KUNINGAN (MASS) – Presiden Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Kuningan, Sandy Rizkya, menegaskan pentingnya menjaga marwah jabatan Sekretaris Daerah (Sekda) sebagai posisi strategis dalam struktur pemerintahan daerah. Ia menilai, jabatan tersebut harus diisi oleh sosok yang memiliki kompetensi, integritas, dan netralitas, bukan karena kepentingan politik atau balas budi.
Menurut Sandy, seorang Sekda tidak hanya berperan sebagai pejabat administratif, namum juga menjadi motor penggerak tata kelola pemerintahan yang menjembatani visi kepala daerah dengan pelaksanaan kebijakan di lapangan.
“Sekda harus memiliki kemampuan manajerial yang tinggi, memahami regulasi pemerintahan, serta mampu mengoordinasikan lintas perangkat daerah dengan prinsip efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas,” ujar Sandy, Minggu (2/11/2025).
Ia juga menekankan kompetensi kepemimpinan publik, seperti kemampuan komunikasi birokratik, mediasi, dan kepekaan sosial terhadap kebutuhan masyarakat, merupakan hal yang tidak bisa dinegosiasikan.
Namun, Sandy menyoroti dalam praktiknya, proses seleksi Sekda di berbagai daerah, termasuk di Kabupaten Kuningan, sering kali diwarnai polemik. Ia menilai proses yang seharusnya mengedepankan meritokrasi melalui mekanisme open bidding, kerap dibayangi isu politik, kepentingan kelompok, bahkan dugaan “balas budi” kepada pihak tertentu.
“Fenomena ini sangat berbahaya. Ketika jabatan Sekda diperlakukan sebagai kebutuhan politik, maka hilanglah makna profesionalisme birokrasi. Yang terjadi justru pelemahan tata kelola publik karena posisi strategis diisi oleh orang yang dekat secara politik, bukan yang kompeten,” tegasnya.
Sandy menambahkan, Sekda idealnya harus berdiri di atas semua kepentingan politik dan menjadi penjaga netralitas ASN, memastikan kebijakan dijalankan berdasarkan aturan, bukan kedekatan dengan kekuasaan.
“Proses seleksi terbuka bukan hanya formalitas administratif, tapi menjadi cerminan komitmen pemerintah terhadap prinsip good governance,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia juga menyerukan agar panitia seleksi dan pejabat pembina kepegawaian berani menolak intervensi politik dan menjadikan hasil seleksi sebagai keputusan profesional. Menurutnya, publik juga berhak menuntut transparansi mekanisme seleksi, termasuk siapa yang diseleksi dan bagaimana indikator penilaiannya.
Sandy menyinggung Bupati Kuningan yang sebelumnya pernah menjabat sebagai Sekda, seharusnya lebih memahami pentingnya kompetensi dan unsur profesionalitas dalam jabatan tersebut.
“Jabatan publik bukan hadiah, tapi amanah. Dan amanah tidak boleh dijadikan alat balas budi,” tuturnya.
Ia menegaskan, masyarakat memiliki tanggung jawab moral untuk terus mengawal agar birokrasi di Kuningan tetap profesional dan bersih.
“Ketika jabatan mulai diperdagangkan, yang paling dirugikan bukan pejabatnya, melainkan rakyat yang kehilangan hak atas pelayanan publik yang berkualitas,” pungkasnya. (didin)
