KUNINGAN (MASS)— Dua Mei bukan sekadar tanggal di kalender bagi jutaan kader Pemuda Muhammadiyah di seluruh Indonesia. Tanggal tersebut merupakan penanda sejarah. Pada tahun 1932, organisasi tersebut lahir dengan semangat tajdid, membawa angin perubahan dalam dunia kepemudaan Islam. Kini, di usia ke-93, Pemuda Muhammadiyah terus menyalakan bara semangat untuk membangun negeri, memberdayakan masyarakat, dan menyebar kader-kader unggul ke berbagai lini kehidupan.
Di Kabupaten Kuningan, suasana Milad terasa hangat namun penuh perenungan. Sandi, S.Pd., Ketua Pemuda Muhammadiyah setempat, menyambut hari lahir organisasi itu dengan optimisme. Baginya, usia 93 bukan angka yang biasa, melainkan simbol keteguhan perjalanan dan kesiapan menatap masa depan.
“Kita bukan lagi pemuda yang hanya bicara idealisme, tapi pemuda yang harus hadir membawa solusi. Milad ini menjadi momentum untuk melihat kembali jejak kita, sekaligus menetapkan arah baru yang lebih progresif,” ujar Sandi dalam pernyataan reflektifnya.
Tak sedikit kader Pemuda Muhammadiyah yang hari ini menjadi penggerak pembangunan, baik di ranah pendidikan, sosial, kesehatan, teknologi dan informasi hingga politik. Mereka tumbuh dari basis pengajian ranting, lalu menyebar ke pelosok daerah membawa semangat tajdid dan semangat pembaruan.
Sandi menegaskan, Pemuda Muhammadiyah harus menjadi kekuatan konstruktif, terlebih dalam konteks lokal seperti di Kuningan yang sedang tumbuh dengan potensi sumber daya manusia dan sumber daya alamnya.
“Pembangunan tak melulu soal infrastruktur. Kami percaya bahwa membangun manusia adalah pondasi segalanya. Kader harus terlibat aktif dalam menyusun masa depan daerah ini, bukan hanya dalam wacana, tapi melalui kerja nyata,” ungkapnya.
Bukan hal asing, jika hari ini banyak kader Pemuda Muhammadiyah yang berada di posisi strategis sebagai akademisi, pengusaha, politisi, bahkan aktivis global. Menurutnya, hal itu merupakan buah dari proses kaderisasi panjang yang mengedepankan intelektualitas dan integritas.
“Kami ingin lebih banyak lagi kader yang bisa menyebar, menjadi pionir kebaikan di mana pun mereka berada. Bukan soal jabatan, tapi peran. Diaspora kader ini penting agar nilai-nilai Muhammadiyah bisa hidup di banyak ruang sosial,” tambah Sandi.
Di tengah tantangan sosial-ekonomi yang kian kompleks, Pemuda Muhammadiyah Kuningan juga memperkuat agenda pemberdayaan. Mulai dari pelatihan kewirausahaan, advokasi pendidikan, hingga program sosial berbasis komunitas. Semua, demikian lanjutnya, dirancang agar kader dan masyarakat memiliki daya tahan menghadapi zaman.
“Kami tidak ingin menjadi generasi pengeluh. Kita ingin jadi generasi yang memberdayakan, yang hadir untuk menyelesaikan masalah dengan pendekatan kolaboratif dan berkeadaban,” tuturnya.
Di tengah gegap gempita peringatan Milad, Sandi dan para kader justru mengajak untuk merayakan hari lahir ini secara substantive dengan evaluasi, penguatan gerakan, dan penajaman visi.
“Usia 93 harus membuat kita semakin matang dan berpijak. Kita tidak sedang membangun organisasi untuk nostalgia, tapi untuk masa depan umat dan bangsa,” tutupnya. (argi)