KUNINGAN (MASS) – Kabupaten Kuningan, setidaknya sudah dua kalo disebut Miskin. Pertama kali diucapkan Gubernur Jabar yang mengkategorikan Kuningan sebagai salah satu termiskin di Jabar.
Setelahnya, Kuningan juga ditetapkan salah satu yang dikategorikan pemerintah pusat sebagai wilayah dengan kemiskinan ekstrim, yang melanda banyak wilayah di Indonesia.
Karenanya, Dewan Pengurus Komisariat Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia Fakultas Hukum Uniku menggelar Focus Group Discussion dengan mengusung tema “ Kok Bisa Kuningan Dua Kali Dikatakan Miskin?” pada Sabtu (30/10/2021) pagi.
Acara sendiri, dibuka oleh Bupati Kuningan H Acep Purnama SH MH di aula Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Cigugur. Selain Bupati, hadir juga Wabup M Ridho Suganda.
Hadir juga Ir Usep Sumirat (Kepala Bappeda), Dr Deni Hamdani (Kadis Pertanian), Drs H Uca Somantri M Si (Kadisdik), Anggota DPRD Rana Suparman.
Kemudian, Beni Prihayatno S Sos M Si (Plt Kadis Pertanian dan Ketahanan Pangan),bWarek 3 Dr Haris Budiman SH MH, perwakilan Diskopdagrin, dan Kepala Seksi BPS Tuti Juhaeti SSt M Si.
Hadir pula sebagai peserta diskusi, organisasi mahasiswa dan kepemudaan seperti PMII, HMI, HMKI, Bem Unisa, BEM Stikes dan Karang Taruna.
Forum Gruf Discussion sendiri, dipandu Zio Rahaden Ranu. Dijelaskannya, FGD itu diadakan untuk mencari penyebab mengapa Kuningan dapat predikat sebagai kabupaten miskin serta mencari solusi atas penyebab kemiskinan itu.
Apalagi, kata Zio, status baru kemiskinan ektrim yang disematkan ke Kuningan ini, merupakan sebuah kemunduran.
“Tentunya ini merupakan kemunduran dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat,” ujarnya setelah diskusi.
Tidak optimalnya kinerja instansi pemerintahan, lanjut Zio, jadi kesimpulan dari hasil diskusi.
Masih banyak program-program potensial yang tidak dioptimalkan oleh pemerintah daerah.
“Sehingga yang seharusnya melalui program-program tersebut dapat meningkatkan kesejahteraan justru kebalikannya,” imbuhnya.
Permasalahan lainnya yang menjadi hal fundamental, lanjutnya, adalah terkait dengan data akan potensi-potensi baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia yang dapat dikembangkan.
“Tentunya dalam merencanakan pembangunan sangat diperlukan data yang lengkap sebagai acuan dalam proses pembangunan,” tambahnya.
Dalam diskusi itu, selain menyoroti kemiskinan ekstrim, banyak juga yang mempertanyakan indikator yang digunakan pengitingan tersebut.
PMII misalnya, menilai aneh indokator miskin yang menyebutkan minum air sumur sebagai salah satunya.
Keanehan lainnya, diutarakan dari pihak karang taruna Taufik. Dirinya juga merasa aneh dimana Desa Cibingbin misalnya, termasuk IDM (Desa Mandiri) dan disematkan Desa Swasembada, tapi wilayah kemiskinan ekstrim.
Selanjutnya, kembali Zio menyimpulkan, yang mengatakan pemerintah daerah kinerjanya ternyata tidak didahului oleh riset.
Hal ini, lanjutnya, terungkap dalam APBD tidak ada anggaran atau biaya untuk riset.
“Idealnya pemerintah daerah dalam menentukan arah kebijakan perlu juga melakukan riset dengan melibatkan akademisi, hal ini dirasa perlu agar dalam pelaksanaannya dapat terukur dan sistematis,” terangnya.
Sangat diharapkan, sebutnya lagi, pemerintah daerah dapat berkomitmen dalam penanganan kemiskinan.
Tentunya dengan jangka waktu yang ditentukan sebagai target prioritas berikut disertai dengan konsistensi strategi dari pemerintah daerah.
“Mengingat bahwa sebentar lagi akan peralihan tahun, Maka akan sangat menggembirakan apabila pemerintah daerah dapat memberikan kado tahun baru yang istimewa bagi masyarakat Kuningan dengan keluarnya Kuningan sebagai Kabupaten yang Miskin,” tuturnya.
Demikian dengan Dewan Pimpinan Cabang Kuningan Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (DPC GMNI), lanjutnya di akhir, siap serta konsisten untuk mengawal kinerja daripada pemerintah daerah dalam penanggulangan kemiskinan selama dua bulan kedepan. (eki)