KUNINGAN (MASS) – Sebanyak 16 jiwa yang tinggal di 3 rumah berletak di Jalan Baru Awirarangan, terancam kehilangan tempat tinggalnya.
Pasalnya, tempat tinggal mereka sudah dilelang oleh lembaga keuangan dan dibeli harga murah oleh pemenang lelang. Dan kini, keluarga tersebut memilih memasang spanduk penolakan pengosongan, karena hal yang sangat mengganjal.
Hal itu diutarakan Faris, Aziz dan Rudi, keluarga yang terancam harus mengosongkan rumah sendiri karena perkara utang piutang. Tanah seluas 525 meter persegi itu, jadi jaminan hutang.
Debitur, Faris, menceritakan panjang lebar bagaimana kejanggalan proses lelang yang kini diperkarakannya ke meja hijau, (ajuan ke) pengadilan.
“Jadi awalnya saya pinjam uang ke lembaga keuangan senilai 150 juta, 2020 bulan Oktober,” ujarnya mengawali.
Di perjalanan, usahanya sempat mengalami naik turun yang menyebabkan awal tahun 2022, bayarannya tidak lancar setelah 18 cicilan.
“3 bulan menunggak (2022) tetapi pas tunggakan itu saya minta nego, keringanan. (Saya bayar) 1 bulan 6.236ribu, saya minta setengahnya, keringanan,” tuturnya.
Pilihan itu, ia lalukan agar usahanya tetap jalan. Pasca 3 bulan itu, kemudian ia bisa kembali membayar cicilan dengan lancar sampai Agustus.
“Masuk Agustus, saya minta keringanan lagi dengan minta bantuan ke lembaga keuangan, tapi gak bisa. Akhirnya bulan September, (datang) surat pemberitahuan lelang, akhirnya kan saya buru-buru biar ini batal, nego lagi,” tuturnya.
Ia mengaku punya keinginan untuk bertemu langsung dengan Kepala Cabang. Namun, ia merasa tidak terus ditanggapi. Akhirnya, lelang jalan terus dan ia memilih jalan somasi.
Faris mengaku, sempat dipanggil oleh Kepala Cabang untuk teknis pembayaran. Ia datang karena memang punya itikad baik dan ingin membayar.
Namun, saat ke Cirebon, Keplaa Cabang dianggapnya sealu menghindar. Akhirnya, ia memilih menggugat ke pengadilan pada 15 September 2022. Harapannya, bisa dimediasi dan dipertemukan terlebih dahulu.
Namun, dua jadwal sidang dilewati lembaga keuangan itu tanpa hadir. Di sidang ketiga, ia justru dikagetkan karena tempat tinggal yang jadi jaminan, justru sudah dilelangkan dan ada pemenangnya.
Ia kaget karena hanya pernah nunggak 3 bulan dan lancar lagi, kecewa karena tidak diajak musyawarah untuk lelang, padahal ia masih berniat bayar.
Belakangan, kekagetannya bertambah karena ternyata, untuk aset luas itu hanya dilelang seharga 200juta, dan limitternya 201 juta. Ia tahu karena mendapat surat hasil bagi lelang.
“Nah dari situ ada sisa bagi hasil 90 juta,” ungkapnya.
Ia mengaku saat ini tengah bingung, tiga keluarga kakaknya yang tinggal di tanah hibah orang tua itu, kini terancam kehilangan rumah. Apalagi, sudah muncul surat perintah pengosongan.
Pihaknya, kini masih berusaha menempuh jalur hukum dengan mengajukannya ke Pengadilan. Ia merasa, seperti tidak diberi ruang untuk penyelesaian.
Padahal, lanjutnya, lembaga keuangan itu harusnya menjadi mitra bagi masyarakat, apalagi pelaku ekonomi keeatif yang ingin mandiri. Namun, yang dirasakannya seolah-olah, malah membuatnya terhimpit.
“Saya merasa dirampas, hak hak saya. Ini bukan pelelangan, tapi perampasan,” imbuhnya setelah pemaparan panjang.
Sang kakak, Aziz, juga mengutarakan keheranannya. Pasalnya, selain prosesnya yang diburu-buru, harganya juga tak masuk akal.
Paaalnya, di wilayah Jalan Baru Awirarangan itu nilai tanah sudah mencapai 1,5 juta/meter. Dan aset keluarga itu, ada 525 meter dengan 3 bangunan rumah permanen. Karenanya, harga 201 juta itu tak masuk akal.
Lelaki yang mengenakan kaus Nahdlatul Ulama itu, berharap pemerintah baik itu melalui OJK dan lembaga terkait lainnya, bisa memperhatikan hal semacam ini.
“Minta ada perhatian dari pemerintah, sisi kemanusiaan,” ujarnya. (deden/eki)
Video :