KUNINGAN (MASS) – Pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus (ABK), khususnya tunagrahita, bukan sekadar transfer ilmu pengetahuan, melainkan sebuah proses internalisasi nilai kemandirian yang kompleks. Hal inilah yang menjadi fokus utama dalam kegiatan observasi edukatif di SLB C YPALB Perwari Kuningan.
Sekolah yang berlokasi di Ancaran, Kuningan ini menjadi laboratorium hidup bagi pengembangan potensi siswa dengan hambatan intelektual dan juga beberapa hambatan lainnya yang ada di sekolah tersebut.
Bagaimana proses belajar siswa ABK?
Mengingat keterbatasan dalam memahami instruksi kompleks, guru memecah satu tugas besar menjadi langkah-langkah kecil yang sistematis. Sebagai contoh, saat mengajarkan cara belajar dengan menggunakan media serta model yang interaktif untuk para siswa.
Dimensi Psikososial dan Lingkungan Inklusif
Selain aspek kognitif, sekolah ini berperan vital dalam membangun kecerdasan emosional dan sosial siswa. Lingkungan sekolah diciptakan sebagai “miniatur masyarakat” yang aman, di mana siswa belajar berinteraksi tanpa rasa takut akan perundungan (bullying).
Secara sosiologis, peran SLB C YPALB Perwari adalah sebagai jembatan integrasi. Sekolah berupaya mengikis stigma bahwa disabilitas intelektual adalah hambatan mutlak. Melalui pendidikan keterampilan (vokasional) seperti menjembatani siswa dengan program-program magang agar siswa dapat mempersiapkan dan memiliki mental siap kerja saat sudah lulus.
Bagaimana Tantangan yang Dihadapi Sekolah?
Sinergi Sekolah dan Keluarga
Satu temuan penting dalam observasi ini adalah pentingnya Generalisasi Belajar. Teori pendidikan khusus menekankan bahwa apa yang dipelajari di sekolah harus dipraktikkan di rumah. Hambatan utama yang sering ditemui adalah adanya pola asuh overprotective dari orang tua yang justru menghambat kemandirian anak. Oleh karena itu, YPALB Perwari terus mendorong kolaborasi dengan wali murid agar siswa yang telah diajarkan di sekolah tidak terputus saat siswa kembali ke lingkungan keluarga.
Kesimpulan
Observasi di SLB C YPALB Perwari Kuningan menegaskan bahwa pendidikan luar biasa adalah perpaduan antara ilmu pedagogi, psikologi perkembangan, dan dedikasi kemanusiaan yang tinggi. Kemandirian yang mereka upayakan bukan tentang menjadi yang terbaik, melainkan tentang menjadi diri sendiri yang berdaya.
Masyarakat Kuningan diharapkan dapat terus mendukung keberadaan institusi seperti ini, karena kualitas sebuah peradaban dapat dilihat dari sejauh mana mereka memperlakukan warganya yang paling rentan.
Oleh: Yuli Yuliawati, Dela Fitaniya, Suci Ramadhani, Rahman Maulana, Bagas Ardana Putra, SLB C YPALB PERWARI KUNINGAN
