KUNINGAN (MASS) – Banyak kepala keluarga, atau pemuda yg baru memulai perjalanan awal karier di masa muda misalnya, menghadapi dilema dimana mereka harus bisa menjamin kebutuhan diri mereka sendiri, kebutuhan anak, kebutuhan keluarganya dan merawat orang tua yang mulai masuk hari tuanya.
Yuk kenalan dengan konsep SANDWICH GENERATION. Banyak penjelasan terkait definisi Sandwich Generation. Namun menurut pemahaman sederhana saya, Sandwich Generation dipahami sebagai fenomena dimana kita gak hanya bertanggungjawab pada kebutuhan anak-anak kita, namun juga pada orangtua kita yg mulai memasuki masa hari tuanya.
Bayangkan ketika kita perlu menyokong kehidupan masa pensiun orangtua kita, sementara kita juga masih memiliki tantangan finansial untuk berkeluarga. Dari sisi keuangan, hal ini tentu membatasi fleksibilitas sebuah keluarga dalam mengelola keuangan.
Salah satu penyebabnya adalah kurangnya kesempatan dari generasi atas (orang tua) untuk menyiapkan dana pensiun untuk masa tuanya. Karena itu, hidup mereka terpaksa ‘bergantung’ pada anak-anak mereka, khususnya anak-anak yang berpenghasilan.
Menjadi bagian dari sandwich generation tentu adalah tantangan tersendiri, khususnya mereka yang baru saja menempuh perjalanan awal karier di masa muda. seringkali pihak yang menjadi korban sandwich generation ini bahkan sampai terpaksa tidak bisa memiliki tabungan.
Jangankan berinvestasi, setiap uang yang masuk seperti numpang lewat begitu saja. Tantangan menjadi generasi sandwich tidak hanya dari sisi finansial saja, tapi juga sisi psikologis juga.
Karena tidak jarang pihak korban takut untuk memulai membangun rumah tangga karena ber fokus untuk menghidupi orang tuanya. Sulit membayangkan seorang kepala keluarga dengan income sebesar UMR Kuningan, misalnya, bisa meng-cover SELURUH kebutuhan anak dan orangtuanya sekaligus.
Nah, saya berpendapat bahwa isu sandwich generation ini bukan sebatas perkara financial planning. Apa yang mau di-manage kalo uangnya saja gak ada? Atau upahnya terlalu kecil, misalnya? Sehingga isu ini perlu dilihat dengan kacamata lebih luas.
Apalagi telah disebutkan bahwa emotional stress menjadi sandwich generation cukup tinggi. Yang artinya, gak hanya berdampak pada keluarga yang secara finansial kekurangan saja. Meskipun memang harus diakui punya lebih banyak uang tetap memberikan kita kemudahan.
Disinilah peran negara diharapkan ikut hadir untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Data dari ILO Pubs ini mengindikasikan jumlah populasi suatu negara yg memiliki paling tidak satu social benefit. Kita coba bandingkan data terakhir, Pada tahun 2016, hanya 14% saja dari populasi Indonesia yang mendapat uang pensiun.
Bandingkan sama social protection yang dimiliki negara lain. Di Swiss, 100% orang yang tercatat miskin mendapat tunjangan bantuan dari pemerintah. Bahkan Thailand pun saat itu masih lebih baik. Indonesia kalo jauh gaes.
Kita ambil contoh lain data dari negara-negara anggota EU. Sebanyak 46,4% anggaran jaminan perlindungan sosial mereka diberikan kepada lansia. 29,3% pada masyarakat yang sakit.
Dengan memberikan benefit pada lansia, maka keluarga tersebut bisa lebih fokus pada kesejahteraan anak.
Inilah yang membuat saya berharap 4 program utama BPJS Ketenagakerjaan yaitu ; 1) Jaminan Kecelakaan kerja, 2) Jaminan Kematian, 3) Jaminan Hari Tua, 4) Jaminan Pensiun bisa terealisasi optimal. Sebab program ini kelak akan meringankan beban para generasi sandwich dari tekanan finansial.
Tinggal nanti gimana manage uang itu dengan bijak. Lumayan hilang satu sumber kekhawatiran. Selain itu, besaran mekanisme upah layak dari pemerintah daerah menurutku juga berperan mengurangi beban para generasi sandwich.
Jadi kesimpulannya :
Persoalan Sandwich Generation lebih dari sekadar kemampuan seorang individu dalam memanage finansialnya. Sebab kondisi finansial tiap orang berbeda. Income tiap orang gak sama. Terus, kemampuan mengalokasikan uangnya buat investasi masa depan juga berbeda. Perlu peran negara untuk ikut menjamin perlindungan sosial bagi seluruh rakyatnya sesuai amanat UUD 1945 pasal 34 ayat 2. Meski cuma sebatas teori pribadi, saya meyakini dengan mengangkat beban generasi sandwich, kita satu langkah lebih maju dalam memberantas kemiskinan struktural. Kalo boleh bermimpi, saya berharap suatu saat menjadi generasi sandwich bukan lagi menjadi beban. Itu hanya bagian dinamika kehidupan yang normal. Kita bisa manage finansial kita sendiri. Negara pun ikut turun tangan melindungi. Yah… semoga saja ya.***
Penulis : Dahana Fitriyani