KUNINGAN (MASS) – Satu hal yang perlu kita cermati bahwa UU Desa tidak memberikan legitimasi kewenangan kepada camat terhadap desa selaku atasan Kuwu. Padahal fakta menunjukan bahwa pemerintahan desa sangat membutuhkan pembinaan langsung dari kecamatan, karena potret pemerintahan desa kita masih diwarnai dengan keterbatasan Sumber Daya Manusia.
Desa menghadapi masalah keterbatasan kapasitas aparatur, keterbatasan sarana prasarana dan lemahnya manajemen pemerintahan desa. Sementara hubungan kecamatan dengan desa bersifat sistemik, karena saling ketergantungan, saling mempengaruhi dan berinteraksi secara langsung dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan.
Pola relasi seperti ini mestinya diatur dengan kewenangan yang jelas, karena walaupun Camat secara formal tidak ditempatkan sebagai atasan langsung Kuwu, namun juga tidak dapat dikatakan bahwa kedudukan camat sejajar dengan kuwu. Bahkan atasan riil adalah camat, karena camat yang sehari hari membina dan mengawasi penyelenggaraan pemerintahan desa, tempat para Kuwu dan Perangkat Desa berkonsultasi menyangkut pelaksanaan tugas dan kewajiban. Untuk lebih mengefektifkan tugas-tugas, mestinya UU Desa memberikan peran yang signifikan terhadap camat.
Perlu diketahui dari 122 pasal dan 249 ayat UU Desa, hanya 2 (dua ) ayat yang memberikan kewenangan kepada camat (walaupun bukan kewenangan substantib), yaitu pasal 49 ayat (2) dan pasal 53 ayat (3) yang menyebutkan bahwa ketika Kuwu akan mengangkat/memberhentikan Perangkat Desa terlebih dahulu berkonsultasi dengan camat atas nama Bupati. Di pasal-pasal lainnya camat disebutpun tidak, apalagi diberi kewenangan.
Namun demikian masih ada peluang bagi kewenangan camat, yaitu pintu masuknya lewat pasal 112 ayat (2) yang menyebutkan bahwa dalam melaksanakan pembinaan dan pengawasan kepada desa, Bupati dapat mendelegasikan kepada Perangkat Daerah.
Jadi kuncinya ada di Bupati, kita berharap semoga Bupati memperhatikan dan menjalankan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UU Desa nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, Bab XI pasal 154 bahwa pembinaan dan pengawasan desa oleh camat, sehingga sebagai simbol pemerintah digaris terdepan adalah camat menjadi eksis, dapat memaksimalkan tugas dan kontribusinya bagi praktek penyelenggaraan pemerintahan, tugas-tugas pembangunan, pembinaan serta pemberdayaan masyrakat.
Oleh karena itu legalitas camat perlu diterbitkan Surat Keputusan camat tentang pendelegasian Bupati kepada camat. Tugas camat tercantum dalam pasal 154 PP Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa sebagai fasilitator.
Pertanyaannya sekarang, mengapa Camat perlu dilibatkan dalam Pembinaan dan Pengawasan jalannya pemerintahan desa?
Pertama karena dimungkinkan atau diberi peluang oleh peraturan perundang-undangan.
Kedua adalah untuk efektifitas dan efisiensi pembinaan dan pengawasan, karena camat dan jajarannya yang berinteraksi dan berhubungan langsung dengan Kuwu dan Perangkat Desa.
Ketiga, dalam konteks sistem pemerintahan Republik Indonesia sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, desa disamping sebagai entitas yang mempunyai hak otonomi, desa juga diberi peran sebagai bagian dari entitas administrasi negara dengan tugas-tugas dan mempertanggung jawabkan penggunaan dana negara yang telah diterimanya, sehingga menjadi relevan kalau desa mendapat pembinaan dan pengawasan dari aparatur birokrasi.
Satu hal lagi yang dapat memperkuat hubungan camat dengan kuwu adalah bahwa secara sejarah dan berdasarkan sistem pemerintahan adalah bahwa pola hubungan Camat dengan Kuwu adalah sangat dekat yang merupakan WARISAN JAMAN yang patut dipertahankan karena sudah menjadi mindset bersama sampai saat ini.***
Penulis : T. Umar Said
Anggota DPC Apdesi Kabupaten Kuningan Bidang Hukum dan Perundang-undangan