KUNINGAN (MASS) – Di tengah geliat pembangunan, ada satu cita-cita besar yang kini semakin menguat di Kabupaten Kuningan, yakni menjadikan daerah yang benar-benar ramah, terbuka, dan berpihak pada penyandang disabilitas. Cita-cita itu bukan sekadar wacana, tapi terus bergerak menjadi aksi nyata. Komisi Nasional Disabilitas (KND) Republik Indonesia hadir di Ruang Rapat Wakil Bupati, Kompleks Sekretariat Daerah Kuningan Islamic Center (KIC), untuk memastikan semangat inklusi di Kuningan semakin kokoh.
Komisioner KND, Jona Aman Damanik, menyampaikan apresiasinya. Menurutnya, Kuningan sudah memulai banyak langkah baik. Namun, perjalanan ini tak boleh berhenti di tengah jalan.
“Harapan kami, lahir regulasi dan program baru yang memperluas akses bagi penyandang disabilitas, agar mereka benar-benar menjadi bagian aktif pembangunan,” tegasnya.
Wakil Bupati Kuningan, Tuti Andriani, dengan penuh keyakinan menegaskan komitmen daerah. Ia menuturkan, dukungan nyata terus mengalir, baik dari pusat maupun daerah.
“Alhamdulillah, sudah ada beasiswa dari DPR RI untuk siswa berkebutuhan khusus. Kami juga melatih penyandang disabilitas di bidang perhotelan dan kafe. Semua ini agar mereka bisa mandiri,” ujarnya.
Tak hanya berhenti di pelatihan, Pemkab Kuningan bahkan meluncurkan program Sadulur Disabilitas. Pada Kamis (14/8/2025) lalu, di SLB Negeri Taruna Mandiri, Kecamatan Cilimus, puluhan siswa disabilitas menerima langsung dokumen kependudukan, mulai dari KTP, KIA, hingga Akta Lahir. Sebuah langkah sederhana tapi sangat berarti.
Berbagai pejabat daerah juga ikut mempertegas arah kebijakan Kuningan yang inklusif, mulai dari Pj Sekda Kuningan, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Kepala BPKAD dan Staf Ahli Bupati Kuningan.
Pj Sekda, Dr. Wahyu Hidayah, menegaskan, layanan inklusi harus lintas sector, mulai dari pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, hingga sosial.
“Jangan ada warga yang tertinggal,” katanya mantap.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Uu Kusmana, menambahkan, kini sudah ada SK Bupati yang memperkuat layanan inklusi di sekolah. Prinsipnya jelas, semua anak berhak belajar dan berkembang.
Kepala BPKAD, Deden Kurniawan, mengingatkan soal anggaran. “Inklusi tidak boleh berhenti pada seremoni. Harus ada ruang yang nyata dalam APBD,” tegasnya.
Terakhir, Staf Ahli Bupati, Elon Carlan, menutup dengan pengingat bahwa Kuningan bukan sekadar mengikuti tren nasional.
“Bahkan sebelum regulasi nasional lahir, Kuningan sudah bergerak. Ada lebih dari 30 penyandang disabilitas yang kini menjadi pegawai, bahkan pejabat. Ini bukti bahwa keberpihakan bukan sekadar slogan,” ujarnya. (argi)