KUNINGAN (MASS)- Sebagai warga negara Indonesia, kita sudah selayaknya berbangga diri hidup dan dibesarkan dengan begitu banyak kekayaan yang diwariskan nenek moyang. Salah satunya kekayaan ragam bahasa daerah.
Bahasa daerah sebagai salah satu keanekaragaman budaya merupakan keniscayaan bagi bangsa Indonesia, bangsa besar bersemboyankan “bhineka tunggal ika”.
Terlebih lagi keberadaan bahasa daerah dilindungi Undang-Undang Dasar 45 pasal 32 ayat 2 yang berbunyi “Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional”.
Menurut saya, jika ada pejabat Negara atau tokoh publik yang menggunakan bahasa daerah dalam kegiatan rapat, selama itu dapat difahami bersama dengan peserta rapatnya, harusnya tidaklah menjadi persoalan.
Karna penggunaan bahasa daerah diberbagai kesempatan yang tepat merupakan bentuk lain dari bela Negara yang terus disuarakan pemerintah balakangan ini.
Hal tersebut juga merupakan wujud pemeliharaan dan pengembangan nilai-nilai budaya, harusnya Negara lewat seluruh negarawannya menjamin kebebasan itu.
Seperti yang ditugaskan oleh UUD 45 pasal 32 ayat 1 yang berbunyi “Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia ditengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya.”.
Menyikapi video beredar yang hangat diperbincangkan oleh masyarakat tatar pasundan khususnya para penggiat budaya, amat disayangkan jika seorang berstatus wakil rakyat disenayan sana dengan mudahnya mengkritik dan meminta untuk kepala kejaksaan tinggi diganti hanya karna menggunakan bahasa daerah dalam rapat.
Karna perilaku tersebut bertentangan dengan makna persatuan Indonesia dalam butir ketiga pancasila. Perilaku tersebut dinilai bertolak belakang bahkan menciderai amanat konstitusi yang tertuang dalam butir Pancasila, UUD 1945 dan masyarakat daerah khususnya dalam hal ini masyarakat sunda.
Sungguh sangat jauh dari cerminan seorang negarawan, apalagi hal tersebut dilakukan seorang kader dari partai yang selalu menyuarakan nasionalisme.
Ini bukanlah hal sepele, karna dapat melahirkan perpecahan antar suku dan juga opini yang menyesatkan bahwa orang sunda menakutkan dalam bertutur kata sebagaimana disampaikan dalam video yang beredar.
Selain meminta maaf tentu saya berharap hal ini dapat ditindak lanjuti dengan tegas oleh berbagai pihak yang berwenang dan sikap intoleransi seperti ini tidak mengakar sampai ke daerah, terlebih untuk internal partai supaya dapat memberikan penyegaran tentang wawasan bernegara tiap-tiap kadernya.***
Handika Rahmat Utama
Presiden Mahasiswa STKIP Muhammadiyah Kuningan dan Mahasiswa tingkat akhir pendidikan bahasa sunda