KUNINGAN (MASS) – Isu terkait keberadaan LGBT di Kabupaten Kuningan belakang ini sempat mencuat. Hal itu membuat masyarakat geram karena dinilai bertentangan dengan norma sosial, budaya dan keagamaan, serta dikhawatirkan perilaku tersebut mempengaruhi generasi muda Kuningan.
Beberapa minggu terakhir, beredar sebuah video viral dimana seorang warga berinisial F membubarkan aktivitas sekelompok orang yang diduga merupakan bagian dari komunitas LGBT di kawasan Pasar Kepuh Kuningan.
Aksi spontan yang dilakukan oleh F tersebut kemudian memicu perdebatan luas di media sosial dan ruang-ruang publik, hingga menimbulkan gelombang desakan agar pemerintah daerah bertindak tegas dan tidak sekadar mengeluarkan pernyataan.
Menanggapi hal ini, Sekretaris Forum Masyarakat Peduli Kemanusiaan (FMPK), Luqman Maulana menila bahwa tindakan F bukan sekedar rencana, melainkan respons spontan terhadap situasi yang ia nilai mengganggu ketertiban dan nilai-nilai sosial.
Sejak video tersebut viral di media sosial, tindakannya itu justru mendapat ancaman dari terduga komunitas LGBT, mulai dari kolom komentar hingga pesan pribadi. Bahkan muncul indikasi rencana laporan F ke pihak berwajib.
“Awalnya ini reaksi spontan warga karena merasa ada gangguan terhadap ketertiban dan nilai-nilai lokal. Tapi setelah muncul ancaman terhadap F, ini bukti keberadaan komunitas ini makin berani menantang masyarakat,” ujar Luqman, Rabu (13/8/2025)
Ancaman terhadap F membuat masyarakat semakin geram, banyak warga menilai hal tersebut dianggap sebagai “batu pemantik” untuk pemerintah daerah (Pemda) tidak boleh diam.
Dalam statement Bupati Kuningan, Dian Rahmat Yanuar, pernah menyatakan keprihatinannya terhadap maraknya aktivitas komunitas LGBT di ruang publik. Hal ini mendapat dukungan dari berbagai elemen masyarakat, mulai dari organisasi keagamaan hingga paguyuban seni-budaya.
Masyarakat juga meminta statmen tersebut dengan langkah nyata Pemda, tak hanya berhenti di level retorika. Mereka juga menuntut program konkret yang melibatkan publik secara aktif namun tetap dalam koridor hukum.
“Statement Bupati penting, tapi rakyat menunggu langkah nyata. Program apa yang akan dijalankan, bagaimana pengawasannya, dan sejauh mana masyarakat bisa dilibatkan tanpa takut dianggap bertindak sendiri? Itu yang kami tunggu,” kata H Andi Budiman, Koordinator Aliansi Persaudaraan Islam Kuningan (APIK).
Sejumlah dinas terkait, seperti Dinas Sosial, Kesehatan, dan Satpol PP telah memaparkan kondisi faktual perkembangan LGBT di Kuningan yang dinilai semakin memprihatinkan. Fakta ini dijadikan dasar bagi masyarakat untuk menuntut realisasi langkah nyata, mulai dari preventif, penindakan, dan rehabilitasi sosial.
“Kalau data dan faktanya sudah diakui, harusnya langkah preventif dan penindakan segera jalan. Jangan sampai masyarakat yang harus turun tangan sendiri,” tegas Toto Suripto, Ketua Perguruan Pencak Silat Bima Suci.
Sementara itu, keresahan warga semakin memuncak setelah beredarnya video aktivitas komunitas LGBT di sebuah kafe kawasan wisata Palutungan, warga menyebut, kelompok tersebut rutin berkumpul setiap malam Sabtu dan Minggu. Fenomena serupa juga terjadi di kafe baru di wilayah Awirarangan.
Lokasi-lokasi tersebut dinilai rawan karena ramai dikunjungi oleh generasi muda, termasuk pelajar, yang membuat masyarakat khawatir adanya dampak penularan pola hidup yang bertentangan dengan norma sosial dan agama.
Situasi ini menempatkan Pemda Kuningan pada posisi sulit. Di satu sisi, ada kewajiban menjaga ketertiban umum dan melindungi generasi muda. Di sisi lain, ada batasan hukum yang harus dipatuhi untuk menghindari pelanggaran hak asasi.
Menyikapi itu, Inisiator Gerakan KITA, Ikhsan Marzuki, mengusulkan sejumlah langkah strategis yang dapat diambil Pemda. Seperti pembentuk Satgas Pengawasan Ruang Publik yang melibatkan unsur masyarakat, tokoh agama, dan aparat.
Program edukasi berbasis keluarga dan sekolah tentang nilai-nilai sosial dan bahaya perilaku menyimpang, Pengawasan ketat tempat hiburan malam yang berpotensi menjadi titik kumpul komunitas LGBT serta layanan konseling dan rehabilitasi sosial bagi individu yang ingin kembali ke jalur sesuai norma agama dan budaya.
Luqman Maulana menambahkan bahwa tanggung jawab kini berada di tangan pemerintah daerah.
“Kalau Pemda tidak segera turun tangan, masyarakat akan kehilangan kepercayaan. Kalau itu terjadi, konflik sosial yang lebih besar bisa sulit dihindari,” ujarnya.
Senada, H Andi Budiman menegaskan, isu tersebut bukan sekadar moral, namun juga tentang arah generasi muda. “Kalau tidak ada ketegasan, kita akan menyesal di kemudian hari,” jelasnya.
Sementara, Toto Suripto menutup dengan memperingatkan agar pemerintah tidak membiarkan masyarakat bertindak sendirian. “Masyarakat sudah siap membantu pemerintah, tapi jangan biarkan mereka bergerak sendiri. Kalau rakyat jalan sendiri, yang rugi kita semua,” pungkasnya. (didin)