KUNINGAN (MASS) – Masyarakat adat sunda wiwitan terlihat berunjuk rasa di sekitaran lahan blok Mayasih Cigugur. Mereka, berunjuk rasa atas rencana dan agenda Pengadilan Negri Kuningan melakukan Konstatering (Pencocokan objek sengketa) dan Sita Ekseskusi, Rabu (18/5/2022) siang.
Dalam aksi penolakan tersebut, jubir masyarakat adat Tati Djuwita megatakan bahwa apa yang akan disita eksekusi PN itu, sebenarnya, mungkin seluruh tanah dan bangunan peninggalan pangeran Tejabuana dan Madrais itu sudah jelas merupakan lahan adat.
“Kami ini berkomitment melanjutkan segala hukum keadatan ajaran dan sebagainya dari leluhur kami. Kami harus menjaga segala amanat dan wasiatnya. Makanya sekalipun Ini yang kedua kali diekseskusi kami hadapi,” tuturnya,
Menurutnya, ada kekeliruan antara penglihatan pengadilan dan masyarakat. Tuti menyebut, pengadilan melihat dari pandang hukum waris, sementara tidak ada kaitannya dengan hak waris.
“Kami mempertahankan bukan hanya untuk kami, tapi untuk semua. Ketika dipertahankan untuk komunitas bukan hanya sunda wiwitan saja yang diuntungkan tapi menjaga peradaban kebudayaan yang ada di Cigugur,” sebutnya.
Bagi pihaknya, proses yang saat ini berjalan dirasa sangat janggal. Meskipun ditinjau dari sisi waris, pihaknya mengaku tidak ada pembagian waris dan tidak ada ahli waris lain yang mengetahui tanah ini pembagian waris.
Hal tersebut, mengarah pada pemenang lahan sengketa menurut hukum positif, Jaka Rumantaka, sama-sama turunan dari Pangeran Madrais.
“Ini tidak harus diselesaikan hukum negara, tapi harus hukum adat. Negara harus menghargai,” sebut Tati.
Tati mengatakan, pihak masyarakat adat bersikukuh seperti ini bukan tanpa dasar. Tati mengatakan, keutuhan kemartabatan jadi taruhannya. Apalagi, dirinya merasa komunitas adat banyak jadi objek oknum.
“Menolak sampai kapanpun,” tuturnya sembari mengatakan, bangunan yang jadi polemik adalah tempat menyimpan benda-benda seni, untuk seren taun dan sebagainya.
Sementara, PN Kuningan melalui humasnya Hakim Hans Prayugotama dan Hakim Dika Batara kala dikonfirmasi membenarkan bahwa sebenarnya, agenda tersebut dilakukan sejak pukul 09.00 WIB.
Namun, saat ditemui siang hari sekitar pukul 13.00 WIB, dirinya berkilah bahwa agenda hari itu tetap agenda yang akan dijalankan. Meskipun, akhirnya sampai jam kerja lewat pun, PN tidak terlihat atau memberi informasi jelas soal melakukan tugasnya ke lokasi atau tidak.
“Intinya kami koordinasi dengan pihak keamanan, belum ada gagal atau tidaknya (saat itu minta waktu sampai hari kerja berakhir, red). Karena kami sebagai pelaksana, kalo gagal tidaknya harus mendapat surat resmi dari kepolisian,” tuturnya.
Meski memberikan jawaban yang tidak tegas dan terkesan normati , Hakim Hans memyebut PN Kuningan tetap tunduk pada putusan pengadilan. Dimana, lahan sengketa itu sudah ada yang hak-nya.
“Intinya PN menjalankan suatu putusan, putusan itux si pemohon itu dinyatakan sudah ada hak nya atas putusan itu, dan itu sudah ada haknya. Dan kita harus menjalankan haknya,” jawabnya. (eki)