KUNINGAN (MASS) – Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Kuningan menggelar kegiatan Focus Group Discussion (FGD) dengan tema Cegah Dini Konflik Paham Keagamaan, Kamis (10/7/2025) di aula Kantor Kemenag Kuningan.
Forum tersebut merupakan langkah awal Kemenag dalam upaya mencegah potensi konflik sosial berdimensi agama di Kabupaten Kuningan. Hadir pada kesempatan itu perwakilan Muhammadiyah, NU, Persis, MUI, FKUB, tokoh masyarakat, kepala KUA, dan para penyuluh agama.
Pada kesempatan itu, forum membedah data dari Badan Litbang dan Diklat Kemenag (BIR) periode 2019-2020, tercatat 89 kasus konflik keagamaan di Indonesia. Dari jumlah tersebut, 57 kasus bersifat intra-agama dan 29 kasus antar-agama.
Serta isu-isu lain yang dapat memicu konflik, seperti pemaksaan atribut keagamaan, penolakan rumah ibadah, ekspresi keagamaan yang dapat menimbulkan gesekan sosial.
Kepala Seksi Bimas Islam Kemenag Kuningan, Ridlo Maulana, menerangkan kegiatan tersebut merupakan bentuk tindak lanjut dari arahan Kementerian Agama RI dalam upaya mitigasi konflik keagamaan di daerah.
“Di Kuningan, pernah terjadi kasus terkait ekspresi keagamaan, seperti yang menimpa komunitas Ahmadiyah. Ini menjadi contoh penting bahwa kita harus memiliki sistem peringatan dini untuk mencegah potensi konflik serupa di masa yang akan datang,” ujarnya.
Menurut Ridlo, penyuluh agama dan kepala KUA memiliki peran strategis dalam mendeteksi dan memetakan potensi konflik di wilayahnya. Selain tugas penyuluhan dan pendataan keagamaan, mereka juga diharapkan menjadi garda terdepan dalam menjaga kondusivitas masyarakat.
“Setiap penyuluh dan kepala KUA harus mampu memetakan wilayah yang rawan konflik, termasuk mendata keberadaan rumah ibadah dan komunitas keagamaan yang mungkin berpotensi menimbulkan gesekan,” jelasnya.
Sebagai bentuk antisipasi dan langkah cepat dalam merespon konflik, Kemenag Kuningan berencana membentuk sistem deteksi dini berbasis komunikasi cepat, seperti grup WhatsApp yang akan diisi oleh unsur terkait.
“Early warning system ini penting. Ketika ada tanda-tanda ketegangan, kita bisa segera melakukan penanganan sebelum konflik membesar,” ungkapnya.
Ridlo juga mengungkapkan pentingnya moderasi beragama sebagai pendekatan utama dalam merawat kebhinekaan. Menurutnya, Kemenag menekankan tiga aspek penting atau trilogi kerukunan beragama, yakni kerukunan antarumat beragama, kerukunan internal umat beragama dan kerukunan antara umat beragama dan pemerintah.
“Moderasi beragama bukan soal membandingkan mana yang paling benar, tapi bagaimana kita hidup berdampingan dengan saling menghargai. Ini yang harus ditanamkan dalam setiap penyuluhan keagamaan,” tegasnya.
Kemenag berharap melalui kegiatan yang merupakan pertama kali dilaksanakan di Kuningan, FGD tersebut dapat menjadi program berkelanjutan yang sinergis antara pemerintah, ormas, dan masyarakat.
“Dengan keberagaman paham dan aliran keagamaan yang ada di Kuningan, menjaga stabilitas menjadi tanggung jawab bersama. Pencegahan dini adalah solusi utama,” pungkasnya. (didin)