KUNINGAN (Mass) – Kata ‘pending’ dan ‘batal’ dalam hal MoU antara Kejari Kuningan dan para kades, tentu memiliki makna yang berbeda. Mana yang mau dipilih, itu tergantung dari niatan dari berbagai pihak yang terlibat dalam MoU tersebut. Apalagi ini menyangakut rupiah yang nilai totalnya bisa mencapai Rp1,26 milyar apabila disepakati.
Pendapat salah seorang mantan kades, Umar Hidayat, nampaknya dapat dijadikan salah satu bahan pertimbangan keberlanjutan rencana itu. Ia merupakan mantan Kades Jagara Kecamatan Darma tahun 2015. Bahkan saat ini masih masuk struktural APDESI Kuningan sebagai wakil sekretaris.
“Menyikapi hal itu saya sangat tidak sependapat karena kejaksaan pun sudah punya anggaran tersendiri. Masalah terjalinnya kemitraan antara kejaksaan dan pemdes itu sudah konsekuensi kejaksaan selaku aparatur penegak hukum,” kata Umar kepada kuninganmass.com Sabtu (13/5/2017).
Beberapa poin dipertanyakan oleh Umar jika MoU dilaksanakan. Pertama, jika ‘dana kebersamaan’ sudah dikeluarkan, apakah para kades akan aman dari hal perbuatan kades yang bertentangan dengan hukum?
“Kedua, kalau betul terealisasi uang sejumlah itu buat keperluan apa kejaksaannya?. Ketiga, sudahkah kejaksaan membuat rencana pengeluaran dari sejumlah dana dimaksud?,” pertanyaan Umar yang nyaris menjadi pertanyaan pula banyak orang.
Ia juga menyinggung soal perda ataupun perbup yang mengatur penggunaan APBDes. Dipertanyakan olehnya, apakah terdapat klausul yang mengatur pos untuk penggunaan dana semacam itu?. Karena jika tidak ada, Umar khawatir bakal kesulitan dalam meng-SPj-kannya kelak.
“Selanjutnya, saya sebagai wakil sekretaris APDESI sampai saat ini belum pernah ikut dalam musyawarah tersebut. Jika saya sudah tidak diakui sebagai struktural, tolong tanyakan berapa fee buat APDESI dari dana kebersamaan dimaksud,” tandasnya.
Kesimpulan Umar, lebih baik MoU seperti itu dibatalkan saja. Ini menyangkut kondusivitas desa dan juga kondusivitas daerah. Jangan sampai niatan baik agar penyelenggaraan pemerintahan di desa berjalan sesuai koridor, malah justru terkotori. Allah SWT pun memerintahkan hambanya untuk menjauhi fitnah.
Sementara itu, persoalan ‘dana kebersamaan’ ini mulai jadi sorotan wakil rakyat yang duduk di gedung DPRD. Ketua Komisi I, H Dede Ismail SIP mengatakan, dalam waktu dekat akan mengundang para pihak terkait untuk meminta penjelasan.
Seirama dengan pernyataan Dede, salah seorang anggota komisi yang sama, Rudi O’ang Ramdhani SPdI memiliki keinginan serupa. Pihaknya ingin duduk bersama dalam menyikapi kabar ‘dana kebersamaan’ yang selalu mencuat seiring dengan cairnya ADD (Alokasi Dana Desa) dan DD (Dana Desa).
“Berita ini sudah berseliweran, sudah jadi konsumsi publik. Dulu sewaktu saya masih sekretaris komisi I juga pernah mencuat hingga mengonfirmasi BPMD (Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa) yang sekarang jadi DPMD (Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa),” tutur Rudi yang menegaskan pernyataannya atas nama pribadi.
Penjelasan BPMD waktu itu, lanjut Rudi, diantara para kades dan BPMD itu terdapat APDESI. Dikhawatirkan ada pihak yang berperan memupul dana tersebut, sementara dari BPMD mengaku tidak ada pungutan kepada para kades.
Dalam hal ini, kata dia, asas praduga tak bersalah mesti dijunjung tinggi. Mungkin saja ada oknum kades yang mengondisikan apa yang diistilahkan sebagai ‘dana kebersamaan’ untuk dikantongi sendiri dan tidak masuk ke BPMD atau DPMD.
“Jadi harus ada investigasi. Sedangkan untuk isu ‘dana kebersamaan’ dengan kejaksaan, saya baru dengar. Lagi-lagi, asas praduga tak bersalah harus diperhatikan,” pintanya.
Rudi sangat ingin mengundang para pihak terkait untuk mendapatkan penjelasan. Baik itu APDESi, DPMD, Inspektorat maupun camat. Pihaknya berharap APDESI terbuka, atau ada kades yang berani untuk menyuarakan fakta sebenarnya.
Menurut Rudi, jangan melihat angka Rp3,5 jutanya saja tapi pengkaliannya. Apakah angka tersebut jadi pundi untuk dibagi-bagi ke pintu-pintu lain, maka perlu mengkonfirmasi para pihak terkait.
“Jangan sampai kondusivitas daerah ternodai. Mari kita duduk bersama dalam menyikapi masalah ini. Saya berharap pekan depan teragendakan. DPRD juga merasa rungsing dan terusik. Jangan sampai ini jadi bola liar yang terus menggelinding tanpa status hukum yang jelas,” ucapnya.
Jika ternyata benar, sudah seharusnya ditindak tegas. Sebaliknya jika itu tidak benar maka perlu penjelasan yang sesuai dengan fakta sebenarnya.
Sedangkan jika bicara regulasi atau dasar hukum dari ‘dana kebersamaan’ itu, Rudi mengatakan perlu diuji. Ia mencontohkan penyelenggaran pemerintahan daerah saja terdapat nomenklatur perihal SPj. Ada tenaga yang menyusun pelaporannya. Begitu juga di pemerintahan desa, kemungkinan besar sama.
“Apakah di desa juga seperti itu. Mungkin sama. Nah berkenaan dengan ‘dana kebersamaan’ tadi, apakah diperuntukkan bagi tenaga pelaporan itu, atau untuk apa. Ini harus diselesaikan. Jangan sampai melulu katanya-katanya. Harus jelas statusnya,” harap politisi PKS itu.
Disamping dengan instansi dan lembaga yang ia sebutkan, Rudi juga berkeinginan untuk duduk bersama mencari solusi dengan Tim Saber Pungli. Diharapkan pula media massa, LSM dan masyarakat umum ikut bersama-sama dalam menjalankan fungsi sosial kontrolnya.
“Yuk kita bareng-bareng. Kita jaga independensi kita. Jaga kondusivitas. Kalau memang informasinya A1 (akurat) mari kita bareng-bareng telisik. Di sini ada penegak hukum, kami hanya bisa mendudukkan bersama dan menengahi berbagai sumber,” tukasnya.
Sementara itu, meski episode tulisan ini habis, bukan berarti masalah ‘dana kebersamaan’ tuntas tak berujung. Kelak akan muncul kabar terbaru hasil dari langkah Komisi I DPRD dalam menyikapinya. Terlebih, portal ini mendapat informasi bahwa puluhan kades kini sedang dipintai keterangan kaitan dengan masalah ini. (deden)