KUNINGAN (MASS) – Analogi “sapu kotor” rupanya terus jadi polemik. Setelah direspon kyai NU yang ditimpali politisi PKB, kini giliran Yaya, seorang politisi PKS yang angkat bicara.
“Pertama-tama, saya ingin menyampaikan terima kasih dan apresiasi kepada KH Ubaidillah Rois PCNU, seorang tokoh ulama yang telah mengingatkan dan menasehati, tentu ini sangatlah berharga kepada kita semua,” ucap Yaya, Sabtu (31/8/2024).
Baca juga : https://kuninganmass.com/nyapu-lantai-kotor-jangan-pakai-sapu-kotor/
Menurutnya, itulah sejatinya tugas ulama. Diantaranya, menjaga akidah umatnya, seperti memberi kabar gembira, memberi peringatan, menyampaikan hujjah, menyampaikan dan menjelaskan risalah, mendidik, memperbaiki dan lain-lain.
Terkait dengan berbagai reaksi positif dan negatif yang muncul, Yaya mengatakan, hal tersebut adalah sesuatu yang wajar, terutama karena ini terkait dengan apa yang disampaikan atau dilontarkan oleh seseorang.
“Tentu dinamika ini juga wajar terjadi, dan bisa diargumentasikan bahwa tanggapan negatif dari publik mungkin mencerminkan ketidakpuasan yang lebih mendalam terhadap apa yang disampaikan tersebut. Respons negatif ini seharusnya tidak diabaikan sebagai hal yang biasa, melainkan dijadikan bahan introspeksi mendalam,” ungkapnya.
Baca juga : https://kuninganmass.com/perubahan-besar-dimulai-dari-merasa-kekurangan-bukan-merasa-bersih/
Mengenai analogi sapu, ia berpendapat bahwa terlalu menyederhanakan persoalan jika hanya berfokus pada alat bantu sebagai simbol niat dan tindakan dalam kepemimpinan. Kepemimpinan yang baik tidak hanya memerlukan alat yang tepat, tetapi juga visi, strategi, dan keahlian yang kuat.
“Mengganti “sapu” saja tidak akan cukup jika yang dibutuhkan adalah perubahan mendasar dalam cara memimpin. Tanggung jawab utama tetap ada pada pemimpin. Masyarakat tentu memiliki peran, namun pemimpin yang efektif harus mampu mengambil inisiatif, menetapkan arah yang jelas, dan bertanggung jawab penuh atas keberhasilan atau kegagalan program yang dijalankannya nanti,” tandas Yaya.
Baca juga : https://kuninganmass.com/kalau-sapunya-sudah-tidak-layak-ganti-baru-saja/
Adapun mengenai proses politik yang dikemas secara santai dan riang gembira, menurut politisi asal Oleced tersebut, hal ini bisa dianggap mengabaikan pentingnya kritik dan pengawasan dalam proses demokrasi. Proses politik bukan hanya soal kesenangan, tetapi juga tentang pertarungan ide, penyampaian fakta, dan pertanggungjawaban atas janji-janji yang dibuat kepada masyarakat.
“Dengan demikian, diperlukan seorang pemimpin yang tidak hanya bergantung pada alat dan simbol, tetapi juga berani menghadapi kritik dengan tegas serta bertanggung jawab penuh atas jalannya pemerintahan,” tegas Yaya. (deden)