Connect with us

Hi, what are you looking for?

https://www.google.com/adsense/new/u/0/pub-3893640268476778/main/editContentAds?webPropertyCode=ca-pub-3893640268476778&adUnitCode=1128420475 Smart Widget MGID

Religious

Nabi Muhammad Bukan Robot Wahyu? Begini Pandangan Rasional Soal Strategi Hijrah

KUNINGAN (MASS) – Benarkah setiap langkah Nabi Muhammad selalu murni bersumber dari wahyu ilahi tanpa ruang bagi strategi manusiawi? Sebuah pernyataan dari pejabat Kementerian Agama Republik Indonesia dalam podcast Kuningan Mass. Ia menyebut, hijrah Nabi bukan sekadar kepatuhan pada wahyu, tapi juga wujud kecerdasan politik dan visi jangka panjang.

Melalui Kasubdit Bina Keagamaan Islam dan Penanganan Konflik Kementerian Agama RI, Dedi Slamet Riyadi, menyampaikan pandangan yang memantik akal sehat soal strategi dakwah Nabi Muhammad. Dalam podcast Kuningan Mass yang tayang pada Kamis (12/6), Dedi menyebut, hijrah Nabi ke Madinah bukanlah langkah spontan semata-mata atas wahyu, melainkan hasil dari kecerdasan politik dan perencanaan strategis jangka panjang.

“Kalau kita menganggap hijrah Nabi hanya karena wahyu, seolah-olah Nabi itu seperti robot yang dikendalikan jarak jauh. Padahal, beliau membangun visi, membaca peta sosial-politik, bahkan melakukan trial and error,” ujarnya.

Advertisement. Scroll to continue reading.

Menurutnya, Nabi Muhammad melakukan pendekatan-pendekatan diplomatis sebelum hijrah, termasuk mengutus Mus’ab bin Umair sebagai utusan personal branding untuk membangun basis dukungan di Madinah.

“Nabi bukan hanya pemimpin spiritual, tapi juga negarawan. Beliau menyusun roadmap dakwah seperti perencana strategi politik hari ini,” lanjutnya.

Dedi sendiri menegaskan, visinya bukan untuk mengerdilkan aspek kenabian, melainkan untuk menunjukkan bahwa ajaran Islam juga berkembang lewat daya intelektual dan kecakapan sosial Nabi.

Advertisement. Scroll to continue reading.

“Nabi memang dipandu wahyu, tapi juga berpikir, menganalisis, dan menyusun strategi. Itu bukti bahwa Islam menghargai rasionalitas,” tegasnya.

Lebih jauh, ia menyarankan agar umat Islam meneladani cara Nabi yang adaptif dan strategis, bukan hanya tekstual dan dogmatis.

“Hijrah bukan hanya pindah tempat, tapi pindah cara berpikir,” pungkasnya.

Advertisement. Scroll to continue reading.

Pernyataan Dedi ini menjadi sorotan karena menggeser paradigma umum yang kerap melihat Nabi semata-mata sebagai penyampai wahyu tanpa kapasitas analisis sosial. Dalam konteks keberagaman dan konflik kontemporer, pandangan semacam ini bisa membuka ruang baru bagi pemahaman Islam yang lebih kontekstual dan solutif. (argi)

Penasaran kelanjutannya? Simak dan tonton langsung aja yuk di bawah ini :

Advertisement. Scroll to continue reading.
Advertisement

Berita Terbaru

Advertisement
Advertisement

You May Also Like

Advertisement Smart Widget MGID
Exit mobile version