Connect with us

Hi, what are you looking for?

Kuningan Mass

Netizen Mass

Pijakan Legalitas Kewenangan Desa

KUNINGAN (Mass) – Pemerintah desa sekarang ini sedang menjadi primadona. Banyak pihak yang dulunya skeptis melihat desa, kini mulai melirik desa dengan cara pandangnya masing-masing. Tapi pada umumnya Undang-undang nomor 6 tahun 2014 tentang desa dimaknai hanya sebatas soal Dana Desa (DD), tanpa melihat lebih jauh unsur-unsur lain yang justru lebih krusial.

Begitu banyak pihak (pejabat, awak media, akademisi, aktivis LSM dan lain-lain) yang belum memahami esensi Undang-undang Desa, sehingga tidak punya cita rasa terhadap desa, atau tidak paham roh Undang-undang Desa, karena terjebak dan risau dengan Dana desa (DD), maka banyak pernyataan diberbagai ruang seperti “Desa akan kebanjiran uang, sehingga akan menimbulkan korupsi besar-besaran yang dilakukan kepala desa/perangkat desa“. Kerisauan ini terlalu sangat berlebihan dan bisa terjebak ke dalam uang semata yang bisa mendistorsi Undang-undang desa.

Dalam hal ini saya mau katakan dan saya tegaskan, bahwa Undang-undang desa bukan hanya sekedar uang atau dana desa saja. Perlu diketahui bahwa dana desa merupakan kebijakan Redistribusi negara kepada desa, yang mengikuti pengakuan dan penghormatan (Rekognisi) negara kepada desa. Mandat negara kepada desa berupa kewenangan lokal (Subsidiaritas) dan pembangunan desa.

Advertisement. Scroll to continue reading.

Dana desa yang sekitar 1 (satu) milyar per desa memang besar, tetapi jika dihadapkan pada mandat dan kewenangan dan pembangunan desa serta kepentingan dan kebutuhan masyarakat setempat, maka uang itu sebenarnya kecil, yang tidak perlu dibesar-besarkan, kalau kita memang memahami esensi UU Desa secara utuh. Yang menjadi pokok permasalahan dan menjadi sorotan publik saat ini adalah pasal 72 saja yaitu tentang keuangan desa/dana desa. Pasal 72 inilah merupakan dana desa yang berasal dari APBN untuk desa, yang sampai sekarang merupakan isu politik dan menjadi sorotan seluruh komponen masyarakat, dari mulai masyarakat biasa sampai dengan elit birokrasi dan lagislatif.

Undang-undang desa sudah terlanjur dimaknai secara luas hanya sebatas soal Dana Desa (DD) dan Alokasi Dana Desa (ADD), tanpa melihat lebih jauh unsur-unsur lain dalam otonomi yang justru lebih krusial. Pertanyaan yang mendasar adalah “Bagaimanakah seharusnya Undang-undang desa dapat dimaknai dengan lebih tepat?“.

Napas utama Undang-undang desa adalah rekognisi (pengakuan) dan subsidiaritas. Dengan rekognisi pemerintah memberikan pengakuan kepada kesatuan masyarakat hukum yang bernama “Desa“ atas prakarsa masyarakat, hak asal-usul, dan/atau hak tradisional. Sebagai masyarakat hukum merupakan organisasi pemerintahan berbasis masyarakat yang berhubungan langsung dengan kehidupan masyarakat sehari-hari. Oleh karena itu dalam Undang-undang desa tugas pokok pemerintah kabupaten kepada desa adalah sebagai koordinator, pembina dan pengawasan.

Advertisement. Scroll to continue reading.

Atas dasar pengakuan (rekognisi) dan penyerahan kewenangan (subsidiaritas) itulah maka negara memberikan Anggaran (Dana) kepada desa, meliputi 1. Dana Desa dari APBN. 2. Bagi hasil pajak daerah dan retribusi daerah Kabupaten. 3. Alokasi Dana Desa (ADD) yang merupakan bagian dari dana perimbangan yang diterima kabupaten.

Sejalan dengan rekognisi dan penyerahan kewenangan yang diberikan kepada desa, pemerintah seyogianya tidak ikut campur terlalu jauh atas pengelolaan dana desa. Penggunaan dana desa merupakan hak dan kewenangan desa. Karena dana desa digunakan oleh desa sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM Desa), Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKP Desa), serta Anggran Pendapatan dan Belanja Desa (APB Desa). Karena ketiganya disusun sendiri oleh Desa (Pemerintahan dan masyarakat desa), oleh karena itu cara yang paling efektif dalam implementasinya adalah oleh desa itu sendiri, dalam hal ini masyarakat desa.

Untuk efesiensi dan efektifitas serta dalam rangka mendukung program kepentingan nasional, maka pemerintah Kabupaten wajib memberikan pembinaan dan pengawasan kepada pemerintah desa sesuai dengan amanat Undang-undang desa pasal 112, 113, 114 dan pasal 115, bahwa pembinaan dan pengawasan dilaksanakan oleh Bupati dan dapat mendelegasikan kepada SKPD untuk melaksanakan pembinaan dan pengawasan.

Advertisement. Scroll to continue reading.

Dalam aspek regulasi seharusnya pemerintah Kabupaten Kuningan didalam mengimplementasikan UU Desa langkah pertama yang dilakukan adalah menyusun Peraturan Bupati tentang Kewenangan Desa. Perlu diketahui bahwa Peraturan Bupati tentang Kewenangan desa sangat krusial karena kewenangan desa butuh terdefinisikan secara jelas. Tujuannya agar desa bisa mengenali mana urusan asal-usul dan lokal berskala desa, serta mana yang menjadi kewajiban kabupaten, Provinsi dan Pusat.

Tentu muncul pertanyaan, apa jadinya jika pemerintah desa tidak tahu ruang lingkup kewenangannya? Pertama, Perencanaan dan penganggaran pembangunan desa akan lemah lantaran dilakukan tanpa pijakan legalitas yang jelas. Kedua, skala kewenangan desa bisa salah alamat merencanakan dan menganggarkan program/kegiatan yang seharusnya menjadi domain kabupaten, Provinsi maupun Pusat.

Peraturan Bupati tentang Kewenangan desa merupakan pengejawantahan dari pasal 19 UU Desa, negara menetapkan kewenangan asal-usul dan lokal berskala desa, kewenangan yang mendasari negara mengucurkan dana desa dari APBN ke desa (pasal 72).

Advertisement. Scroll to continue reading.

Dalam pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 2014 tentang Peraturan pelaksanaan UU no. 6 tahun 2014 tentang desa, sejak jauh hari telah mewajibkan Kabupaten segera membuat Peraturan Bupati terkait dengan kewenangan desa. Permendes, dan PDTT nomor 1 tahun 2015 juga memberi penegasan, sekaligus memandu langkah-langkah penyusunannya. Namun hingga sampai saat ini Pemerintahan desa belum memiliki Peraturan Bupati tentang Kewenangan Desa sebagai pijakan legalitas  didalam merencanakan dan penganggaran desa dalam APBDes.***

Penulis: T Umar Said (Pengurus DPC Apdesi Kabupaten Kuningan Bidang Hukum dan Perundang-undangan/Pemerhati Bidang Politik, Hukum dan Kebijakan Pemerintah)

Advertisement. Scroll to continue reading.
Advertisement
Advertisement

Berita Terbaru

Advertisement

You May Also Like

Advertisement