KUNINGAN (MASS) – Kebebasan menyampaikan pendapat selalu didambakan oleh manusia, pada zaman dahulu dan zaman modern.
Kutipan dari Cato,” Apabila seorang tidak bisa bicara atas keinginan sendiri, orang itu hampir tidak bisa berbuat apa-apa atas keinginannya sendiri”.
Mencerminkan sesalan yang dirasakan hampir setiap pelosok dunia (Surabjee, 1993).
Kebebasan berbicara dan berpendapat adalah kebebasan yang mengacu pada sebuah hak untuk berbicara secara bebas tanpa adanya tindakan sensor atau pembatasan akan tetapi dalam hal ini tidak termasuk dalam hal untuk menyebarkan kebencian.
Kebebasan berbicara di Indonesia telah di jamin, salah satunya yang tercantum dalam UUD 1945 pasal 28.
Dimana dalam pasal ini menjamin semua warga negara untuk bebas mengeluarkan pendapat baik secara lisan maupun tulisan, tanpa takut adanya hal yang akan mengganggunya.
Hal tersebut didasarkan pada kebebasan berbicara dan berpendapat merupakan salah satu hak asasi manusia. Indonesia juga sudah meratifikasi konvensi tentang HAM internasional.
Dari dasar hukum itulah, seharusnya setiap warga negara Indonesia berhak menyampaikan pendapatnya, baik itu berupa kritikan, saran, nasihat maupun larangan sekalipun, tanpa khawatir adanya tindakan-tindakan yang mengancam atau bahkan melarangnya.
Siapapun boleh menyampaikan pendapatnya, baik itu pejabat maupun seorang petani sekalipun. Tidak boleh ada satu pun orang maupun instansi pemerintah atau siapa saja yang berhak membatasi apalagi melarang seseorang untuk menyampaikan pendapatnya.
Akan tetapi, hal ini tidak terjadi pada seorang mahasiswi di salah satu kampus swasta di Kabupaten Kuningan.
Mahasiswi dengan nama lengkap Ilyani Mahierani, yang mengambil jurusan Gizi di Universitas Islam Al-Ihya Kuningan, justru mendapat perlakuan intimidasi manakala dia mengkritik Dinas Kesehatan Kabupaten Kuningan mengenai tingginya angka stunting di Kabupaten Kuningan.
Intimidasi tersebut datang dari dosen yang juga ASN di lembaga yang Ilyani kritik, Ya benar, beberapa jam setelah Ilyani melayangkan kritikan tersebut terhadap Dinas Kesehatan Kab. Kuningan.
Ilyani langsung mendapat pesan whatsap dan mengajak bertemu secara pribadi bukan secara kelembagaan, padahal kritik itu di layangkan secara kelembagaan.
Setelah melakukan pertemuan saya menohok ketika mendengar isi dari pertemuan tersebut. Tak tanggung-tanggung, ancaman yang dilayangkan dosen tersebut adalah berupa pengosongan nilai serta tidak bisa mengikuti praktek belajar lapangan (PBL) di Kuningan!
Intimidasi yang dilakukan oleh dosen tersebut membuat Ilyani khawatir dan ketakutan. Padahal, kritikan Ilyani bukan tanpa data yang valid.
Tentu saja, kritikan yang ia layangkan terhadap Dinas Kesehatan Kab. Kuningan dapat ia pertanggungjawabkan kritikannya tersebut.
Dalam hal ini, kritikan Ilyani bukanlah mengatasnamakan pribadi dirinya, melainkan kritikannya ia sampai dengan melalui Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Islam Al-Ihya Kuningan.
Kebetulan ia merupakan anggota daripada BEM Universitas Islam Al-Ihya Kuningan yang menjabat sebagai Menteri Kesehatan.
Artinya, kritikan terhadap Dinas Kesehatan Kab. Kuningan tersebut datang daripada organisasi kemahasiswaan yang dalam hal ini adalah BEM Unisa Kuningan.
Sehingga, jika ada yang keberatan dengan kritikan Ilyani tersebut, seharusnya itu disampaikan kepada organisasi BEM, bukan kepada individu Ilyani!
Dosen yang mengintimidasi Ilyani, yang juga merupakan pegawai di Dinas Kesehatan Kab. Kuningan tersebut tentu saja telah melakukan kesalahan dengan perbuatannya.
Apa pun alasannya, apa yang dia lakukan terhadap mahasiswinya sendiri telah mencederai nilai-nilai kebebasan berpendapat, demokrasi serta Hak Asasi Manusia.
Selain itu, apa yang dia lakukan tidaklah mencerminkan dia sebagai seorang pendidik, apalagi di jenjang perguruan tinggi.
Dimana mahasiswa di tuntut agar dapat berpikir dan bersikap kritis terhadap segala sesuatu apa pun. Lalu, bagaimana seorang mahasiswa dapat kritis, apabila buah dari sikap kritis tersebut adalah ancaman ketidaklulusan?
Semoga, tragedi ini tidak lagi terus menerus terjadi di negeri yang menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi dan kebebasan berpendapat ini.
Setidaknya, cukup hanya Ilyani yang menjadi korban intimidasi dari oknum dosen di Kab. Kuningan khususnya, dan umumnya di seluruh perguruan tinggi di Indonesia.
Mari kita kawal nilai-nilai demokrasi serta kebebasan berpendapat! Sudah saatnya mahasiswa berani bersuara dan berteriak akan kezaliman yang terjadi di Republik Indonesia tercinta ini.
Suara dan teriakan yang murni keluar dari dalam hati sanubari, bukan karena emosi apalagi materi. Sehingga apa yang kita semua cita-cita kan akan negeri ini, akan menjadi kenyataan suatu saat nanti dan tentunya juga berkat pertolongan sang Ilahi.***
Penulis : Salman Al faris
Wakil Ketua Hima PAI Unisa