KUNINGAN (MASS) – Makanan merupakan kebutuhan dasar manusia yang jika tidak di penuhii dalam jangka waktu tertentu dapat mengakibatkan kematian. Maka persoalan makanan juga mestinya menjadi bagian yang patut diperhatikan, mulai dari produksi hingga distribusi. Selain itu negara kita sebagai negara yang berpenduduk muslim terbesar di dunia mesti memperhatikan kehalalan produk makanan yang dikonsumsinya.
Kehalalan bahan pangan ini berkaitan dengan bahan baku makanan dan juga cara penyembelihan untuk hewan yang dikonsumsi. Guna terjaminnya produk pangan halal yang beredar di masyarakat maka Indonesia sendiri membentuk Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) dibawah naungan Kementerian Agama (Kemenag). Sebelumnya kewenangan sertifikasi halal berada di tangan Majelis Ulama Indonesia (MUI)
BPJPH selaku pemilik kewenangan untuk mengeluarkan sertifikasi halal, belakangan ini menyampaikan informasi bahwa pelaku usaha di 3 sektor ini wajib melakukan sertifikasi halal. Pertama, produk makanan dan minuman. Kedua, bahan baku, bahan tambahan pangan, dan bahan penolong untuk produk makanan dan minuman. Ketiga, produk hasil sembelihan dan jasa penyembelihan
Masa penahapan pertama kewajiban sertifikat halal akan berakhir 17 Oktober 2024. Berdasarkan Undang-undang No. 33 tahun 2014 beserta turunannya. Selain itu ada rincian tarif yang harus bayarkan pelaku usaha yang ingin mengurus sertifikasi halal untuk produknya. (Kemenag.go.id, 7/1/2023)
Untuk biaya permohonan sertifikat halal tarifnya kisaran Rp. 300.000-Rp. 12.500.000. permohonan perpanjangan sertifikat halal kisaran Rp. 200.000 – Rp. 5.000.000. Registrasi sertifikasi halal luar negeri Rp. 800.000. (kemenag.go.id, 16/3/2022)
Adanya kebijakan kewajiban sertifikat halal bagi para pelaku usaha dengan tarif yang telah ditentukan nampaknya mengindikasikan telah terjadi kapitalisasi pada komoditas sertifikasi halal. Mengingat akan ada sanksi bagi pelaku usaha yang tidak melakukannya. Dan sistem inilah yang diterapkan di negeri kita saat ini, untuk perkara seperti ini saja dikomersialkan.
Padahal sejatinya pengawasan terhadap pangan yang beredar di masyarakat adalah bagian dari kewajiban negara untuk menjamin kehalalannya. Sebenarnya tak perlu rumit untuk melakukan sertifikasi halal, karena penduduk negeri ini muslim maka sudah sewajarnya mayoritas produk yang beredar sudah dijamin kehalalannya. Dan kemudian yang menjadi perhatian adalah hanya produk yang haram yang berlabel. Sehingga lebih simpel dalam pengerjaannya karena produknya lebih sedikit dibanding produk halal.
Sulit memang jika kita berharap persoalan seperti ini akan selesai dengan aturan kapitalisme. Karena yang mereka lihat ini menjadi peluang keuntungan yang besar. Dan sekali lagi rakyat dipandang sebagai pasar yang menggiurkan untuk meraup keuntungan, dan hubungan pemerintah dengan rakyat layaknya jual beli penjual (jasa) dan pembeli.
Padahal sejatinya negara dengan adanya seorang pemimpin adalah benteng rakyatnya dari segala kerusakan. “Sungguh Imam (Khalifah) itu (laksana) perisai; orang-orang akan berperang di belakang dia (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)-nya.” (HR al-Bukhari, Muslim, an-Nasa’i, Abu Dawud dan Ahmad).
slam juga tidak memandang hubungannya dengan rakyat layak penjual dan pembeli. Namun rakyat dipandang sebagai amanah yang harus di urusi oleh penguasa yang memiliki kewenangan sesuai dengan hukum syara.
Mengenai pangan yang beredar di masyarakat negara wajib untuk menjamin semua produk yang diperjualbelikan adalah halal. Tidak ada sedikitpun celah untuk produk haram beredar di area publik. sehubungan dengan warga negara daulah Islam ada yang tidak beragama Islam maka mereka masih boleh untuk memakan babi ataupun minuman beralkohol hanya di tempat tertentu saja. Dan jual beli produk tersebut juga hanya dikalangn terbatas saja, hanya bagi mereka yang bukan muslim dari mulut ke mulut.
Islam menjadikan 3 pilar utama untuk keberhasilan aturan ini: pertama individu yang bertakwa, mereka akan senantiasa memastikan makanan yang mereka makan adalah makanan yang halal ; kedua masyarakat yang senantiasa saling menjaga dengan mengontrol kondisi sekitar dengan Amar Maruf nahyi Munkar; ketiga Islam juga telah mengatur bahwa harus ada negara yang dipimpin oleh seorang imamah bagi kaum muslim untuk menerapkan kebijakan ini sesuai hukum syara.
Elis Sulistiyani
Muslimah Perindu Surga