KUNINGAN (MASS) – Siapa sangka dari kebun kecil di Desa Hantara, Kuningan, lahir inovasi pertanian yang kini menembus pasar internasional. Adalah Pipin Aripin, akrab disapa Kang Pipin, petani milenial yang sukses membuktikan buah melon lokal bisa bersaing di pasar ekspor, bahkan menembus pasar Singapura dengan volume pengiriman hingga 10 ton setiap tiga pekan.
“Alhamdulillah, sejak Maret 2025 kita sudah rutin mengekspor melon premium ke Singapura. Setiap tiga minggu kita kirim 8 hingga 10 ton,” ujar Pipin dalam podcast Kuningan Mass, Senin (14/7/2025).
Tak hanya kuantitas yang mengesankan, kualitas melon produksi Pipin juga tak main-main. Menggunakan sistem budidaya modifikasi dari metode Jepang, ia mampu menghasilkan melon dengan produktivitas tinggi hingga 15 butir per pohon, jauh di atas standar konvensional yang hanya 2 butir. Namun, di balik prestasi tersebut, terselip kegelisahan.
“Yang kami ekspor itu hampir 90% bukan dari Kuningan. Ini ironi. Kuningan punya potensi, tapi belum mampu memenuhi permintaan pasar ekspor,” keluhnya.
Sebagai founder Equanik Agri Nusantara, Pipin mengungkapkan, saat ini pihaknya memiliki 93 mitra binaan yang tersebar dari Banten, Jawa Barat, hingga Jawa Tengah dan Jawa Timur. Dari merekalah kebutuhan suplai ekspor terpenuhi.
“Melon dari Kuningan masih minim. Padahal kita ingin Kuningan jadi pusat melon premium di Jawa Barat, bahkan nasional,” tegasnya.
Melalui pendekatan teknologi hidroponik tertutup dan formulasi pupuk hasil riset pribadi, Kang Pipin berhasil menciptakan sistem budidaya yang efisien dan adaptif, bahkan bisa diterapkan di lahan sempit seperti pekarangan rumah, rooftop, hingga mal.
Kini, meski telah memiliki omzet tahunan mencapai Rp17 miliar, Kang Pipin tetap membuka kemitraan dan pelatihan khususnya bagi warga Kuningan secara gratis.
“Saya ingin ini menjadi erakan bersama. Bukan sekadar usaha pribadi, tapi jalan kemandirian ekonomi daerah,” ujarnya.
Berkat semakin dikenalnya melon premium Kuningan di pasar nasional dan internasional, Pipin berharap para pemangku kebijakan, termasuk BUMDes dan pemerintah daerah, tak ragu untuk ikut ambil bagian.
“Biar petani yang fokus menanam, pasar biar kami yang jamin. Selama ini, petani kita terlalu sering dirugikan tengkulak. Di sini kami beli melon Rp50 ribu per kilogram. Itu tertinggi di pasaran,” tutupnya. (argi)
Selengkapnya, tonton video di bawah ini :