KUNINGAN (MASS) – “Bagi saya, membangun peradaban mulia berawal dari tingkat keluarga. Karena itu, keluarga harus dibangun, dijaga dengan baik demi sebuah peradaban,” tegas Ninin Setianingsih, SP. (Ketua Pimpinan Daerah Persaudaraan Muslimah Kab. Kuningan).
Unsur terkecil dari sebuah peradaban adalah keluarga. Sebagai ormas yang peduli perempuan, anak dan keluarga, Salimah telah banyak membangun komunitas, diantaranya Komunitas Orangtua Bijak (KOB) yang mempersiapkan pewaris peradaban mulia. Apabila komunitas tersebut tumbuh dengan baik, otomatis peradaban juga akan baik.
Hal lain yang tidak boleh dilupakan, kunci utama peradaban adalah pendidikan. Salimah juga berusaha untuk membangun pendidikan karena pendidikan adalah software.
Departemen Dakwah yang konsen dengan penguatan keislaman. Departemen Diklat yang konsen dengan pengembangan keilmuan dan pelatihan peningkatan keterampilan. Departemen Ekonomi yang konsen dengan penguatan ekonomi umat. Serta Departemen Bangca & SDM yang konsen dengan pengembangan SDM dan perluasan jaringan dakwah.
Salimah berusaha membangun peradaban dengan membuat konsep “guyub” (bersama-sama) dan selalu menjaga tali silaturahmi antar pengurus dan anggota.
Apa filosofi Anda sehingga begitu kuat ingin membangun peradaban?
“Salimah selalu berorientasi bahwa semua kegiatan tidak hanya selesai di dunia. Semua kegiatan dalam perjalanan hidup kita adalah bagian dari ibadah. Semua kegiatan Salimah harus menjadi ibadah. Intinya adalah di dunia ini kita harus beramal dengan sebaik-baiknya sehingga kita bisa mengonversi amal ibadah kita. Semua ini harus didapat dengan kerja keras, dengan proses yang tidak mudah dan cepat”.
Bahkan dalam kepengurusan, saya juga menerapkan bahwa menjadi pengurus adalah ibadah. Kualifikasi kepengurusan baik tingkat PD, PC sampai PRa bukan parsial, tapi end to end pada masing-masing departemen atau bidang. Kerja Dakwah Tim dengan prinsip bekerja end to end merupakan bagian dari ibadah. Ini yang saya pegang dan terapkan dalam memimpin Salimah Kab. Kuningan.
Intinya adalah jangan menganggap penugasan di luar job desk adalah beban. Kemudian, jangan takut salah dan selalu ada hikmah dalam suatu peristiwa. Apa yang menurut kita di luar ekspetasi, tetapi justru banyak hikmahnya. Intinya adalah selalu berbaik sangka.
Bagaimana pandangan Islam mengenai proses kelahiran suatu peradaban?
Terkait peradaban, makna dari istilah tersebut terkait erat dengan akal budi dan kemampuan manusia melakukan kreativitas sehingga menghadirkan kemanfaatan, kemajuan, dan pencerahan yang selalu eksis di setiap ruang dan waktu.
Kata Ninin, peradaban telah menjadi perhatian Alquran sejak wahyu pertama hingga wahyu terakhir.
Untuk melahirkan peradaban mulia, Al Quran ditambah Sunnah Nabi menekankan pengelolaan holistik tiga unsur dalam diri manusia.
Tiga unsur tersebut adalah ruhani (spiritual), fisik (jasmani) dan aqliyah (keilmuan). Jika ketiganya dapat digarap dengan baik, maka yang lahir adalah sifat sholeh (membawa perbaikan). Sedangkan jika hanya mengandalkan satu unsur saja maka yang lahir adalah sifat fujur hingga fasad (membawa kerusakan).
“Dalam sejarah Islam, Nabi Muhammad Saw menerima wahyu dari periode awal sampai puncaknya saat Nabi berusia 63 tahun dalam periode 23 tahun, semua wahyu yang turun dari Al Quran semuanya menyinergikan tiga bagian ini,” ungkap Ninin.
Sebagai hasilnya, masyarakat Arab yang saat itu disebut sebagai kaum jahiliyah pada akhirnya mampu berubah menjadi umat terbaik dengan peradaban yang dipuji oleh Allah SWT sebagaimana dalam Surat Ali Imran ayat ke-110 tentang ‘khairu ummah’.
“Jika tiga bagian ini bisa dioptimalkan dengan maksimal, maka di manapun manusia itu berada, akan terwujud manusia paripurna, yang seutuhnya dan mampu mengkreasikan apapun di ruang dan waktu dengan kemanfaatan yang dibutuhkan oleh manusia di tempat mereka berada” papar Ninin.
“Semoga setiap keluarga mampu melahirkan pewaris peradaban mulia”, pungkasnya. (deden/rl)