KUNINGAN (MASS) – Kemiskinan masih menjadi tantangan besar bagi negeri ini. Pasalnya, jika berdasarkan standar kemiskinan menurut Bank Dunia, maka didapati lebih dari 60,3% penduduk Indonesia hidup dibawah garis kemiskinan internasional. Sedangkan, apabila berdasarkan standar kemiskinan menurut Badan Pusat Statistik (BPS), maka didapati tingkat kemiskinan di Indonesia sebesar 8,57% pada September 2024. Meskipun terdapat perbedaan hasil perhitungan antara Bank Dunia dan BPS, tetap tidak menjadikan Indonesia terbebas dari masalah kemiskinan.
Seperti yang terjadi di Kabupaten Kuningan, kemiskinan yang tinggi menjadi tugas berat pemerintah daerah untuk mengentaskannya. Dilansir dari berita, bahwasannya mengacu pada surat Kepala Bappeda tentang Usulan Lokus Wilayah Priortias Penanggulangan Kemiskinan Ekstrem Kabupaten Kuningan tahun 2021, ada 25 desa miskin ektrim pada 5 kecamatan. Pemerintah daerah (Pemda) pun telah melakukan pendataan dan pendalaman penyebab utamanya. Kecamatan tersebut meliputi Kecamatan Cibingbin, Kecamatan Cidahu, Kecamatan Kalimanggis, Kecamatan Darma, dan Kecamatan Cimahi. (www.pikiran-rakyat.com, 15/5/2025).
Tak hanya itu, Indonesia pun dihadapkan dengan permasalahan ketimpangan ekonomi. Dimana kekayaan hanya berada pada segelintir orang. Sebagaimana berdasarkan laporan Global Inequality Report 2022 yang menyebutkan bahwa Indonesia sebagai negara keenam dengan ketimpangan kekayaan tertinggi di dunia. Bahkan, total kekayaan 100 juta penduduk termiskin tak menandingi total kekayaan empat orang terkaya di Indonesia.
Hal ini, sangat jelas menunjukkan bahwa kemiskinan dan ketimpangan ekonomi yang terjadi di Indonesia bersifat struktural. Akar masalah penyebabnya ialah penerapan sistem kapitalisme. Dalam sistem ini memungkinkan terdapat akumulasi kekayaan di tangan segelintir elit, sebab hanya para pemilik modal yang mampu menyetir dan mengendalikan apapun sesuai kehendaknya, termasuk memperkaya diri sendiri.
Sementara mayoritas rakyat kecil yang bukan bagian dari para kapital, berada dalam kesulitan dalam memenuhi kebutuhan dasar. Padahal, kebutuhan dasar setiap rakyat wajib dipenuhi oleh negara. Mulai dari penyediaan pendidikan, kesehatan, juga infrastruktur. Abainya negara akan kebutuhan rakyat ini menciptakan kesenjangan sosial (ekonomi) yang begitu parah.
Lain halnya dengan sistem ekonomi Islam. Ekonomi Islam memiliki beberapa mekanisme dalam mengentaskan kemiskinan. Pertama, mengatur kepemilikan harta secara adil sesuai hukum syara’. Harta yang memungkinkan memiliki sumber daya strategis termasuk ke dalam kepemilikan umum. Artinya, SDA yang ada haruslah dikelola oleh negara, bukan oleh individu ataupun korporasi asing. Negara wajib mengelola SDA dan mendistribusikan hasil dari SDA tersebut untuk kemaslahatan umat. Sehingga, tidak ada eksploitasi SDA oleh segelintir orang serta menjamin pendistribusian kekayaan yang merata.
Kedua, Islam memiliki mekanisme seperti zakat, infak, dan sedekah serta memastikan pendistribusian dan pemerataan kekayaan di tengah masyarakat. Ketiga, Islam mewajibkan untuk mencari nafkah bagi laki-laki dewasa, terutama bagi mereka yang memiliki tanggungan keluarga. Dengan adanya tuntutan ini, makan negara wajib meyediakan lapangan pekerjaan bagi warganya melalui kebijakan ekonomi yang berorientasi pada sektor riil seperti perdagangan, pertanian, dan industri.
Keempat, Islam menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar oleh negara. Kebutuhan dasar rakyat, yaitu pangan, sandang, dan papan adalah kewajiban negara Islam. Negara pun wajib menyediakan pendidikan dan pelayanan kesehatan gratis dan merata bagi warganya, baik kota, desa, maupun pelosok untuk meminimalisir ketimpangan sosial/harta.
Itulah, beberapa mekanisme yang mampu menjadi solusi dalam mengentaskan kemiskinan dan kesenjangan harta pada seluruh warga negara. Namun, hal ini dapat terwujud apabila negara menerapkan syariah Islam secara kaffah dalam setiap aspek kehidupan.***
Wallahu’alaam bish showwab
Penulis : Lia Marselia
Aktivis Muslimah