KUNINGAN (MASS) – Suara arus bawah menyeruak pada reses Anggota DPR RI dari Fraksi PKB, Hj Rina Sa’adah Lc MSi di Balai Desa Dukuhtengah Kecamatan Maleber, Minggu (15/12/2024). Beberapa warga mengeluhkan susahnya mendapatkan pupuk dan anjloknya harga gabah pada musim panen.
“Jangankan pupuk subsidi, mau beli pupuk nonsubsidi juga susah banget. Itu kenyataan di lapangan,” ungkap H Moch Gozali MSi, anggota DPRD Kuningan mewakili kaum petani yang berada di wilayahnya Kecamatan Cibingbin.
Bukan hanya pupuk, kebutuhan air irigasi pun belum tertuntaskan oleh eksekutif. Padahal konon Kuningan melimpah air hingga bisa menjual ke Cirebon dan Indramayu.
Ia mencontohkan Kecamatan Cibingbin yang merupakan kawasan tadah hujan. Untuk kebutuhan air irigasi belum teratasi oleh keberadaan Bendung Kuningan. Padahal lokasinya di Kabupaten Kuningan.
“Kebutuhan airnya banyak ke wilayah Jawa Tengah. Kalau saja irigasinya bagus, maka panennya bisa 2 sampai 3 kali dalam setahun,” ungkap Gozali yang diperkuat peserta reses lainnya, Karnadi, asal Kalimanggis.
Sedangkan untuk kebutuhan air minum, dari 300 liter/detik yang bisa dimanfaatkan, hanya 100 liter/detik yang dapat dinikmati masyarakat Kecamatan Cibingbin dan Ciberem. Selebihnya untuk masyarakat Jawa Tengah.
Kaitan dengan kehutanan yang masuk bidang garapan Rina Sa’adah, Gozali mengungkapkan, jangan melulu menyebut Ciremai ketika bicara hutan. Sebab menurutnya, Cibingbin dan Ciwaru terbilang wilayah yang mempunyai kawasan kehutanan yang luas.
“Dan satu lagi yang mungkin diluar bidang bu Rina, yaitu berkaitan dengan PJU (penerangan jalan umum). Dari Kuningan ke Cibingbin itu menempuh jarak antara 16-17 kilometer. Bisa kita rasakan bahwa penerangannya seperti apa, sangat kurang,” tukasnya.
Sementara, Fatimah asal Kecamatan Lebakwangi mengungkap fakta sering terjadinya harga gabah anjlok ketika musim panen. Padahal seharusnya para petani menikmati hasil panen dengan harga yang melampaui biaya produksi.
“Pas harga lagi naik, kita gak bisa nanam karena factor air, pupuk dan lainnya. Sedangkan ketika kita bisa nanam dengan menghabiskan biaya produksi yang cukup mahal, giliran panen malah anjlok harga gabahnya. Kasihan kan petani yang garapnya,” tutur Fatimah.
Untuk itu, ia meminta agar pemerintah mampu menyetabilkan harga untuk kesejahteraan para petani. Berbeda dengan pemilik lahan tani, yang dampaknya tidak seburuk penggarap lahan.
Semua aspirasi diserap dan hendak diperjuangkan oleh Rina Sa’adah yang masuk Komisi IV Bidang Pertanian, Kehutanan dan Kelautan. Ia menyampaikan kabar gembira, jika sekarang ini anggaran untuk sector pertanian begitu besar hingga mencapai Rp29 triliun lebih.
“Itu semua dalam rangka mewujudkan swasembada pangan. Dan perlu diketahui, nanti itu akan ada kebijakan impor beras sehingga diharapkan mampu menyetabilkan harga gabah. Selain itu, (pengelolaan, red) pupuk langsung oleh kementerian pertanian, bukan lagi BUMN. Irigasi juga sama, bukan lagi di kementerian PU. Dan Bulog nanti itu langsung dibawah presiden, tidak lagi kementerian BUMN,” paparnya. (deden)