KUNINGAN (MASS) – Setelah dilakukannya penyegelan pada tugu di Curug Goong yang dibangun para penghayat kepercayaan yang berada Paseban, Cigugur Kuningan, Keluarga Paseban merasa hal tersebut merupakan kesewenang-wenangan pemerintah daerah yang telah melakukan pembiaran dan ‘skenario’ cipta kondisi. Hal itu diutarakan salah satu keluarga Paseban, Okky Satrio.
Okky, di hadapan wartawan menjelaskan kronologi terjadinya penyegelan tugu tersebut. Penyegelan, merupakan buntut panjang dari proses yang sudah mulai terlihat, pada akhir bulan lalu.
“Pada tanggal 29 Juni, kita dikirimi surat teguran pertama karena tidak memiliki IMB, pada tanggal 1 Juli-nya, kita kirim surat ke DPMPTSP untuk apa saja syarat terbit IMB, pengajuan,” ujarnya.
Disebutkannya, pada tanggal 6 Juli, pihaknya kembali mendapat surat teguran kedua tentang hal yang sama. Lalu, dua hari berselang, 8 Juli, pihaknya melakukan audiensi ke pihak DPRD Kabupaten Kuningan.
“Nuzul Rachdy, Ketua DPRD mengatakan, kita belum punya juklak-juknis untuk perda no 13 tahun 2019. Disitu kami tanya, kriteria tugu seperti apa, kriteria monument seperti apa, dijawab lagi, kita belum ada juklak juknisnya. (Padahal, red) Perda ini sudah selesai sejak November 2019, sudah setengah tahun belum ada juklak juknisnya,” imbuhnya.
Kemudian, dirinya melanjutkan, pada tanggal 13 Juli datanglah surat teguran ketiga dengan isi yang sama. Sehari berselang, turun juga keputusan DPMPTSP menolak ajuan IMB yang diajukan pihak Paseban. Alasan penolakan yang dilakukan Dinas pimpinan Agus Sadeli tersebut, diutarakan Okky, karena belum adanya juklak-juknis serta melihat kondusifitas.
“Kami bilang, lho situasi kondusifitas itu kan kewajiban negara, untuk melindungi rakyatnya, warganya. Kalau dari bulan April sudah ada sinyalemen seperti itu (situasi kondusifitas, red), dibiarkan. Ada upaya pembiaran, ini kan scenario, namanya cipta kondisi, kami katakan, penyegelan ini satu upaya, bentuk kesewenang-wenangan dari pemda,” tudingnya.
Pengerjaan tugu sendiri, diakuinya sudah dilakukan sejak 2017. Saat ini, tinggal dimatangkan sedikit, dan hanya sekitar 15% lagi pengerjaan selesai.
“Tapi ini kan mereka main api. Mereka main dengan isu, (satu, red) membiarkan ujaran kebencian bahwa di tempat itu akan dijadikan tempat pemujaan dan musyrik. Kedua, mereka membiarkan peserta demo yang tadi dari luar kota, Tasik, Ciamis, dan plat-plat nomer bukan Kuningan (boleh, red) masuk kesini. Itu kan pembiaran, apakah itu tidak sistematis?,” ujarnya dengan pertanyaan sekaligus tudingan yang cukup tajam.
Diakhir, dirinya menyimpulkan bahwa hal yang terjadi saat itu, penyegelan, merupakan bentuk kesewenang-wenangan regulasi karena juklak-juknisnya belum ada. Ajuan IMB ditolak karena hal tersebut, tapi penyegelan tetap dilakukan. (eki)