah ruah memenuhi hampir semua konten media sosial kita.
Kemudahan mengakses informasi juga berimplikasi kepada pemahaman manusia (netizen) yang berevolusi menjadi makhluk yang (seakan) serba tahu segalanya, dan berhak berkomentar seenaknya terhadap semua fenomena, padahal sama sekali bukan “ahli” pada isu yang diperbincangkan. ini yang sekarang sedang tren dan menggejala.
PAKAR KOMEN, kira-kira begitulah panggilannya…
Saat heboh soal kontroversi wayang, semua orang berkomentar seakan menjadi pakar wayang.
Saat heboh soal kontroversi TOA, semua orang berkomentar seakan menjadi pakar TOA.
Saat heboh soal kontroversi logo HALAL, semua orang berkomentar seakan menjadi pakar Kaligrafi.
Sebenarnya kita ini siapa?
Kok kita merasa paling tahu semuanya?!
Apakah dengan semua kegaduhan, semua menjadi lebih baik?
لِأَجْلِ الجُهَّالِ كَثُرَ الخِلَافُ بَيْنَ النَّاسِ
وَلوْ سَكَتَ مَنْ لَايَدْرِيْ لَقَلَّ الخِلَافُ بَيْنَ الخَلْقِ
“Karena orang-orang bodohlah terjadi banyak kontroversi di antara manusia. Seandainya orang-orang yang bodoh berhenti bicara, niscaya berkuranglah pertentangan di antara sesama.”
(Imam al-Ghazali dalam kitab “Faishilut Tafriqah bainal Islâm wal Zindiqah”)
Padahal Allah sudah mewanti-wanti dalam al Quran
ولَا تَقۡفُ مَا لَیۡسَ لَکَ بِہٖ عِلۡمٌ ؕ اِنَّ السَّمۡعَ وَ الۡبَصَرَ وَ الۡفُؤَادَ کُلُّ اُولٰٓئِکَ کَانَ عَنۡہُ مَسۡـُٔوۡلً
“Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Karena pendengaran, penglihatan dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya.” (Al Isra : 36)
Yang kemudian penting untuk dipahami bahwa pernyataan di atas tidak dimaksudkan untuk memasung hak berdemokrasi dalam menyampaikan ide, gagasan dan hak bicara ataupun berpendapat. Namun sekedar himbauan untuk sama2 menjadi masyarakat (netizen) yang cerdas, kritis dan bijak penuh pertimbangan dalam menyampaikan pernyataan, wabil khusus di dunia maya.
Ada setidaknya 4 hal yang perlu dipertimbangkan sebelum kita mengunggah postingan atau mengemukakan sebuah gagasan atau pendapat terutama di media sosial :
1. Benar, pastikan informasi yang disampaikan adalah sesuatu yang benar, bukanlah hoax. Hal ini bisa dibuktikan dengan penguatan pihak otoritatif baik dari ahli, alim, atau pemangku kebijakan
2. Akurat, yang berarti teliti ; saksama ; cermat ; tepat dalam menerima maupun membagikan informasi.
3. Lengkap, pastikan informasi yang diterima bersifat utuh dan tidak parsial, sehingga tidak ada kesan memberikan kesimpulan atau justifikasi pada info yang setengah-setengah.
4. Bermanfaat, dan yang utama adalah memastikan bahwa info yang kita bagi adalah sesuatu yang bernilai manfaat, bukan malah madharat yang justru menuai kegaduhan.
Wallahu a’lam bishshowab…
Allahu Robbana. Ampuni Dosa Kami….
Penulis : Hidayat Muttaqin
Penyuluh Agama Wilayah Kantor Kementerian Agama Kuningan