KUNINGAN (MASS) – Gelombang aksi mahasiswa pada Senin (23/9) dan Selasa (24/9) dilanjutkan dengan adik-adik siswa SMA dan SMK pada Rabu (25/9) menjadi antitesa kemajuan yang diharapkan dari teknologi digital 4.0.
Ditengah kemajuan teknologi yang sangat cepat dan dahsyat, gencarnya sosialisasi terkait usaha rintisan dengan memanfaatkan teknologi digital 4.0 yaitu startup dan unikorn, pemerintah nampak banyak berharap para pengguna internet aktif yang berdasar data we are social mencapai 150 juta jiwa dengan pengguna internet mobile 130 juta jiwa, menjadi pelopor dunia usaha startup dan unikorn dengan memanfaatkan akses teknologi 4.0.
Namun, nyatanya berdasar data yang disampikan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) startup di Indonesia per Maret 2019 tercatat hanya 2.050. Dengan angka hanya berkisar ribuan jika dibandingkan dengan pengguna aktif internet, nyatanya pemerintah masih kesulitan dalam mengendors masyarakat untuk memanfaatkan teknologi yang ada untuk membuat sebuah unicorn.
Berbanding terbalik dengan harapan pemanfaataan teknologi digital 4.0, nyatanya kemudahan dalam mengakses informasi dan komunikasi menjadikan sesuatu yang patut ditinjau oleh pemerintah. Pasalnya, dalam beberapa tahun terakhir terbukti, kemudahan dalam berselancar di internet kerap menimbulkan konsolidasi nasional 4.0.
Seperti baru-baru ini yang terjadi. Terdapat fenomena yang menarik dalam rentetan aksi massa yang terjadi sejak Senin hingga Rabu kemarin. Dimulai dari beredarnya seruan ‘Gejayan Memanggil’ yang berasal dari Yogyakarta. Diikuti secara serempak oleh seluruh elemen mahasiswa di berbagai daerah masing-masing.
Bahkan, tidak sedikit untuk massa aksi yang dekat Jakarta memilih berbondong-bondong datang ke gedung DPR/MPR RI dengan menggunakan truk, bis dan kendaraan lainnya. Adapun, massa aksi yang berada jauh dari Ibu Kota Negara, memilih berduyun-duyun di sentral kotanya masing-masing untuk menyuarakan hal yang sama namun dengan pilihan aksi yang berbeda. Ada yang memilih sikap keras dan represif adapula yang duduk tenang dan berdialog mendengarkan para pejabat negara. Namun semuanya dengan 1 misi yaitu tentangg pembatalan UU KPK, RUU KUHP, RUU PKS, RUU Pertanahan dll.
Jika menilik pada 2 dekade silam, aksi massa yang paling fenomenal ditahun 1998 dengan keberhasilannya menumbangkan rezim Soeharto. Berdasarkan cerita para tokoh eksponen 98, sampai menemukan keberanian dan kekompakan hingga mereka mampu secara intensi berhari-hari turun ke jalan untuk berdemonstrasi. Membutuhkan konsolidasi hingga berbulan-bulan hingga menemukan kata sepakat.
10 tahun berlalu. Di tahun 2008, mahasiswa sempat melakukan kekompakan untuk aksi bersama kembali, pada saat itu pertama kali muncul terkait kalimat penghinaan pada Presiden, karena massa aksi membawa KERBAU yang ditulis dengan satire nama Presiden sebelum Pak Jokowi, yaitu ‘eS-Be-Ye’.
Di 2008, saya juga menjadi saksi berminggu-minggu kami melakukan konsolidasi, meyakinkan mahasiswa harus kompak turun kejalan bersama di setiap daerah. Meski hal itu berhasil, namun 6 kawan saya perwakilan dari Yogyakarta, terciduk di Stasiun Jatinegara oleh aparat dan harus mendekam di jeruji besi karena disangkakan provaktor hingga aksi berjalan chaos.
Lewat 11 tahun dari 2008, yaitu 2019. Aksi mahasiswa terlihat sangat powerfull. Bertemakan penolakan UU KPK, RUU KUHP, RUU Pertanahan, RUU PKS dll. Yang notebene baru menyeruak beberapa minggu kebelakang, namun dapat direspon secara masive dan bersama di setiap daerah.
Banyak eksponen aktivis, termasuk saya mengapresiasi tentang kekompakan mahasiswa dalam berdemonstrasi, yang dapat meletup di berbagai daerah.
Sebagai bagian dari gen x, menghadapi fenomena aksi massa yang saya perkirakan hanya dalam hitungan hari untuk melakukan konsolidasi nasional. Bahkan ditandai dengan tulisan satire yang nampak seperti candaan, namun kompak muncul di berbagai daerah massa aksi yang muncul.
Ditutup dengan aksi oleh adik-adik Siswa SMK dan SMA, yang konon katanya mereka melakukan aksi atas ajakan dari sosial media, semakin menguatkan argumen saya bahwa konsolidasi aksi massa dilakukan secara intens, masive, rapih dan seolah sangat terencana.
Hingga, diakhir tulisan ini. Saya berfikir, siapakah tokoh intelektual yang berhasil menyerukan dan meyakinkan para mahasiswa hingga adik-adik SMK dan SMA untuk kompak mengkonsolidasi aksi sebesar seperti kemarin ?
Rio Kencono
Kuningan Institute