KUNINGAN (MASS) – Hasil Kunjungan Dalam Daerah (KDD) yang dilakukan Komisi 1 DPRD, masyarakat kaki Gunung Ciremai merasa belum menerima manfaat dari keberadaan Taman Nasional Gunung Ciremai.
“Terhadap wacana yang sedang berkembang sikap Komisi 1 tentu harus bijaksana dalam merespon karena terkait wacana penurunan status dari TN ke TAHURA ini ada yang setuju dan ada yang tidak (pro dan kontra),” ujar Wakil Ketua Komisi 1, Saw Tresna Septiani, Jumat (14/2/2020).
Keduanya baik yang pro maupun yang kontra, imbuhnya, tentu harus didengar. Mereka berpendapat setuju dan tidak setuju pasti mempunyai argumen.
Oleh karena itu Komisi 1 mengambil langkah melakukan Kunjungan Dalam Daerah (KDD) ke desa yang berada di kawasan Gunung Ciremai yang terdampak langsung dengan keberadaan TNGC.
“Kemarin hari Kamis kami ke lapangan berkoordinasi dengan Camat Darma untuk bisa memfasilitasi kami untuk bisa bertemu dengan Kepala Desa, Ketua BPD, Ketua LPM serta tokoh masyarakat desa-desa yang terdampak langsung yang berada di area kawasan TNGC bertempat di Desa Karangsari,” terang Tresna.
Yang hadir dari 4 desa yaitu Karangsari, Gunung Sirah, Situsari dan Sagarahiang. Kunjungan tersebut dalam rangka pendalaman.
“Alhamdulillah kami bertemu langsung dengan mereka, kami sharing, mereka menyampaikan keluhan dan kami komisi 1 memberikan gambaran terkait aturan yang berhubungan dengan TN ataupun Tahura,” tuturnya.
Diungkapkan, mereka mengeluhkan kondisi saat ini yang mereka rasakan adalah menurunnya kualitas air bersih. Mereka berpendapat harusnya BTNGC melakukan reboisasi sehingga mereka tidak mengalami krisis air bersih.
Dampak lain adalah hasil bumi menurun drastis terus menerus karena rusak oleh hama babi. Walaupun mereka sudah berupaya sampai tidur di ladang dengan membuat saung tapi tetap saja tidak bisa menyelesaikan persoalan, justru hama babi semakin banyak yang turun.
Politisi Golkar ini mengatakan, masyarakat 4 desa mengharapkan ada program-program untuk pemberdayaan masyarakat. Dengan masuknya PNBP ke pusat seharusnya ada imbal balik untuk memberdayakan masyarakat.
“Dari apa yang dipaparkan mereka, kami menyimpulkan bahwa mereka berpendapat bahwa keberadaan BTNGC belum memberikan manfaat terhadap masyarakat,” tandasnya.
Sesuai dengan tugasnya, Komisi 1 ruang lingkupnya bidang Hukum, Administrasi, Pemerintahan dan Keuangan. Jadi terhadap mereka yang hadir komisi 1 memberikan pandangan dari sisi hukumnya.
“Kepada mereka kami menjelaskan apa itu TN dan apa itu TAHURA, pemanfaatannya, kewenangan pengelolaannya,” terang anggota dewan perempuan yang aktif di banyak organisasi itu.
Dari responnya, jelas Tresna, mereka mengakui jadi mengerti dan tertarik diturunkan jadi TAHURA karena pengelolaanya oleh daerah sehingga komunikasinya lebih mudah tentu dengan catatan harus benar benar berdampak baik terhadap masyarakat.
Dari sisi aturan, ketika diajukan pengajuan penurunan TN ke TAHURA, apakah akan bisa dikelola oleh daerah atau oleh propinsi karena melibatkan beberapa daerah kabupaten?
Saw Tresna menegaskan akan mengkajinya, membahas peralihan tersebut secara komprehensif dengan mengacu kepada tuntunan perundang undangan. Dengan kunjungan kerja ini, pihaknya menampung aspirasi mereka menjadi bahan komisi 1 untuk mengkaji lebih jauh.
“Ini baru satu titik, kita masih akan melakukan kunjungan ke desa desa terdampak di Dapil 1 dan dapil 2. Belum lagi kita akan melakukan pendalaman dengan mereka yang tidak setuju dan pendalaman dengan lintas kabupaten. Nanti hasilnya kita akan jadikan rekomendasi komisi untuk dilaporkan kepada pimpinan, paparnya.
Menanggapi sikap keukeuhnya BTNGC yang mengaku sudah berjalan sesuai aturan bahkan menawarkan aturan winwin solution, Tresna juga menegaskan bakal menjadi bahan untuk dimasukan pada rekomendasi komisi. (deden)