KUNINGAN (MASS) – Lima Oktober dua ribu dua puluh
Genderang perang resmi ditabuh
Kurukshetra sedia menampung segala darah dan peluh
Kelak!
Sejarah akan bersuara
Mendakwa wakil kita yang amat tuli dan buta
Sekali lagi!
Panggilan ini untukmu yang mengaku bernurani
Yang tengah berpuisi, berorasi, konsolidasi dan berani mati
Kepada kawan-kawan di jalan perjuangan
Kita harus berhenti romantik pada keadaan
Dan mesti berhenti puitik untuk kesepian
Rakyat yang dicatut namanya oleh dewan-dewan
Tengah ketakutan, kelimpungan dan kehilangan
Mereka siap mati namun enggan dimatikan
Orang-orang khianat
Berselimut di balik jubah yang terhormat
Bersiap, menyergap rakyat dan membuat mereka melarat
//
Petaka ini dimulai dari, “Jika saya terpilih nanti”
Hingga di sinilah kita berdiri
Menonton mereka kencing dan mengebiri demokrasi
Dirobeknya itu selendang ibu pertiwi
Payung yang seyogyanya menaungi nusantara sampai mati
Kini terengah direnggut napasnya oleh manusia-manusia keji
Mereka perlakukan rakyat seperti acar!
Mereka mengemis 5 tahun sekali tanpa gentar
Untuk kemudian menghilang, menjadi tuli dan buta sekaligus mencatut nama kita penuh kelakar
//
Tak pantas, kita mengemis dan memelas
Kita memang orang-orang yang hidup dari harapan-harapan sisa, kawan-kawan
Tapi Tuhan, tidak pernah meninggalkan kebenaran
Kebenaran memang sesekali kalah
Tapi kebenaran, tidak pernah salah
Ini perang kebenaran!
Kita tulis sajak dan prosa-prosa perlawanan
Kita pekikkan seruan-seruan perjuangan
Kita gelorakan semangat-semangat peperangan melawan kemungkaran
Allah menjamin kemenangan!
Dan aku,
Membersamai kalian berdiri paling depan
Kuningan, 05/10/20
Penulis:
Robi Zaenal Muttaqin Nurramdlani (Pegiat Prosa Dua Rupa)