KUNINGAN (MASS) – Gerakan Literasi Sekolah (GLS) merupakan program yang harus dipertahankan. GLS harus menjadi budaya belajar yang melekat dalam keseharian peserta didik, dimulai sejak jenjang pendidikan dasar. Hal itu juga lah yang menjadi konsen mahasiswa Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) Universitas Islam Al-Ihya Kuningan.
Bahkanm sejumlah mahasiswa PGSD UNISA yang terdiri dari Rika Nur Handayani, Rika Nurul Fazriah, Anggun Gustina, Devi Triana, dan Rafi Hakiim Pandu Begawan melakukan observasi langsung di SDN 2 Cirendang sebagai bagian dari tugas Mata Kuliah Literasi.
Dari hasil pengamatan itu, rercatat SDN 2 Cirendang memiliki total 204 siswa, dengan beberapa tingkat kelas dibagi menjadi dua rombongan belajar. Kunjungan ini memberikan banyak insight menarik, khususnya soal bagaimana budaya literasi diterapkan di sekolah dasar.
Ternyata, SDN 2 Cirendang sudah menerapkan Gerakan Literasi Sekolah (GLS). Kepala SDN 2 Cirendang Dra Eti Sukaeti M Pd, melalui guru yang diwawancarai para mahasiswa,Iin Indraningsih SPd SD dan Andi Abdurahmah S Pd, sekolah biasanya melaksanakan kegiatan literasi setiap hari rabu, sebelum jam pelajaran dimulai.
“Anak-anak membaca buku selama 15 menit didepan kelasnya masing-masing. Buku yang dibaca bisa dibawa dari rumah atau dipinjam dari koleksi sekolah, mulai dari buku cerita, komik, hingga buku pelajaran,” ujarnya.
Namun, tentu saja jalan literasi tidak selalu mulus. Beberapa siswa, bahkan di kelas tinggi, masih belum lancar membaca. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi guru. Budaya literasi disekolah tidak selalu berjalan lancar.
Kadang guru sudah bersemangat dalam melaksanakan literasi, namun anak-anak kadang kurang bersemangat. Harapan para guru, ingin seluruh anak bisa naik kelas. Meskipun kemampuan membacanya belum lancar. Untuk mengatasinya, guru-guru mencoba menyisipkan kegiatan membaca di awal atau akhir pembelajaran, menyesuaikan dengan kesiapan peserta didik.
Yang menarik di SDN 2 Cirendang, literasi tidak hanya muncul di pelajaran Bahasa Indonesia. Di mata pelajaran PJOK sekalipun, guru tetap menyelipkan kegiatan membaca. Sebelum ke lapangan, anak-anak harus membaca dulu tata cara gerakan yang akan dipraktikkan. Jadi, kegiatan membaca tetap ada meskipun pelajarannya olahraga.
Sayangnya, perpustakaan sekolah belum bisa digunakan. Karena sedang dalam masa pengajuan renovasi. Walau begitu, kegiatan literasi tetap berjalan dengan berbagai cara. Buku yang dimiliki sudah cukup lengkap, hanya belum bisa dimanfaatkan sepenuhnya. Saat ini, belum ada petugas perpustakaan khusus, jadi guru piket ikut berperan menjaga fasilitas tersebut.
“Apa yang dilakukan SDN 2 Cirendang menjadi cermin bahwa keterbatasan bukan alasan untuk berhenti. Budaya literasi bisa tetap tumbuh, selama ada kemauan dan kerja sama dari seluruh pihak. Semoga impian kepala sekolah yaitu memiliki perpustakaan baru dan layak, bisa terwujud di tahun 2026. Kemudian literasi di SDN 2 Cirendang benar-benar melesat,” simpul para mahasiswa yang melakukan observasi. (rzl/mgg)